ʿAbdullāh bin Muḥammad Ḥasan Mamqānī (1290–1351 H) adalah seorang ulama besar dan ahli ilmu rijāl (biografi perawi hadis) dari kalangan Syiah pada abad ke-14 Hijriah. Ia termasuk di antara ulama terkemuka di Najaf dan berhasil mendidik banyak murid, di antaranya Sayyid Syihābuddīn Marʿashī Najafī. Di antara karya-karya ilmiahnya, Tanqīḥ al-Maqāl fī ʿIlm al-Rijāl merupakan yang paling terkenal. Selain kegiatan ilmiah, ia juga dikenal aktif dalam kegiatan sosial seperti menyelenggarakan majelis duka dan mendirikan sebuah perpustakaan besar di Najaf.

Riwayat Hidup
Mamqānī lahir pada 15 Rabiʿul Awwal tahun 1290 H di kota Najaf. Ayahnya, Muḥammad Ḥasan Mamqānī, adalah murid dari Syaikh Murtaḍā Anṣārī dan Sayyid Ḥusain Kūhkamrī. Kakeknya, Syaikh ʿAbdullāh bin Muḥammad Bāqir (w. 1247 H), juga merupakan ulama dan faqih yang memperoleh izin periwayatan dan ijtihad dari penulis Riyāḍ al-Masā’il.
Pada tahun 1346 H, Mamqānī melakukan perjalanan ke Qom, dan ʿAbdul Karīm Ḥā’irī Yazdī menyerahkan tempat shalatnya di halaman Haram Sayyidah Maʿṣūmah (ʿa) kepada beliau.

Pendidikan
Pendidikan Mamqānī dimulai sejak usia lima tahun dengan mempelajari al-Qur’an serta membaca dan menulis. Ayahnya secara langsung membimbingnya dalam berbagai ilmu dasar keislaman seperti tata bahasa Arab, logika, dan aritmetika. Setelah itu, ia mempelajari kitab-kitab pelajaran tingkat menengah di ḥawzah Najaf, termasuk Qawānīn, Riyāḍ al-Masā’il, Rasā’il, dan Makāsib karya Syaikh Anṣārī.
Pada usia delapan belas tahun, ia mulai mengikuti pelajaran bahth al-khārij (tingkat lanjutan) dalam bidang fikih dan uṣūl di bawah bimbingan ayahnya, yang terkenal ketat dalam memberikan izin ijtihad. Setelah bertahun-tahun menimba ilmu, Mamqānī akhirnya memperoleh izin ijtihad dari ayahnya.

Guru-gurunya
Selain ayahnya sendiri, di antara guru-guru pentingnya ialah:
<ul>
 	<li>Hāsyim bin Zayn al-ʿĀbidīn Tabrīzī Arūnaqī (w. 1323 H).</li>
 	<li>Ghulām Ḥusain Darbandī Turkī (w. 1321 H).</li>
 	<li>Ḥasan Khurāsānī, dikenal dengan sebutan Mīrzā (w. 1313 H).</li>
</ul>
Wafat dan Tempat Pemakaman
Mamqānī wafat pada hari Ahad, 16 Syawwāl 1351 H (bertepatan dengan 23 Bahman 1311 Syamsiah), pada usia 61 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman ayahnya, Muḥammad Ḥasan Mamqānī, yang terletak di kawasan al-ʿAmārah, Najaf.

Keluarga
Mamqānī memiliki sembilan anak—delapan perempuan dan satu laki-laki. Putra tunggalnya bernama Muḥyiddīn Mamqānī (w. 1429 H).

Perpustakaan
Selain mendidik para murid dan pengkhotbah agama, Ayatullah Mamqānī juga mendirikan sebuah perpustakaan besar yang berisi lebih dari empat ratus manuskrip langka dan berharga, masing-masing merupakan sumber penelitian yang penting. Perpustakaan tersebut, yang terletak di kawasan al-ʿAmārah, Najaf, dikenal sebagai salah satu koleksi paling kaya di kota itu. Setelah beliau wafat, rumah wakaf yang menampung perpustakaan tersebut dihancurkan oleh rezim Ba’ath dengan alasan perluasan kota.
Mamqānī sangat mencintai kegiatan membaca dan menyalin buku. Jika ia mengetahui keberadaan sebuah manuskrip langka, ia akan meminjamnya, menanggung biaya penyalinannya, dan kemudian memperbanyaknya untuk kemanfaatan umum.

Murid-murid
Ayatullah Mamqānī juga aktif mengajar ilmu-ilmu keislaman. Beberapa murid terkenalnya adalah:
<ul>
 	<li>Syaikh Mīrzā Bāqir Zanjānī Najafī (1313–1394 H).</li>
 	<li>Sayyid Ḥusain Mūsawī Gargārī Tabrīzī (1318–1417 H).</li>
 	<li>Sayyid Saʿīd Ḥakīm (1317–1386 H).</li>
 	<li>Syaikh Ṣādiq Tankābunī Najafī (1308–1358 H).</li>
 	<li>ʿAbdul Ḥusain Ḥillī (1299–1375 H), putra Qāsim bin Ṣāliḥ.</li>
 	<li>Sayyid ʿAbdul Muṭṭalib Ḥaydarī (1325–1401 H).</li>
 	<li>Sayyid ʿAlī Naqī Ḥaydarī (1325–1401 H), putra Sayyid Aḥmad Kāẓimī.</li>
 	<li>Muḥammad Ḥusain Khiyābānī (1299–1392 H).</li>
 	<li>Sayyid Syihābuddīn Marʿashī Najafī (1315–1411 H).</li>
 	<li>Syaikh Muḥammad Ḥaqqānī (1325–1388 H), putra Mullā Syukrullāh Bīrman Lārī.</li>
 	<li>Sayyid ʿAlī Akbar Khūʾī, ayah dari Ayatullah Sayyid Abul Qāsim Khūʾī.</li>
</ul>
Karya-karya
Mamqānī menulis banyak karya dalam berbagai cabang ilmu, namun yang paling terkenal adalah Tanqīḥ al-Maqāl fī ʿIlm al-Rijāl, sebuah ensiklopedia besar yang membahas lebih dari 16.000 perawi hadis. ʿĀqā Buzurg Ṭihrānī menyebut karya ini sebagai karya paling luas dalam bidang ilmu rijāl.
Karya penting lainnya adalah Miqbās al-Hidāyah, yang membahas ilmu dirāyah (kajian metodologis hadis). Buku ini diterbitkan dalam tujuh jilid berdasarkan penelitian Muḥammad Riḍā Mamqānī, cucunya.

