Dari sekian persoalan krusial yang menentukan keutuhan sebuah keluarga adalah persoalan waris. Tak jarang, kalau musyawarah keluarga tidak menemukan jalan keluar, alias mentok, maka ditempuhlah jalur hukum di pengadilan. Kalau sudah seperti ini kejadiannya, siap-siaplah untuk mengorbankan energi, waktu, uang, emosi dan bahkan silaturrahmi. Semuanya untuk mencari keadilan. Keadilan menurut siapa? Menurut ahli waris ataukah menurut syariat?

Dalam persoalan hukum waris ini, Imam Ja'far Shadiq cukup brilian, sangat rasional dan argumentatif (didukung oleh nas). Fatwa-fatwanya sungguh memenuhi rasa keadilan dan kemanusiaan, sekaligus juga membuktikan betapa adilnya hukum Allah. Maka tidak aneh kalau kemudian banyak tokoh Ahlussunnah belakangan ini mulai melirik fatwa-fatwa warisnya.

Yang menonjol dari analisis Imam Ja'far Shadiq adalah, beliau lebih mengedepankan urutan prioritas ahli waris menurut garis hubungan darah ketimbang hubungan darah tanpa prioritas. Buahnya, keputusan hukum diperoleh dengan cara yang sangat simpel, tidak berliku dan memenuhi rasa keadilan. Jangan heran kalau anak perempuan tunggal mewarisi seluruh peninggalan orang tuanya. Padahal dalam mazhab Ahlusunnah, anak perempuan tunggal hanya memperoleh sebagian tertentu saja, dan sisanya menjadi hak orang yang hubungan darahnya lebih jauh dibanding sang nak, misalnya kakek, paman, cucu, dan seterusnya.

Buku ini sangat memperkaya khazanah pemikiran kita dalam masalah fiqih. Dan bisa jadi akan menjadi jalan pilihan Anda saat memasuki belantara yurisprudensi Islam yang penuh liku dan pertentangan.

&nbsp;

Author

Editor

Interpreter

Common title

Number of volumes

Persian Title

Publish location

Publication year

Publish number

Publisher

Qr Code

Sect

Scholar

ISBN

Source

Translated

Is this post suggested?

View

Hukum Waris Menurut Imam Ja'far Shadiq

Nama Lengkap:

Muhammad Ahmad Musthafa Ahmad (Terkenal dengan Abu Zuhrah)

Biografi:

Abu Zuhrah lahir pada tanggal 29 Maret 1898 di Al-Mahalla Al-Kubra, kota terbesar kedual di Delta Nil. Pada tahun 1913, ia menyelesaikan sekolah menegah atas dan mendaftar di Madrasah Ahmadiyah di Tanta. Pada tahun 1916, ia mendapat nilai tertinggi pada ujian masuk untuk Lembaga peradilan di Provinsi Gharbia meskipun beberapa tahun lebih muda dan kurang berpengalaman di banding rekan-rekannya. Karena berakar pada pendidikan tradisional Azharit, dan tidak pernah belajar di Eropa atau di sekolah-sekolah Mesir yang kebarat-baratan, Abu Zuhrah banyak menuai kritikan dari kaum orientalis karena memiliki pemahaman yang dangkal tentang metode-metode Barat.

Ia mengajar di  fakultas Teologi al-Azhar dan juga Profesor hukum Islam di Universitas Kairo. Antara tahun 1933-1942, ia mengajar tentang sejarah agama, denominasi dan sekte-sekte di al-Azhar.

Karya-karya: 

Abu Zuhrah menulis lebih dari selusin buku, diantaranya:

Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah, al-'Alaqat al-Duwaliyah fi al-Islam, al-Mirast 'inda al-Ja'fariyah (Hukum Waris menurut Imam Ja'far Shadiq), Ilm al-Ushul al-Fiqh.

Muhammad Abu Zuhrah

Born:

Death:

Muhammad Abu Zuhrah

Author Books