Aqidah 3, Kiamat

Aqidah 3, Kiamat

Aqidah 3, Kiamat

Author :

3987

Interpreter :

Ahmad Marzuki Amin

Number of volumes :

1

Publish number :

1

Publish location :

Qom-Iran, Rajab 1426/ September 2005

(0 Votes)

(0 Votes)

Aqidah 3, Kiamat

Pada dasarnya, motif di balik berbagai macam aktifitas hidup ini adalah rasa ingin memenuhi segala kebutuhan, keinginan dan merealisasikan berbagai tujuan dan ambisi, yang pada akhirnya akan mencapai kebahagiaan dan puncak kesempurnaan. Dan, nilai suatu aktifitas serta cara mengarah-kannya amat bergantung pada pembatasan atas tujuan yang diusahakan pencapaiannya melalui aktifitas tersebut. Oleh karena itu, mengetahui tujuan akhir bagi suatu kehidupan berperan besar dalam mengarahkan berbagai aktifitas dan memilih suatu tindakan. Pada hakikatnya, faktor utama dalam membatasi perjalanan hidup terdapat pada cara pandang seseorang terhadap hakikat dirinya; kesempurnaannya dan kebahagiaannya.

Seseorang yang percaya bahwa hakikat dirinya tidak lebih dari sekumpulan unsur-unsur materi dan interaksi yang rumit di antara mereka, memandang bahwa kehidupannya dibatasi oleh masa yang singkat di dunia ini, ia pun tidak mengakui adanya kepuasan, kebahagiaan atau kesempurnaan selain ke-untungan dan usaha duniawi. Tentu, ia akan mengatur aktifitas dan tindakannya sesuai dengan tuntutan dan keingi-nan duniawinya.

Adapun seseorang yang yakin bahwa hakikat dirinya itu lebih luas daripada materi, bahwa kematian itu bukanlah akhir kehidupan, akan tetapi sebuah perpindahan dari alam dunia yang sementara menuju alam akhirat yang kekal, dan bahwa perbuatannya yang saleh merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaannya yang abadi, tentu ia akan menjalani hidupnya dengan cara yang lebih bermanfaat, lebih unggul, dan lebih berpengaruh terhadap kehidupannya yang abadi. Lebih dari itu, segala kelelahan, kesalahan, dan kerugian yang ia alami di dunia tidak meng-goyahkan tekadnya, tidak membuatnya putus asa, dan tidak juga mencegahnya dari melanjutkan segala aktifitas dan perjuangannya dalam menjalankan berbagai tugasnya demi mencapai kebahagiaan dan kesempurnaannya yang abadi.

Dua model kepercayaan manusia di atas tadi tidak terbatas pengaruhnya pada kehidupan personal saja, tetapi juga pada kehidupan sosial dan pada sikap praktis setiap individu dan hubungan satu dengan lainnya. Keyakinan terhadap kehidu-pan akhirat, pahala dan siksa yang bersifat abadi amat berpengaruh besar dalam menjaga hak-hak orang lain dan berbuat baik kepada orang-orang yang lemah dan miskin. Tatkala suatu masyarakat mengarah kepada keyakinan sema-cam ini, tidak perlu lagi mengutamakan kekuatan untuk menerapkan undang-undang dan hukum-hukum keadilan serta memberantas kezaliman dan mengembalikan hak sese-orang. Meratanya keyakinan semacam ini sanggup mengatasi sekian banyak problema negara.

Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas pentingnya prin-sip Ma’ad dan nilai pembahasannya. Bahkan keyakinan pada prinsip Tauhid sekalipun, apabila tidak dilapisi oleh keya-kinan pada Ma’ad, tidak akan memberikan pengaruh yang berarti dan menyeluruh dalam mengarahkan kehidupan yang benar dan bertujuan. Dari sini pula tampak jelas besarnya perhatian agama-agama samawi –khususnya Islam– terhadap prinsip Ma’ad, dan betapa para nabi telah mengerahkan se-genap upaya mereka dalam menanamkan prinsip akidah ini di dalam jiwa manusia.

Keyakinan terhadap kehidupan akhirat itu baru dapat ber-pengaruh dalam mengarahkan perilaku seseorang, baik yang bersifat personal maupun sosial, bilamana hubungan sebab-akibat antara apa yang diusahakan di dunia ini –berupa per-buatan, kesenangan, kesengsaraan– dengan alam akhirat dapat diterima sepenuhnya. Setidaknya, harus ada pengakuan bahwa ganjaran akhirat itu akan menjadi pahala atau siksa atas amal-amal baik dan buruk yang dilakukan di dunia ini.

Adapun jika kita meyakini bahwa kebahagiaan akhirat itu akan dapat dicapai di alam akhirat itu sendiri, sebagaimana kenikmatan-kenikmatan duniawi itu dapat diperoleh di dunia ini, maka keyakinan terhadap kehidupan alam akhirat akan kehilangan pengaruh utamanya dalam kehidupan kita di dunia. Sebab berdasarkan keyakinan ini, dapat dikatakan bahwa untuk memperoleh kebahagiaan dunia, setiap orang harus berusaha di dalamnya, sebagaimana untuk memperoleh kebahagian akhirat ia harus berusaha untuk memperolehnya di alam akhirat kelak, yaitu setelah kematian.

Maka itu, di samping membuktikan realitas Ma’ad dan kehidupan akhirat, termasuk hal yang penting ialah membuk-tikan adanya hubungan antara kehidupan dunia dan akhirat serta pengaruh berbagai tindakan ihktiyari (bebas) terhadap kebahagiaan atau kesengsaraan yang abadi.