Syekh Abdullah Mamaqani

Mohammad Hassan Qaderdan Qaramalki lahir di daerah Qaramalk, Tabriz, pada tahun 1344 H. Pada tahun 1362, beliau masuk pesantren di Sekolah Menengah Atas Vali Asr (AS) di Tabriz. Beliau berhasil menyelesaikan program persiapan dan lanjutan dalam lima tahun. Selama dua belas tahun, beliau mempelajari mata kuliah ekstrakurikuler dari para ayatullah besar, Syekh Javad Tabrizi, di bidang yurisprudensi dan Jafar Sobhani, di bidang prinsip dan filsafat, di bawah bimbingan Profesor Javadi Amoli dan Ayatollah Gerama. Beliau mengikuti kursus khusus pertama di bidang teologi di Pusat Manajemen Pesantren Qom dan mempertahankan disertasi doktoralnya dengan nilai sangat baik, 19/20. Beliau telah menerbitkan dua puluh lima jilid buku dan sekitar seratus artikel. Buku "Tuhan dan Masalah Kejahatan" terpilih sebagai buku terbaik tahun ini dalam seminar tahun 1378, dan "Al-Qur'an dan Pluralisme" juga menjadi buku terbaik tahun ini dalam seminar tahun 1381. Buku "Al-Qur'an dan Sekularisme" terpilih sebagai buku pilihan Sekretariat Majelis Ahli. Artikel "Islam, Bacaan, dan Imam Khomeini (RA)" terpilih sebagai artikel pilihan Festival Pers Nasional tahun 1378, serta artikel "Berbagai Tanggapan terhadap Kemurtadan" terpilih sebagai artikel pilihan Festival Pers Islam pertama di bidang yurisprudensi tahun 1383. Beliau adalah Lektor Kepala Departemen Teologi dan Studi Agama, Lembaga Penelitian Pemikiran dan Kebudayaan Islam. Dalam beberapa tahun terakhir, beliau telah menerbitkan seri enam jilid berjudul "Tanggapan terhadap Keraguan Teologis" (Teologi, Keadilan, Agama, dan Kenabian, Tentang Nabi Besar, Imamah, dan Kebangkitan). Saat ini, ia tengah meneliti subjek pengenalan Tuhan, yang hasilnya adalah terbitnya karya-karya: "Tuhan dalam Konsepsi Manusia, Nama dan Sifat Tuhan, Pengetahuan dan Kehendak Ilahi, Rahasia Penciptaan dan Kelangsungan Hidup." Dua buku: Prinsip Kesatuan dari Perspektif Teologis dan Monoteisme Inheren dan Kesatuan Eksistensi akan segera diterbitkan.

Muhammad Hasan Qadrdan

Idris Shah (Hindi: इदरीस शाह); (16 Juni 1924 – 23 November 1996) (Arab: سيد ادريس هاشمي) dan nama pena Arkon Daraul, adalah seorang penulis dan guru dalam tradisi Sufi yang menulis lebih dari tiga puluh buku tentang berbagai subjek, termasuk psikologi dan spiritualitas, dalam bentuk catatan perjalanan dan esai budaya.
Kehidupan Awal
Idris Shah lahir di India, dan merupakan keturunan keluarga bangsawan Afghanistan. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Inggris. Tulisan-tulisan awalnya berfokus terutama pada ilmu sihir dan ilmu sihir.
Masa Puncak
Pada tahun 1960, ia mendirikan penerbit dan percetakan sastra Sufi miliknya sendiri, yang memproduksi dan menerjemahkan karya-karya Sufi. Pada tahun 1964, ia tampil dengan sukses dan memenangkan penghargaan internasional. Pada tahun 1965, Shah mendirikan Institut Penelitian Budaya, sebuah lembaga amal pendidikan yang berbasis di London dan didedikasikan untuk mempelajari perilaku dan budaya manusia.
Wafat
Idris Shah meninggal dunia di London pada 23 November 1996 dalam usia 72 tahun.

Adian Husaini, SKH, M.Si., Ph.D. (lahir 17 Desember 1965) adalah seorang cendekiawan Muslim, akademisi, penulis, dan dosen asal Indonesia.Ia menjabat di berbagai organisasi, termasuk Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Sekretaris Jenderal Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina - Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI), Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan anggota Majelis Tabligh Muhammadiyah.

Riwayat Hidup
Adian memperoleh pendidikan Islam di Madrasah Diniyah Nurul Ulum, Mbaru, Padangan Bojonegoro, dalam asuhan KH Ahmad Bisri Mbaru, dari tahun 1971 hingga 1977, Pondok Pesantren Ar Rasyid Kendal Bojonegoro dari tahun 1981 hingga 1984, Pondok Pesantren Ulil Albab Bogor dari tahun 1988 hingga 1989, Lembaga Pendidikan Bahasa Arab, dan LIPIA Jakarta pada tahun 1988.

Gelar sarjana kedokteran hewan diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB), sedangkan magister hubungan internasional diperoleh dari Program Pascasarjana Hubungan Internasional Universitas Jayabaya Jakarta, dengan tesis berjudul "Pragmatisme Kebijakan Luar Negeri Israel". Ia meraih gelar doktor di Institut Pemikiran Islam dan Peradaban-Universitas Islam Internasional Malaysia (ISTAC-IIUM) di bidang pemikiran dan peradaban Islam.

Karier ilmiah
Adian bekerja sebagai peneliti di Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Jakarta dan Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), dan staf di Pusat Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (PKTTI-UI) Jakarta.

