Fatemeh Fotuhi, Ahli Virology Iran
Fatemeh Fotuhi, Ahli Virology Iran
(0 Votes)
(0 Votes)
Fatemeh Fotuhi, Ahli Virology Iran
Fatemeh Fotuhi, Ahli Virology Iran
Fatemeh Fotuhi adalah nama satu lagi wanita Iran yang sukses. Dia lahir di Tehran pada tahun 1965. Sejak kanak-kanak Fatemeh sudah menunjukkan bakat dan kecenderungan yang luar biasa kepada ilmu. Seperti penuturannya sendiri, dia tertarik dengan sekolah karena lingkungan sekolah yang luas sementara rumah tempat tinggalnya sempit. Apalagi di sekolah dia mempunyai guru-guru dan teman-teman yang baik dan ramah. Sejak kecil dia selalu bercita-cita menjadi insan yang berguna bagi masyarakatnya.Tahun 1988, Fatemeh Fotuhi masuk perguruan tinggi. Dia terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Tehran jurusan mikrobiologi. Lulus dengan nilai yang baik, dia melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Fotuhi berhasil meraih peringkat teratas dalam ujian masuk perguruan tinggi untuk tingkat strata II. Jenjang pendidikan ini dilaluinya di Universitas Tarbiyat-e Modarres Tehran. Di Universitas yang sama, dia melanjutkan ke tingkat doktoral jurusan virology. Jenjang pascadoktoral bidang virology molekul dirampungkannya di Universitas Queens Kanada tahun 2007.
Sejak tahun 2008 sampai saat ini Dr.Fetemeh Fotuhi dipercaya menjadi dosen pembantu jurusan virology di bagian penelitian influenza, imunisasi, dan bakteriology di institute Pasteur, Iran. Selain itu dia mengadakan berbagai riset terkait virus dan bakteri. Sejak tahun 2000 dia ditetapkan sebagai anggota Badan Virology Iran dan sejak tahun 2009 menjadi anggota dewan pimpinan di badan ini.
Berbagai penghargaan diperoleh Dr Fotuhi berkat prestasinya yang gemilang. Tahun 1998 dia menempati urutan kedua peneliti muda pada festifal kedokteran Razi keempat. Banyak proyek yang sudah dibukukan oleh ilmuan wanita Iran ini diantaranya proyek ‘identifikasi penyakit influenza'. Selain aktif meneliti dan mengajar, dia juga menjadi pembimbing dan penesehat bagi puluhan mahasiswa dalam penulisan tesis dan disertasi. Dr.Fotuhi menulis banyak makalah ilmiah dan buku dalam bahasa Persia dan Inggris yang mengulas masalah virology dan penanggulangan penyakit infeksi.
Mengenai keberhasilannya, Dr.Fotuhi menyebut keluarga sebagai salah satu faktor utama yang menunjang. Dia mengenang perkawinannya setelah menyelesaikan studi strata I. Dia menyebut suami sebagai orang yang paling berjasa membuka peluang baginya untuk melanjutkan studi hingga meraih gelar doktor. Fotuhi menyatakan, sebesar apapun potensi seseorang, jika tak ada bantuan dari pihak lain dia tak akan pernah berhasil. Untuk itu dia merasa sangat berhutang budi kepada suaminya. Selain itu, kata Fotuhi, ibu juga punya peran yang sangat besar. Dia bercerita, "Ketika masih belajar dan anak-anaknya masih kecil, ibu tinggal di dekat kami. Beliaulah yang mengawasi anak-anakku." Meski demikian Fotuhi mengingatkan, melimpahkan tanggung jawab dan meminta bantuan kepada orang bisa dilakukan untuk sementara bukan selamanya.
