Drawer trigger

Analisa Hadis Tentang Islam atau Tidaknya Muawiyah

Imam Hasan bin Ali ra. Menegaskan Kemunafikan Mu’awiyah bin Abu Sufyân! Selain Imam Ali, Sayyidina Ammar, Sayyidina Abdullah bin Umar yang menegaskan kemunafikan Mu’awiyah dan bahwa ia adalah sia-sia Ahzâb (kelompok yang memerangi Nabi saw) dan sesungguhnya keimanan tidak pernah menyentuh jiwanya… islamnya hanya pura-pura demi merahasiakan rencana jahatnya memerangi Islam dari dalam… selain itu semua yang telah Anda baca dalam beberapa artikel yang telah lewat saya tulis beberapa waktu lalu… kini Anda saya ajak melanjutkan penelusuran kita untuk mengenali mazhab Salaf Shaleh, generasi panutan umat dari kalangan sahabat dan tabi’în, khususnya mereka yang sangat kenal siapa sejatinya Mu’awiyah dan bani Umayyah yang telah Allah sebut dalam Al Qur’an sebagai POHON TERKUTU ! Kali ini saya ajak Anda menyimak pernyataan Imam Hasan putra Ali ra.; cucu tercinta Nabi saw. dan buah hati Zahra as.! Imam Hasan as adalah pribadi agung ketiga dalam mata rantai Ahlulbait Nabi saw. (setelah Nabi Muhammad saw., Imam Ali ra). Data-data akurat dan riwayat-riwayat terpercaya telah menegaskan pernyataan Imam Hasan as. bahwa Mu’awiyah adalah SEORANG MUNAFIK!! Di bawah ini akan saya paparkan riwayat-riwayat tersebut:

Riwayat Al Isfahâni dalam kitab Maqâtil ath Thâlibiyyîn:78

Dengan sanad bersambung kepada Habîb bin Abi Tsâbit[1], ia berkata:

حدثني أبو عبيد، قال: حدثنا فضل، قال: حدثني يحيى بن معين قال: حدثنا أبو حفص الأبار، عن إسماعيل بن عبد الرحمن، وشريك بن أبي خالد- وقد روى عنه إسماعيل بن أبي خالد، – عن حبيب بن أبي ثابت قال: لما بويع معاوية خطب فذكر علياً، فنال منه، ونال من الحسن، فقام الحسين ليرد عليه فأخذ الحسن بيده فأجلسه، ثم قام فقال:

“Ketika Mu’awiyah dibai’at, ia berpidato lalu menyebut-nyebut Ali (dengan kejelekan) dan mencacinya dan juga mencaci al Hasan, maka al Husain bangkit untuk membantahnya tetapi al Hasan menarik tangannya dan memintanya duduk kembali. Kemudian al Hasan bangkit dan berkata:

أيها الذاكر علياً، أنا الحسن، وأبي علي، وأنت معاوية، وأبوك صخر، وأمي فاطمة، وأمك هند، وجدي رسول الله صلى الله عليه وسلم، وجدك حرب، وجدتي خديجة، وجدتك قتيلة، فلعن الله أخملنا ذكراً، وألأمنا حسباً، وشرنا قدماً، وأقدمنا كفراً ونفاقاً. فقال طوائف من أهل المسجد: آمين. قال فضل: فقال يحيى بن معين: ونحن نقول: آمين. قال أبو عبيد ( شيخ الأصفهاني): ونحن أيضاً نقول: أمين. قال أبو الفرج ( الأصفهاني): وأنا أقول: آمين اهـ قال حسن المالكي: وأنا أقول آمين!