Ia juga pernah menjadi jurnalis Harian Buana Jakarta, Harian Republika Jakarta, dan analis berita di Radio Muslim FM Jakarta, serta dosen Jurnalistik dan Pendidikan Islam di Universitas Ibnu Khaldun Bogor dan Pesantren Tinggi (Ma'had 'Aly) Husnayain Jakarta.

Ia menulis banyak buku, dengan sebagian besar karyanya merupakan kritik terhadap anggapan kebangkitan gerakan Islam liberal, khususnya di Indonesia. Bukunya Pluralisme Agama: Haram menantang kritik liberal dan progresif terhadap fatwa oleh Majelis Ulama Indonesia tahun 2005 yang menargetkan pluralisme agama. Dalam tulisannya, ia menganggap pluralisme agama sebagai ideologi yang menganggap semua agama itu benar, sehingga merongrong legitimasi Islam. Bukunya Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi terpilih sebagai buku terbaik ke-2 Islamic Book Fair Jakarta tahun 2007. Pada forum yang sama setahun sebelumnya, bukunya berjudul Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal menjadi buku non-fiksi terbaik.

Adian Husaini

Seyyed Muhammad Hussein Tabataba'i (1281-1360), dikenal sebagai Allama Tabataba'i, seorang ahli hukum, mistikus, filsuf, komentator besar dan terkenal di era kontemporer, penulis Tafsir al-Mizan, Bidayat al-Hikmah dan Nihayat al-Hikmah, serta Prinsip-prinsip Filsafat dan Metode Realisme.

Riwayat keluarga:

Para leluhur Allamah Thabathabai merupakan anak keturunan Imam Hasan Mujtaba as .Ibrahim bin Ismail Dibaj hingga 14 generasi dibelakangnya adalah para ulama dan ilmuan. Nenek moyangnya dari jalur ibu berasal dari anak-anak keturunan Imam Husain as. Ibu Sayid Muhammad Husain meninggal pada saat ia berusia 5 tahun dan pada usia 9 tahun ayahnya juga meninggal. Saudaranya yang lebih muda adalah Sayid Muhammad Hasan terkenal dengan Sayid Muhammad Hasan Ilahi. Istri Allamah, Qamar Sadat Mahdawi, merupakan keluarga Sadat Thabathabai. Tiga putra pertama Allamah bersama Qamar Sadat meninggal di Najaf. Putra-putri selanjutnya, seorang laki-laki diberi nama Abdul Baqi sesuai dengan saran sang guru, Qadhi Thabathabai. Sayid Abdul Baqi dan Najmah Sadat adalah putra-putri Allamah Thabathabai dan Qamar Sadat Mahdawi. Pada tahun 1965 M, istri pertama Allamah meninggal dunia dan setelah beberapa lama, Allamah menikah dengan Manshurah Ruzbeh.

Pendidikan:

Setelah menyelesaikan pelajarannya di madrasah Thalibiyah, Tabriz, bersama saudaranya pergi ke Najaf dan di sana selama 10 tahun belajar menimba ilmu-ilmu agama (1925 sampai 1935 M). Pada tahun 1935 M kembali ke Tabriz dan sampai tahun 1946 M ia menetap di sana dan tidak mempunyai kelas khusus akan tetapi ia sibuk melakukan penulisan dan penelitian. Ia pergi ke Qum pada tahun 1946 M dan menetap di sana hingga akhir hayatnya dan sibuk melakukan pengajaran, penulisan dan penelitian.

Guru-guru:

Ayatullah Sayid Ali Qadhi Thabathabai, Sayid Abul Hasan Isfahani, Sayid Husain Badkubehi, Sayid Abul Qasim Khansari Riyadhi, Muhammad Husain Gharawi Isfahani, Mirza Husain Naini, Murtadha Thaliqani, Hujjat Kuhkamari.

Mahasiswa

Tabatabai mendidik banyak mahasiswa, termasuk Morteza Motahari, Seyyed Mohammad Hosseini Beheshti, Mohammad Taqi
Mesbah Yazdi, Hassan Hassanzadeh Amoli, Abdullah Javadi Amoli, dan Nasser Makarem Shirazi. Ia mengadakan pertemuan ilmiah dengan Henri Corbin, seorang filsuf Prancis dan cendekiawan Syiah, yang membuka jalan bagi masuknya Syiah ke Eropa.

Wafat
Ia bergegas menemui Allah pada hari Minggu, 14 Aban 1360 (18 Muharram 1402 H), dan keesokan harinya, jenazahnya diantar dari Masjid Imam Hassan Askari ke makam Hazrat Masoumeh. Ayatollah Sayyid Mohammad Reza Golpayegani mendoakan jenazahnya dan ia dimakamkan di Masjid Balaser di makam Hazrat Masoumeh (saw).

Karya
Al-Mizan dalam Tafsir Al-Qur'an;
Sunan Nabi;
Prinsip-prinsip Filsafat dan Metode Realisme;
Pesan-pesan Tauhid;
Akhir Kebijaksanaan;
Awal Kebijaksanaan;
Syiah dalam Islam;
Al-Qur'an dalam Islam;
Wahyu atau Perasaan Misterius;
Pemerintahan dalam Islam;
Mukjizat;
Ali dan Filsafat Ilahi;
Catatan tentang Kitab Kecukupan Dasar-dasar;
Catatan tentang Kitab Kebijaksanaan Transendental dalam Empat Perjalanan Intelektual;
Komentar tentang Jilid Pertama hingga Keenam Bahar al-Anwar; dan...