Berbicara tentang peran kaum perempuan, dia meyakini bahwa perempuan punya peran yang sangat besar. Dia mengingatkan bahwa perempuan yang belajar atau bekerja di luar rumah harus bisa menyeimbangkan tugas di dalam dan di luar rumah. Kesempatan berada di rumah yang minim jangan sampai membuat tugasnya sebagai istri dan ibu bagi anak-anak tak terlaksana dengan baik. Dr.Fotuhi memiliki dua anak. Mereka berdua menyayangi sang ibu yang selalu memerhatikan perkembangan pelajaran mereka. Kepada kaumnya, dia berpesan untuk pandai-pandai membagi waktu jika ingin memiliki kegiatan di luar rumah seperti belajar, mengajar atau aktivitas sosial yang lain. Menurutnya, pekerjaan di luar rumah jangan sampai membuat anak merasa kurang diperhatikan.
Fotuhi menjelaskan bahwa antara dirinya dan anak-anaknya ada ikatan batin yang sangat kuat. Perbedaan generasi antara dia dan anak-anak tidak jadi masalah lantaran hubungan erat yang terjalin diantara mereka. Katanya, "Aku dan anak-anak sepakat untuk saling memahami kondisi masing-masing. Anak-anak merasa nyaman dalam hubungan mereka denganku dan dengan suamiku. Bagi mereka kami berdua adalah teladan hidup mereka. Mereka selalu mengatakan bangga dengan kami."
Dalam sebuah kegiatannya, Dr.Fotuhi selalu mengenakan jilbab sebagai pakaian seorang wanita muslimah. Baginya, jilbab bukan halangan beraktivitas. Orang yang memang menyukai jilbab tak akan memandang pakaian ini sebagai masalah di manapun dia berada. Menurutnya, jilbab dalam banyak kasus, justru menguntungkan. Secara sosial, orang-orang yang berkomitmen dan selalu konsekwen dengan tugas-tugasnya akan menerima jilbab dengan lapang dada. Mereka tak memandang jilbab sebagai hal yang menghalangi kegiatan mereka. Sementara, orang yang hobi bersolek dan cenderung ingin menampilkan diri di depan umum, akan membuang banyak waktu untuk berhias diri. Di lingkungan kerja, orang-orang seperti ini justru menghadapi banyak masalah.
Fotuhi meyakini bahwa di lingkungan kerja, jilbab membantu melupakan kesibukan pribadi sehingga lebih terfokus kepada pekerjaan. Wanita berjilbab juga membantu menjaga kesusilaan lingkungan kerja. Fotuhi menambahkan, seiring dengan kewajiban menjaga jilbab lahiriyah, perempuan muslimah juga harus menjaga jilbab batinnya. Artinya, dia mesti menjaga akhlak dan norma. Meski pernah berada di Kanada bersama keluarganya untuk menyelesaikan riset pada tahun 2005, Fotuhi mengaku tidak menghadapi masalah dengan jilbab di sana. Jilbab justeru membuatnya disegani oleh kolega-koleganya yang lain.
Kepada para wanita, Dr.Fotuhi berpesan untuk membuat program yang menunjang kemajuan mereka dengan menyesuaikan kemampuan dan bakat masing-masing. Kaum hawa harus mengenal potensi dan bakat yang mereka miliki lalu percaya akan kemampuan diri. Jika seorang perempuan berhadapan dengan situasi untuk membangun rumah tangga, kesempatan itu jangan sampai dilewatkan hanya karena alasan ingin melanjutkan pendidikan atau meniti karir. Wanita yang sukses adalah orang yang bisa menciptakan keseimbangan dalam kehidupannya dan tidak mengabaikan tugas-tugasnya.
Fotuhi melanjutkan, "Kita harus selalu ingat, sebelum menjadi anak, istri atau ibu, seorang perempuan adalah manusia. Kemanusiaan ini harus selalu kita yakini. Kita harus mencintai diri kita. Jika seseorang mencintai dirinya maka ia akan mencintai masyarakatnya. Dengan demikian, masyarakat juga akan mencintainya." [Islamic-Sources/Irib]