“Hai engkau yang menyebut-nyebut Ali (dengan kejelakan)! Aku adalah Hasan. Ayahku adalah Ali. Dan engkau Mu’awiyah. Ayahmu adalah Abu Sufyân! Ibuku Fatimah dan ibumu –hai Mu’awiyah- adalah Hindun! Kakekku adalah Rasulullah saw. dan kakekmu adalah Harb! Nenekku adalah Khadijah dan nenekmu adalah Qatilah! Maka semoga Allah melaknat/mengutuk siapa yang paling hina sebutnya di antara kita, yang paling nista kedudukannya, yang paling jelek prilakunya dan yang paling klasik kekafiran dan kemunafikannya! Maka berkelompok-kelompok dari penghuni masjid saat itu mengucapkan Amîn/semoga Allah kabulkan doa itu! Fadhl berkata, ‘Yahya bin Ma’în berkata, ‘Dan kami pun mengucapkan Amîn! Berkata Abu Ubaid (guru al Isfahâni), “Dan kami pun mengucapkan Amîn.” Berkata Abul Faraj (al Isfahâni), “Dan aku pun mengucapkan Amîn. Abu Salafi berkata: Dan saya pun mengucapkan Amîn dan seribu kali Amîn! Dan saya tidak yakin Ustadz Firanda sanggup mengamini doa Imam Hasan as. untuk kehancuran tuan kebanggaan kaum Salafi Wahhâbi Nashibi! Abu Salafy: Di sini, Imam Hasan as. dengan terang dan tegas menuduh Mu’awiyah dengan KEKAFIRAN kemudian dengan KEMUNAFIKAN! Dan hal itu tentunya setelah Mu’awiyah menampakkan keislaman dzahirnya! Sanad riwayat di atas adalah mursal yang kokoh dan selain itu ia didukung oleh banyak pernyataan Imam Hasan as. yang tegas-tegas menyatakan kemunafikan Mu’awiyah! Di antaranya adalah sebagai berikut: Surat Imam Hasan as. Kepada Mu’awiyah Imam Hasan menulis sepucuk surat kepada Mu’awiyah di mana di dalamnya beliau as menegur dengan keras kesesatan, kejahatan dan kemunafikan Mu’awiyah. Perhatikan isi surat yang memuat data berharga tersebut!

فاليوم فليتعجب المتعجب من توثبك يا معاوية ! على أمر لست من أهله ، لا بفضل في الدين معروف ، ولا أثر في الاسلام محمود ، وأنت ابن حزب من الأحزاب ، وابن أعدى قريش لرسول الله صلى الله عليه وسلم ولكتابه ، والله حسيبك فسترد وتعلم لمن عقبى الدار ، وبالله لتلقين عن قليل ربك ثم ليجزينك بما قدمت يداك ، وما الله بظلام للعبيد .

“Hari ini/sekarang hendaknya terheran-heran orang yang hendak terheran-heran karena kerakusanmu hai Mu’awiyah! Terhadap perkara yang engkau bukan pemiliknya. Tidak dikarenakan keutamaan dalam agama yang dikenal, tidak pula karena jasa yang terpuji dalam Islam! Dan engkau adalah putra Partai dari partai-partai (yang memerangi Islam). Putra seorang yang paling memusuhi Rasulullah saw dan Kitab sucinya dari kalangan suku Quraisy![2] Allah akan memperhitungkan perbuatanmu dan engkau akan menghadap-Nya dan saat itu engkau akan mengetahui siapa pemilik rumah kebahagian/surga! Demi Allah, sebentar lagi engkau akan menjumpai Tuhanmu dan Dia akan membalasmu atas kejahatan yang engkau perbuat. Dan Allah tiada berbuat zalim atas hamba-hamba-Nya.”[3] Abu Salafy: Demikianlah begitu tesagnya penytaan Imam hasan as dalam surat di atas. Mu’awiyah adalah anak si gembong kekafiran dan penyulut api peperangan melawan Allah dan rasul-Nya! Maka tidaklah mengherankan jika jiwa busuk bapaknya dan keluarga besar Bani Umayyah –pohon terkutu dalam Al Qur’an- itu diwarisi putra terbaktinya; Mu’awiyah! Dan setelah ini semua, masihkan kita menolak kenyataan kemunafikan Mu’awiyah?! Masihkan kita mencari-cari sikap Salaf Shaleh terhadap Mu’awiyah untuk memutihkan wajahnya yang tercoreng gelapnya kemunafikan?! Sampai kapan kita mengabaikan keterangan para Salaf Shaleh seperti Sayyidina Ali, Ammar, Imam Hasan dan para sahabat mulia lainnya yang tegas-tegas menyatakan kemunafikan Mu’awiyah?! Akankah ketegasan pernyataan para sahabat mulia seperti Sayyidina Ali, Ammar, Ibnu Umar, Imam Hasan, Imam Husain (seperti akan kami paparkan dalam artikler khusus nanti) dan para sahabat serta tabi’în mulia lainnya kita campakkan karena pernyataan “para tokoh sektarian” yang tidak lebih mengenal Mu’awiyah di banding para sahabat mulia tersebut?! Yang pengenalan mereka kepada Mu’awiyah hanya lewat pujaan palsu “para penyembahnya”!! Sunngguh aneh sikap sebagian kaum Muslimin yang setelah mengetahui semua kenyataan akan kejahatan, penyimpangan dan kemunafikan Mu’awiyah masih saja membanggakan Mu’awiyah, menjunjung dan memujanya sebagai Sahabat Mulia, Khalifah Agung dan Pemimpin penuh Rahmat bagi Umat Islam! Saya sangat khawatir bahwa kecintaan mereka kepada Mu’awiyah; gembong kemunafikan ini diakibatkan problem pada jiwa dan hati mereka seperti yang dihambarkan tentang para penyembah patung anak sapi dari kalangan bani Israil. Allah berfirman menjelaskan hakikat penyebab sesunggunya kecintaan bani Israil kepada ‘ijl/patung anak sapi sebagai berikut:

وَ إِذْ أَخَذْنَا مِيْثَاقَكُمْ وَ رَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّوْرَ خُذُوْا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَ اسْمَعُوْا قَالُوْا سَمِعْنَا وَ عَصَيْنَاوَ أُشْرِبُوْا فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ

إِيْمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

  “ Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian dan mengangkat bukit (Thursina) di atas (kepala) kalian (seraya berfirman), “Peganglah erat-erat segala perintah yang telah Kami berikan kepada kalian dan dengarkanlah (baik-baik)!” Mereka menjawab, “Kami telah mendengarkan dan (setelah itu) melanggarnya”. Dan karena kekafiran mereka, (kecintaan menyembah) anak sapi telah meresap di dalam hati mereka. Katakanlah, “Jika kalian (memang) beriman, alangkah jeleknya perbuatan yang diperintahkan oleh iman kalian itu!.” (QS. Al Baqarah [2];93) Imam asy Syaukani menerangkan ayat di atas sebagai berikut: “Pada ayat “Dan karena kekafiran mereka, anak sapi telah meresap di dalam hati mereka” ini terdapat penyerupaan yang sangat indah. Yaitu hati-hati mereka dikarenakan kecintaan kepada anak sapi itu sudah sedemikian kokoh bertempat seakan ia (hati-hati itu) minum kecintaan tersebut/usyribû/ أُشْرِبُوْا. … dan huruf bâ’ pada kata:بِكُفْرِهِمْ memberi arti sebab. Yaitu semua itu terjadi dikarenakan kekafiran mereka sebagai balasan dan penghinaan Allah atas mereka!”[4] Jadi kecintaan kepada penyembahan anak sapi itu disebabkan kekafiran kepada kebenaran yang telah gamblang di hadapan pikiran mereka. Maka sebagai balasan Allah atas keberpalingan mereka dari kebenaran maka Allah hinakan mereka dengan mencintai kebatilan dan simbol-simbol kebatilan, yang dalam kasus bani Israil adalah sapi yang mereka jadikan sesembahan dengan menyekutukan Allag SWT. Dan dalam kasus kita ini, simbol kebatilan itu adalah berupa Mu’awiyah dan agenda kefasikan dan kemunafikannya. Karena semua bukti kebenaran tentang kejahatan Mu’awiyah mereka abaikan dan mereka tolak maka Allah membalas mereka dengan mengihinakan mereka seihingga mencintai simbol-simbol kemunafikan. Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari kesesatan dan kemunafikan. Amîn. Ibnun Katsir juga menerangkan ayat di atas sebagai berikut: Abdurrazzâq beerkata dari Qatadah tentang ayat: “Dan karena kekafiran mereka, anak sapi telah meresap di dalam hati mereka” kecintaan kepada anak sapi telah merasuki hati-hati mereka sehingga menembusnya. Kemudian Ibnu katsir menukil sebuah hadis Nabi saw. dari riwayat Abu Dardâ’: “Kecintaanmu kepada sesuatu itu akan membuatmu buta dan tuli.”[5] Jadi jelaslah bahwa kecintaan itulah yang telah membutakan dan menulikan banyak kaum sehingga segamblang apapun kenyatan akan kemunafikan Mu’awiyah tidak akan mampu mereka lihat dan dan sejelas apapun suara kebenaran tidak mampu menembus dinding telinga batin mereka! Semoga kita tidak dijadikan dari manusia-manusia yang tuli dan buta dari menlihat dan mendengar suara kebenaran. Amîn.   [1] Habib bin Abi Tsâbit adalah seorang Tabi’în yang terkenal. Beliau termasuk perawi andalan Imam Bukhari dan Imam Muslim, fawat tahun 118 H. ia meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Abu Thufail. Ia tergolong pembesar ulama penduduk kota Kufah. Data sejarah yang beliau sampaikan di atas adalah mursal, tetapi bahan dasarnya adalah dari sahabat dan ia lebih kuat dari banyak riwayat-riwayat mursal yang diterima oleh para ulama Ahli hadis dan sejarah! [2] Kaum kafir Quraisy di bawah kepimpinan Abu Sufyân, bapak Mu’awiyah telah berkali-kali memerangi Nabi Muhammad saw. dan salah satu perang yang dikobarkan apinya oleh Abu Sufyân adalah perang Khandaq/perang parit yang juga dikenal dengan nama parang Ahzâb, karena kaum kafir Quraisy berhasil menggalang kekuatan dengan bantuan kabilah-kabilah Arab kafir lainnya. Mereka di bawah kepempinan Abu Sufyan menyerbu kota suci Madinan. Menghadapi rencana serangan kaum kafir itu Nabi Muhammad saw. menggali parit bersama para sahabat untuk menghalau serbuan pasukan Ahzab yang datang dengan beribu-ribu pasukan …. setelah mereka terkejut dengan adanya parit yang mengelilingi kota Madinan sehingga mereka kesulitan menyerbunya secara serempak, dan hanya beberapa pendekar kaum kafir saja yang berhasil menyeberangi galian parit tersebut dan menantang-nantang kaum Muslimin untuk berduel dengan disertai ejekan akan katakutan kaum Muslimin, karena tidak seorang pun dari sahabat saat itu yang menyahuti dan meladeni tantangan pendekar kaum kafir yang bernama ‘Amr bin Abdi Wudd dan hanya Sayyidina Ali ra seorang yang kemudian bangkit memohon izin untuk berdual dengan ‘Amr. Dalam sekejap Sayyidina Ali ra mengayunkan pedang tajamnya dan ‘Amr pun tersungkur tak bernyawa! Ali takbir dan para sahabat pun menyambutnya dengan ucapan takbir, Allahu Akbar! Allah Akbar! Setelahnya kaum kafir ketakutan dan segera lari pulang meninggalan kota Madinan dengan kekecawaan berat. Di samping Allah juga mengirim angin kencang yang merobohklan kema-kema mereka dan menjungkir balikkan kuwali dan panci-panci masak mereka! Jasa agung Sayyidina Ali ra ini diabadikan dalam Al Qur’an dalam surah Al Ahzâb ayat 25:  

وَ رَدَّ اللَّهُ الَّذينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنالُوا خَيْراً وَ كَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنينَ الْقِتالَ وَ كانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزيزاً

  “Dan Allah menghalau orang- orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, ( lagi ) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” Imam Jalaluddîn as Suyûthi dalam tafsirnya ad Durra al Mantsûr,5/368 menukil sebuah atsar dari sahabat Ibnu Mas’ud ra bahwa beliau menerangkan maksud ayat di sebagai berikut: Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangandengan Ali bin Abi Thalib! Abu Salafy: Saya yakin sekali bahwa kaum Salafi Wahhâbi (garda terdepan pasukan pembenci Sayyidina Ali dan Ahlulbait Nabi saw.) akan sangat keberatan dengan kenyataan di atas. Mereka pasti akan meronta-ronta bak onta hendak disembelih menyaksikan keutamaan agung yang diabadikan Allah dalam kitab suci terakhirnya ini menjadi milik Ali bin Abi Thalib! Bukan milik Mu’awiyah bin Abi Sufyân pujaan kaum munafik! [3] Maqâtil ath Thâlibiyyîn:65. [4] Tafsir Fathu al Qadîr; asy Syaukani,1/114. [5] Tasrir Ibnu Katsir,1.126.