Muhammad Husain Thabathabai

Morteza Mutahari (1919-1979), yang dikenal sebagai Martir Mutahari dan Profesor Mutahari, adalah seorang ulama Syiah, profesor filsafat dan teologi Islam di berbagai seminar dan universitas, serta salah satu pemimpin intelektual Revolusi Islam Iran.
Mutahari adalah murid Allameh Tabataba'i, Imam Khomeini, dan Ayatollah Boroujerdi. Sebelum Revolusi Islam, beliau membela pemikiran Islam dengan menentang aliran sosialis dan liberal serta gagasan-gagasan eklektik. Pemikiran dan teorinya telah diterbitkan dalam bentuk kumpulan karya. Beberapa karyanya, seperti kisah Rastan dan sistem hak-hak perempuan dalam Islam, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Pemutakhiran konsep-konsep Islam dan penjelasan pemikiran-pemikiran Islam merupakan salah satu ciri khas karyanya.
Mutahari adalah salah satu pendiri Irsyad Hosseiniyeh dan setelah Revolusi Islam, beliau memimpin Dewan Revolusi hingga wafatnya. Ia dibunuh pada 1 Mei 1979 oleh kelompok Furqan. Peringatan kesyahidannya diperingati sebagai Hari Guru di Iran.
Kelahiran
Ia lahir pada 13 Bahman 1298/12 Jumadil Awal 1338 H, di Fariman, sebuah provinsi di Masyhad. Ayahnya, Mohammad Hossein Mutahari, adalah murid Akhund Khorasani, seorang ulama terkemuka dan dihormati oleh masyarakat Fariman.
Pendidikan dan Pengajaran
Pada 1311, Mutahari mulai belajar di Madrasah Al-Masyhad. Pada 1316, ia pergi ke Qom dan menghabiskan sekitar 15 tahun berdebat dengan Hossein Ali Montazeri. Mutahari mengikuti pelajaran dari para guru besar seperti Ayatollah Boroujerdi, Imam Khomeini, dan Allameh Tabataba'i. Seyyed Mohammad Hojjat Kohkamari, Seyyed Mohammad Mohaqiq Damad, Seyyed Ahmad Khansari, Mirza Ali Agha Shirazi, dan Seyyed Mohammad Hosseini Beheshti adalah beberapa guru dan tokoh lain yang memengaruhinya.
Mengajar di Qom dan Teheran
Pada tahun 1331, Mutahari pergi ke Teheran dan mengajar di madrasah Sepahsalar dan Marvi. Pada tahun 1955, ia mulai mengajar di Fakultas Teologi Universitas Teheran. Menurut beberapa peneliti, aktivitas utamanya di universitas tersebut adalah konfrontasi intelektual dengan aliran sosialis, liberal, dan eklektik.
Pensiun paksa dari universitas
Dikatakan bahwa pada tahun 1976, setelah 20 tahun mengajar, ia dipaksa pensiun dari universitas karena penentangannya terhadap seorang profesor komunis. Atas saran Imam Khomeini, Mutahari pergi ke Seminari Qom dua hari seminggu untuk mengajar. Aktivitas sosial dan politik
Morteza Mutahari dikenal sebagai tokoh budaya dan intelektual yang memiliki landasan filosofis dan yurisprudensial. Pada saat yang sama, beliau aktif dalam perjuangan revolusioner pada tahun-tahun menjelang Revolusi Islam Iran dan ditangkap dalam pemberontakan Khordad 15, 1963. Mutahari ditunjuk oleh Imam Khomeini untuk memimpin Komite Koalisi Islam.
Setelah Imam Khomeini diasingkan ke Turki, Mutahari terus berjuang melawan rezim Pahlavi dengan berpidato di masjid-masjid dan asosiasi-asosiasi Islam, dan karena alasan ini, pada tahun 1974, beliau dilarang dari mimbar.
Beliau adalah salah satu pendiri Masyarakat Ulama Pejuang Teheran, dan di antara tindakannya adalah proyek ideologi Islam, pengorganisasian, dan penghubungan komunitas intelektual dan ulama pejuang.
Pada tahun 1977, Mutahari memainkan peran penting dalam menyelenggarakan peringatan 40 tahun Sayyid Mustafa Khomeini. Setelah Imam Khomeini dipindahkan ke Paris, beliau menemui Imam Khomeini dan diberi tanggung jawab untuk membentuk Dewan Revolusi. Sekembalinya Imam Khomeini ke Iran pada tahun 1978, Mutahari memimpin panitia penyambutan dan menyampaikan pidato singkat sebelum pidato Imam Khomeini di Behesht Zahra.

Pendirian Irsyad Hosseiniyeh

Pada tahun 1977, Mutahari mendirikan Irsyad Hosseiniyeh bersama sekelompok orang yang sepaham dengannya, dan ditangkap oleh SAVAK karena bekerja sama dengannya.

Kegiatan Keagamaan dan Sosial
Morteza Motahari bermigrasi dari Qom ke Teheran pada tahun 1952 dan mengajar di Sekolah Sepahsalar (sekarang Universitas Shahid Motahari) dan Sekolah Marvi. Ia menerbitkan karya pertamanya, tafsir buku Prinsip-Prinsip Filsafat dan Metode Realisme (ditulis oleh gurunya, Seyyed Mohammad Hossein Tabatabaei), pada tahun 1953, dan sejak tahun 1955 ia mulai mengajar di Fakultas Teologi dan Studi Islam Universitas Teheran. Selama tahun-tahun tersebut, Motahari bergabung dengan kelompok Fedayeen Islam.
Pada tanggal 15 Juni 1963, menyusul protes publik terhadap monarki Pahlavi yang telah menangkap Ayatollah Khomeini, Motahari dipenjarakan bersama sejumlah ulama lainnya dan dibebaskan setelah 43 hari. Setelah pemberontakan 15 Juni, ia mulai bekerja sama dengan perkumpulan koalisi Islam. Pada tahun 1965, ia menerima penghargaan UNESCO atas penerbitan dua jilid buku Dastan Rastan.

Kesyahidan

Morteza Mutahari dibunuh dan disyahidkan oleh anggota kelompok Furqan pada malam 11 Mei 1979, saat kembali dari sebuah pertemuan di rumah Dr. Sahabi.

