Drawer trigger
Muhammad Baqir Sadr

Muhammad Baqir Sadr

Author Of The Week

Nama lengkap: Sayyid Muhammad Baqir Sadr Riwayat keluarga: Ayahnya adalah Sayyid Haidar Sadr Amili dan ibunya adalah putri Syaikh Abdul Husain Al Yasin. Kakeknya Sayyid Ismail Sadr adalah seorang marja' Taklid Syiah pada pertengahan abad 14 H. Garis keturunannya dari Imam Kazhim as, dan termasuk tokoh agama yang hidup di Iran, Libanon dan Iraq. Pendidikan: Syahid Sadr menamatkan pendidikan dasarnya selama 3 tahun dan melanjutkannya dengan mempelajari ilmu hauzah agama. Ia belajar kitab al-Mantiq, karya Muhammad Ridha Muzhaffar dan Ma'alim al-Ushul di sisi saudaranya, Sayyid Ismail. Dia mampu menamatkan kitab-kitab hauzah dalam waktu singkat. Guru-guru tahap sutuhnya adalah Muhammad Taqi Jauhari, Abbas Syami, Sayid Baqir Syakhs, Sadra Badkubi dan Sayyid Muhammad Ruhani. Setelah itu ia mengikuti pelajaran kharij fikih dan usulnya Sayyid Abul Qasim Khui dan Syaikh Muhammad Ridha Al Yasin. Sayyid Muhammad Baqir Sadr semenjak umur 20 tahun mulai mengajarkan kitab Kifayatul Ushul. Dari umur 25 tahun mengajarkan pelajaran kharij Ushul, dan dari umur 28 tahun mengajarkan pelajaran kharij fikih. Guru-guru: Sayid Ismail Sadr, Muhammad Taqi Jauhari, Abbas Syami, Sayyid Baqir Syakhs, Shadra Badkubi, Sayyid Muhammad Ruhani, Ayatullah Sayyid Abul Qasim Khui serta Ayatullah Syaikh Muhammad Ridha al Yasin. Karya-karya: Di antara karya-karyanya: Falsafatuna (Filsafat Kita), Fadak fi al-Tarikh (Fadak Dalam Sejarah), Ghayatul Fikr fi Ilm al-Ushul (Puncak Pemikiran Dalam Ilmu usul), Iqtishaduna (Ekonomi Kita), Al-Usus al-Mantiqiyah li al-Istiqra (Dasar-dasar Logika Untuk Induksi), Al-Ma'alimul Jadidah li al-Ushul (Petunjuk-petunjuk Baru Usul).  More ...

Suggested


No dataNo Data

Books Of The Week


Sejarah Imam Ali as

Sejarah Imam Ali as

Berpolemik dan berbeda pendapat merupakan tabiat manusia. Sebagai Pencipta, Allah Swt menghendaki tabiat dan fitrah ini tetap berjalan dalam koridor keimanan yang benar. Oleh karena itu, adanya sebuah tolok-ukur yang menjadi rujukan semua pihak adalah satu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan lagi. Allah Swt telah menurunkan kitab pedoman dengan kebenaran yang akan menjadi penengah bagi umat manusia dalam berbagai hal yang diperselisihkan (QS. al-Baqarah: 213). Tanpa bekal ini, kehidupan yang sehat tidak akan dapat berlangsung. Ini adalah ketentuan yang telah ditegaskan oleh al-Quran dan dilandaskan pada asas tauhid yang absolut. Lalu, penyimpangan, mitos, dan kebohongan terusmenerus dilakukan oleh anak cucu Adam, hingga akhirnya mereka mulai menjauh dari asas yang kuat ini. Dari sini jelas, bahwa manusia tidak akan sanggup menjadi penengah antara kebenaran dan kebatilan selagi mereka masih menjadi abdi hawa-nafsu dan budak kesesatan. Al-Quran telah datang, namun hawa-nafsu telah mencabik-cabik manusia dari berbagai arah. Ambisi, kebimbangan, dan kesesatan telah jauh menyeret manusia untuk dapat menerima hukum dan arahan al-Quran dan memalingkan mereka dari merujuk kepada kebenaran yang telah jelas. Menurut al-Quran, kedurhakaan adalah hal yang telah menggiring manusia kepada polemik, keangkuhan dan ketakacuhan. Di samping itu, kebodohan juga merupakan faktor lain dari timbulnya polemik dan perpecahan. Hanya saja, bukankah telah dipesankan bahwa seorang jahil hendaknya bertanya kepada orang yang tahu (QS. al- Anbiya: 7; QS. an-Nahl: 43). Oleh karena itu, tindakan menerjang yang dilakukan oleh seorang yang bodoh terhadap asas yang diterima akal dan diterapkan oleh para akil ini adalah pelanggaran terhadap kaidah dan metode paling jelas dalam rangka menutup celah perselisihan. Islam adalah agama yang abadi yang terangkum dalam teks-teks al-Quran dan sunah Rasulullah saw; sosok yang tak pernah mengucapkan satu kata pun dari mulutnya kecuali wahyu Tuhan semata alam. Allah Swt dan Rasul- Nya telah mengetahui bahwa umatnya akan berbeda pendapat setelah kepergian beliau, sebagaimana hal tersebut telah terjadi saat beliau masih hidup dan berada di tengahtengah mereka. Atas dasar ini, al-Quran telah menurunkan obor penerang kepada umat yang dapat digunakan selepas kepergian Rasulullah saw; pelita yang dapat menuntun manusia sehingga mengikuti jejak yang pernah ditinggalkan oleh beliau, dan dapat membantu mereka dalam rangka memahami dan menafsirkan arahan-arahannya. Obor itu tak lain adalah Ahlulbait as. Mereka adalah pribadipribadi yang telah disucikan dari segala kotoran dan noda, manusia-manusia yang kepada kakek mereka al-Quran diturunkan. Mereka menerima langsung ajaran Ilahi dari beliau dan memahaminya dengan penuh kesadaran dan amanah. Dan mereka telah dianugerahi hal-hal yang tidak diberikan kepada siapa pun.

0
221

Media


  • Bulan Solidaritas
  • Pahala Membaca Al-Quran di Bulan Ramadhan
  • Keutamaan Bulan Ramadhan
  • Bulan Diturunkannya Al-Quran
  • Analogi kesempurnaan agama dengan pohon
  • Syarat memperoleh pahala adalah beramal
  • Kesederhanaan Nabi Isa as
  • Kedudukan Nabi Isa as