Karya dan Komposisi
Profesor Mutahari telah menulis banyak karya. Karya-karyanya yang telah diterbitkan lebih dari 50 buku, beberapa di antaranya yang terpenting adalah:

Pengantar Pandangan Dunia Islam;
Keakraban dengan Al-Qur'an;
Islam dan Tuntutan Zaman;
Manusia Sempurna;
Tentang Revolusi Islam;
Tentang Republik Islam;
Pendidikan dan Pelatihan dalam Islam;
Tauhid;
Kenabian;
Kebangkitan;
Epos Husaini;
Pengabdian Timbal Balik Islam dan Iran;
Keadilan Ilahi;
Kisah Kebenaran;
Perjalanan dalam Nahjul-Balaghah;
Perjalanan dalam Kehidupan Nabi;
Perjalanan dalam Kehidupan Para Imam Suci (saw);
Penjelasan Terperinci tentang Manzum;
Penyebab Kecenderungan Materialistis;
Fitrat;
Filsafat Etika;
Filsafat Sejarah;
Wacana Spiritual;
Isu Hijab;
Sistem Hak-Hak Perempuan dalam Islam;
Pemberontakan dan Revolusi Mahdi (saw);

&nbsp;

Murtadha Muthahhari

Seyyed Hossein Nasr (lahir 1933), Guru Besar Filsafat dan Sejarah Sains, Fakultas Sastra dan Humaniora, Dekan Fakultas Sastra dan Humaniora, Kepala Perpustakaan Sastra dan Humaniora, Kepala Program Doktoral untuk Mahasiswa Fakultas Sastra dan Humaniora, Ketua Dewan Tertinggi Perpustakaan Pusat dan Pusat Dokumentasi, Ketua Pertama Dewan Direksi Institut Kebudayaan Daerah, Anggota Dewan Tertinggi Kebudayaan sejak berdirinya, Anggota Asosiasi Filsafat dan Humaniora Iran, Guru Besar Studi Islam di Universitas George Washington
Kelahiran
Ia lahir pada 18 Farvardin 1933 dari keluarga pejabat di Teheran. Ayahnya, Dr. Seyyed Valiollah Nasr, adalah seorang dokter ternama, peneliti sastra, anggota parlemen, Menteri Kebudayaan, dan Dekan Fakultas Sastra di Universitas Teheran. Ibunya, Zia Ashraf Nasr (Kia), adalah cucu dari Sheikh Fazlollah Nouri, seorang ulama anti-konstitusional yang terkenal. Keluarganya, yang merupakan keluarga cendekiawan, memiliki perpustakaan besar yang berisi ribuan jilid karya-karya penting dalam bahasa Persia, Arab, Prancis, dan Inggris.
Pendidikan
Ia menempuh pendidikan dasar bersama keluarganya dan di Jamshid Jam, Firuzkohi, Firuz Bahram, dan SMA Sharaf. Pada usia tiga tahun, ia mulai belajar membaca dan menulis, serta menghafal puisi-puisi karya penyair seperti Ferdowsi, Nezami, Saadi, Hafez, dan Rumi. Semasa kecil, ia menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan di rumah ayahnya dengan tamu-tamu politik dan ilmiah terkemuka, mendengarkan pidato dan diskusi mereka, dan terkadang setelah pertemuan-pertemuan tersebut, ia akan membahas beberapa topik teologis dan filosofis yang diangkat bersama ayahnya selama berjam-jam. Setelah menyelesaikan paruh pertama pendidikan menengahnya di Iran, Nasr pergi ke Amerika Serikat, tempat ia menerima gelar sarjana fisika dari Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1954. Ia kemudian melanjutkan ke Universitas Harvard, tempat ia menerima gelar master dalam bidang geologi dan geofisika pada tahun 1956 dan gelar doktor dalam bidang filsafat dan sejarah sains pada tahun 1958. Ia kemudian kembali ke Iran dan bekerja sebagai profesor madya sejarah sains dan filsafat. Setelah kembali ke Iran pada tahun 1958, ia kembali menghadiri pertemuan para profesor filsafat dan mistisisme Islam selama 20 tahun, yang diadakan tiga hari seminggu di Sekolah Sepahsalar di Teheran dan juga di rumah-rumah pribadi di Teheran, Qom, dan Qazvin. Di antara guru-guru ini adalah: Seyyed Muhammad Kazim Assar, Seyyed Muhammad Hussein Tabataba'i, dan Seyyed Abul Hasan Rafi'i Qazvini. Ia belajar dengan Assar tafsir Manzuma karya Sabzevari dan teks mistik Isha'at al-Lama'at Jami, dan dengan Tabataba'i ia mempelajari Asfar karya Mulla Sadra, Divan karya Hafez, dan diskusi-diskusi filsafat perbandingan, diskusi tentang kitab Sir Akbar, terjemahan Upanishad ke dalam bahasa Persia, koreksi Na'ini dan Tara Chand, serta penafsiran Injil dari perspektif Islam. Ia juga merupakan salah satu penerjemah materi mereka dalam diskusi ilmiah Tabataba'i dan Henry Corbin. Nasr mengikuti pelajaran Asfar Qazvini selama 5 tahun dan menganggapnya sebagai guru Asfar terbaik dan paling terkemuka. Ia juga membaca beberapa teks mistik seperti Al-Insan Al-Kamil karya Abdul Karim Jili dan Al-Haqayat Allahi Khas dan Aam karya Elahi Qomshe'i dari Elahi Qomshe'i, serta mempelajari Asharat Ibnu Sina dan Sharh Asharat karya Khwaja Nasir dari Javad Mosleh.
Nasr segera meraih kesuksesan akademis berturut-turut: ia menjadi profesor universitas, wakil dan dekan Fakultas Sastra dan Humaniora di Universitas Teheran (1968-1972), dan presiden Universitas Industri Sharif (1972-1974).
Selain menjadi profesor tamu di Universitas Harvard, Temple, Utah, dan Princeton, Nasr adalah Profesor Studi Islam Aga Khan pertama di Universitas Amerika di Beirut pada tahun akademik 1965-1979. Pada saat yang sama, di samping semua jabatan akademisnya, ia juga memegang posisi-posisi berikut: anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Iran, anggota Dewan Nasional Pendidikan Tinggi Iran, dan pendiri sekaligus sekretaris jenderal pertama Asosiasi Filsafat Iran (1978-1989).
Perlu dicatat bahwa Nasr memiliki pengaruh khusus terhadap pemikiran filsafat Barat, terutama setelah revolusi. Selama bertahun-tahun, ia telah menjadi kritikus serius terhadap "sejarah penulis filsafat Islam" Barat yang menganggap filsafat di dunia Islam berakhir dengan Ibnu Rusyd. Ia secara khusus berupaya keras untuk memperkenalkan Mulla Sadra kepada orang Barat. Setelah revolusi, ia mencurahkan upayanya untuk pemikiran-pemikirannya sebelumnya, dan terutama dalam bukunya The Young Muslim and the Modern World, ia mencoba menjelaskan pemikiran-pemikiran tersebut pada tingkat yang ramah bagi kaum muda di dunia Islam.
Nasr saat ini adalah profesor studi Islam di Universitas George Washington. Sebagai profesor universitas dan anggota aktif komunitas filsafat, politik, dan agama Iran sejak tahun 1950-an dan seterusnya, Nasr meninggalkan kesan abadi pada perdebatan filsafat di Iran modern. Namun, pengaruh filsafat Nasr tidak terbatas pada Iran. Sebagai penulis sekitar 50 buku dan 400 artikel dalam bahasa Persia, Inggris, Prancis, dan Arab, ia telah memantapkan dirinya sebagai perwakilan paling terkemuka dari mazhab pemikiran Islam tradisional di kalangan akademisi di seluruh dunia. Karya-karya Nasr sangat luas dan beragam. Mengenai motivasi dan tujuannya menulis begitu banyak karya di berbagai bidang, perlu disebutkan bahwa: Asal-usul emosional-intelektual Nasr di masa kecil adalah kecenderungan mistik ayah dan leluhurnya. Sebuah perubahan besar terjadi dalam hidupnya di usia muda, yang menyebabkannya menjauh dari sains modern dan, sebagai akibat dari perkenalannya dengan mazhab tradisionalisme, beralih ke ajaran-ajaran tradisional. Sejak saat itu, ia telah dengan jelas dan berulang kali mengungkapkan keterikatan dan keyakinannya pada kedua aliran pemikiran ini dalam sebagian besar karyanya.
Karya:
Muslim Muda dan Dunia Modern;
Pengetahuan dan Sebab Suci;
Islam dan Kesulitan Manusia Modern;
Sejarah Filsafat Islam (bersama Henry Corbin);
Tiga Orang Bijak Muslim (Avicenna, Ibnu Arabi, dan Suhrawardi);
Ajaran-Ajaran Sufi dari Masa Lalu hingga Kini;
Jantung Islam (ditulis setelah Insiden September);
Daftar Pustaka Eksternal;
Cita-Cita dan Realitas Islam;
Seni dan Spiritualitas Islam;
Jalaluddin Rumi, Shaa.

wikinoor.ir

Hossein Nasr

Derzeit sind keine Informationen zur Biografie und Vorstellung dieser Person verfügbar. Unsere Kollegen im Inhaltsbereich werden diese prüfen und in diesem Bereich vorstellen. Angesichts der großen Anzahl von Autoren, Wissenschaftlern und Übersetzern auf dieser Website ist die Eingabe und Prüfung aller Informationen zeitaufwändig. Wenn Website-Benutzer über die Seite „Kontakt“ eine Vorstellung der betreffenden Person anfordern, wird der Inhalt vorrangig behandelt. Wenn Sie als geschätzter Benutzer der Website „islamic-sources“ den betreffenden Autor, Übersetzer, Wissenschaftler oder Herausgeber kennen und einen Artikel über die Vorstellung dieser Person (Biografie, Schriften, Übersetzungen usw.) schreiben möchten, um andere zum Lesen der Bücher dieser Person zu ermutigen, können Sie Ihre gewünschten Inhalte und Informationen hierzu über die Seite „Kontakt“ senden.

Penulis tidak diketahui

Saat ini, informasi mengenai biografi dan perkenalan orang ini belum tersedia. Rekan-rekan kami di bagian konten akan mengulas dan memperkenalkan mereka di bagian ini. Mengingat banyaknya penulis, peneliti, dan penerjemah di situs ini, memasukkan informasi dan meninjau semuanya akan menjadi tugas yang memakan waktu; oleh karena itu, jika pengguna situs meminta untuk memperkenalkan orang tersebut melalui halaman "Hubungi Kami", kontennya akan diprioritaskan. Selain itu, jika Anda, pengguna situs islamic-sources yang terhormat, mengenal penulis, penerjemah, peneliti, atau editor tersebut dan ingin menulis artikel tentang perkenalan orang tersebut (biografi, tulisan, terjemahan, dll.), untuk mendorong dan mengajak orang lain membaca buku-buku orang ini, Anda dapat mengirimkan konten dan informasi yang Anda inginkan melalui halaman "Hubungi Kami".

Husein Alkaf

Sayyid Hasan Shadr (1272 H–1354 H), dikenal juga dengan sebutan al-Muḥaddits al-Kāẓimī, adalah seorang faqih (ahli fikih), uṣūlī (ahli prinsip hukum Islam), mufassir (ahli tafsir), ahli rijal (biografi perawi), dan muḥaddits (ahli hadis). Ia termasuk di antara marjaʿ (otoritas hukum) besar dalam mazhab Syiah. Salah satu karya terkenalnya adalah Ta’sīs al-Syiʿah.
<h3>Kelahiran</h3>
Ia dilahirkan di kota Kāẓimayn pada tanggal 29 Ramadan tahun 1272 H.
<h3>Keluarga dan Pendidikan Awal</h3>
Sayyid Hasan Shadr tumbuh dalam keluarga yang sederhana namun penuh ketakwaan dan keutamaan. Atas dorongan ayahnya, ia mulai menuntut ilmu sejak usia muda. Ayahnya memilihkan guru-guru terbaik baginya. Sebelum mencapai usia lima belas tahun, ia telah menguasai ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ṣarf (morfologi), naḥwu (tata bahasa), bayān, maʿānī, dan badīʿ. Setelah itu, ia mempelajari logika (manṭiq). Berkat tekad yang kuat, pengawasan ayah, dan kecerdasannya, ia kemudian mendalami fikih dan uṣūl di bawah bimbingan para ulama besar Kāẓimayn, termasuk ayahnya sendiri, hingga mencapai tingkat tinggi dalam usia delapan belas tahun.
<h3>Menetap di Najaf</h3>
Atas perintah ayahnya, Sayyid Hasan Shadr pindah ke Najaf al-Asyraf untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman. Selama tujuh belas tahun, ia menekuni filsafat, teologi (kalām), fikih, uṣūl, dan berbagai cabang ilmu Islam lainnya hingga mencapai derajat ijtihad (kemampuan berfatwa secara mandiri).
<h3>Hijrah ke Samarra</h3>
Ketika Ayatullah Sayyid Muhammad Hasan al-Shirazi berpindah dari Najaf ke Samarra pada tahun 1291 H, banyak muridnya yang ikut serta. Sayyid Hasan Shadr pun berangkat ke Samarra pada tahun 1297 H untuk menimba ilmu dari marjaʿ besar tersebut. Ia tinggal di sana selama tujuh belas tahun. Selain belajar, ia juga mulai mengajar dan dikenal karena kejelasan penyampaiannya. Ayatullah al-Shirazi menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang khusus kepadanya. Dua tahun setelah wafatnya al-Shirazi (1312 H), Sayyid Hasan Shadr bersama sepupunya, Sayyid Ismail Shadr, kembali ke kota kelahirannya, Kāẓimayn (1314 H).
<h3>Kepemimpinan Keagamaan (Marjaʿiyyah)</h3>
Setelah wafatnya Mirza al-Shirazi pada tahun 1312 H, banyak pengikutnya yang meminta Sayyid Hasan Shadr untuk menerbitkan risalah ʿamaliyyah-nya (pedoman praktis hukum Islam). Namun, ia dengan rendah hati menolak dan mengarahkan masyarakat kepada Ayatullah Sayyid Ismail Shadr. Setelah Sayyid Ismail Shadr wafat pada tahun 1338 H, masyarakat kembali memintanya untuk memimpin sebagai marjaʿ, dan kali ini ia menerima. Ia pun menerbitkan Risalah ʿAmaliyyah berjudul Ruʾūs al-Masāʾil al-Muhimmah, serta karya lainnya seperti Najāt al-ʿIbād dan Ḥāsyiah ʿalā al-ʿUrwah al-Wuthqā. Pada usia enam puluh enam tahun, ia resmi memikul tanggung jawab besar sebagai marjaʿ taklid.

Sayyid Hasan Shadr adalah guru dalam bidang fikih, uṣūl, tafsir, hadis, rijal, dan dirayah. Ia menguasai ilmu-ilmu bahasa Arab (ṣarf, naḥwu, maʿānī, badīʿ, bayān, lughah, dan manṭiq), serta mendalam dalam filsafat, kalam, astronomi, matematika, sejarah, geografi, etika, dan ilmu nasab.
<h3>Guru-Gurunya</h3>
Di antara guru-gurunya adalah: Baqir bin Muhammad Hasan Āl Yāsīn, Sayyid Baqir bin al-Ḥaidar, Muhammad bin al-Ḥajj Kāẓim, Mirza Baqir Salmasi, Muhammad Baqir Shaki, Muhammad Taqi Baykani, ʿAbd al-Nabi Nuri Ṭabarsi, Muhammad Taqi Golpaygani, ʿAbd al-Ḥusayn bin Niʿmah al-Ṭuraiḥi, Mirza al-Shirazi, Mulla Ḥusayn Quli Hamadani, dan ʿAbd al-Ḥusayn Hindi.
<h3>Murid-Muridnya</h3>
Di antara murid-muridnya adalah: Muhammad Jawad Balaghi dan Murtadha Āl Yāsīn al-Kāẓimī.
<h3>Wafat</h3>
Beliau wafat pada tanggal 11 Rabiʿ al-Awwal tahun 1354 H di kota Kāẓimayn dan dimakamkan di dekat makam Imam Mūsā bin Jaʿfar (ʿa).
<h3>Karya-Karya</h3>
Beberapa karyanya yang terkenal antara lain:
<ul>
 	<li>Ḥāsyiah ʿalā al-Fuṣūl (Persia).</li>
 	<li>Ḥāsyiah ʿalā al-ʿUrwah al-Wuthqā.</li>
 	<li>Ḥāsyiah ʿalā al-Ghāyah al-Quswā.</li>
 	<li>Ḥāsyiah ʿalā Najāt al-ʿIbād.</li>
 	<li>Ḥāsyiah ʿalā al-Tabṣirah.</li>
 	<li>Sabīl al-Ṣāliḥīn.</li>
 	<li>Iḥyāʾ al-Nufūs bi-Ādāb Ibn Ṭāwūs.</li>
 	<li>Sabīl al-Rasyād fī Syarḥ Najāt al-ʿIbād.</li>
 	<li>Tabyīn Madārik al-Sadād lil-Matin wa al-Ḥawāsyi min Najāt al-ʿIbād.</li>
 	<li>Taḥṣīl al-Furūʿ al-Dīniyyah fī Fiqh al-Imāmiyyah.</li>
 	<li>al-Masāʾil al-Muhimmah.</li>
 	<li>al-Masāʾil al-Nafsiyyah.</li>
 	<li>al-Ghāliyah li-Ahl al-Anẓār al-ʿĀliyah.</li>
 	<li>Tabyīn al-Rasyād fī Lubs al-Sawād ʿalā al-Aʾimmah al-Ajād.</li>
 	<li>Nahj al-Sadād fī Ḥukm Arāḍī al-Sawād.</li>
 	<li>al-Durr al-Naẓīm fī Masʾalat al-Tatmīm.</li>
 	<li>Luzūm Qaḍāʾ Mā Fāt (min al-Ṣawm) fī Sanah al-Fawāt.</li>
 	<li>Tabyīn al-Ibāḥah.
dan karya-karya lainnya.</li>
</ul>

Sayyid Hasan shadr

Ibrahim Amini (1930-2019) adalah seorang mujtahid, perwakilan rakyat Teheran di Majelis Ahli, Wakil Ketua Majelis Ahli saat itu, Kepala Sekretariat Majelis Ahli, anggota Dewan Kebijaksanaan, anggota Ikatan Guru Madrasah Qom, Imam Jumat Qom, dan murid Ayatollah Boroujerdi, Ayatollah Marashi Najafi, Imam Khomeini, dan Allameh Thabathaba'i. Ia adalah seorang pejuang pra-revolusi dan salah satu pendiri Ikatan Guru Madrasah Qom, dan setelah Revolusi Islam, ia memegang berbagai tanggung jawab di Republik Islam Iran. Di antara karyanya adalah buku-buku "Daddgostar Jahan", "Ayin Samardar", dan "Khadsazi".

 Kelahiran
Ayatollah Ebrahim Amini lahir pada tahun 1925 di Najafabad, Isfahan, dari keluarga religius yang tertarik pada Ahl al-Bayt (as). Ayahnya, Hossein, adalah seorang petani dan menghidupi keluarga dengan hasil kebunnya sendiri, sementara ibunya, Jawaher, adalah seorang ibu rumah tangga. Ia kehilangan ayahnya saat berusia lima tahun.
Pendidikan
Ayatollah Amini menyelesaikan studi klasik hingga kelas enam sekolah dasar di sebuah sekolah malam swasta, dan sejak saat itu ia jatuh cinta pada ilmu-ilmu agama. Pada tahun Farvardin 1321, ia datang ke Seminari Qom dan menetap di Sekolah Haji Molla Sadeq. Karena kesulitan keuangan akibat Perang Dunia II, ia tidak dapat tinggal di Qom dan pergi ke Seminari Isfahan untuk melanjutkan studinya, tinggal di sana selama sekitar enam tahun dan menyelesaikan kursus tingkat atasnya. Pada tahun 1326, beliau kembali ke Qom untuk menyelesaikan pendidikan madrasahnya dan mengikuti ekstrakurikuler yurisprudensi dan mata kuliah kaidah-kaidah yang diajarkan oleh para Ayatollah besar seperti Boroujerdi, Imam Khomeini, dan Golpayegani. Beliau juga mengikuti mata kuliah filsafat Allameh Thabathaba'i dan mata kuliah etika Imam Khomeini dan Agha Hossein Qomi. Beliau merupakan salah satu murid istimewa Imam Khomeini dan salah satu penandatangan deklarasi otoritasnya setelah wafatnya Ayatollah Hakim.

Aktivitas Politik, Ilmiah, dan Budaya

Aktivitas politik Ayatollah Amini dimulai pada tahun 1962 dengan partisipasinya dalam pertemuan-pertemuan rahasia yang menjadi inti utama Ikatan Guru Madrasah Qom. Beliau terlibat aktif dalam perjuangan Revolusi Islam dan berperan dalam mempersiapkan deklarasi serta mendorong masyarakat untuk berunjuk rasa. Setelah kemenangan revolusi, atas perintah Imam Khomeini, beliau mengemban berbagai misi di provinsi Hormozgan, Mazandaran (Sahara Turkmenistan), Hamedan, Malayer, dan Nahavand untuk mengorganisir urusan-urusan revolusioner dan menyelesaikan perselisihan lokal. Beliau adalah anggota Dewan Peninjau Konstitusi, perwakilan tiga periode Majelis Ahli Pemimpin dari provinsi Chaharmahal dan Bakhtiari, serta wakil ketua majelis tersebut. Beliau juga merupakan anggota Dewan Pertimbangan Kemanfaatan, Dewan Pembina Universitas Imam Shadiq (as), dan Imam Jumat Qom, di antara tanggung jawab lainnya setelah revolusi. Ayatollah Amini juga aktif di bidang ilmiah dan budaya serta menulis berbagai buku tentang isu-isu moral, pendidikan, doktrinal, dan sosial, beberapa di antaranya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Wafat
Setelah sakit selama beberapa waktu, Ayatollah Ebrahim Amini wafat di Qom pada tanggal 25 Ordibehesht 1399 (30 Syaban 1441 H). Jenazahnya dimakamkan di makam Hazrat Masoumeh (saw).
Karya
Pendidikan Agama
Mengenal Islam
Teologi
Menelaah Isu-isu Umum Imamah
Imamah dan Para Imam (saw)
Pengangkatan dalam Al-Qur'an
Pasangan
Kewajiban Paling Penting yang Terlupakan
Praktik Puasa Kesalehan
Islam dan Pendidikan dan Pelatihan
Keadilan dalam Islam
Disiplin Ekonomi
Jihad dengan Diri Sendiri
Diskusi Moral dan Sosial
Sinar Islam
Pendidikan
Imamah dan Para Imam (saw)
Keadilan Dunia
Semua Orang Harus Tahu
Dan...

Ibrahim Amini

Sayyid Muhammad Hussein Fadlallah (1314-1389 H), salah satu tokoh agama terkemuka di Lebanon, dan salah satu murid Syahid Sadr, mendirikan Partai Dakwah Islam. Guru-gurunya antara lain Ayatollah Hakim, Ayatollah Khoei, Ayatollah Sayyid Mahmoud Shahroudi, Ayatollah Sheikh Hussein Hilli, dan Ayatollah Sayyid Muhammad Rouhani. Karya-karyanya yang terkenal antara lain Wahyu Al-Qur'an.
Kelahiran
Ia lahir di kota Najaf pada tahun 1354 H (1314 H).
Pendidikan
Ayahnya, Sayyid Abdul Rauf Fadlallah, adalah seorang ulama besar yang mempelajari semua mata kuliah dasar dan lanjutan bersama ayahnya. Beliau menyelesaikan perkuliahan di luar ushul dan yurisprudensi dengan guru-guru besar seperti Ayatullah Hakim, Ayatullah Khoei, Ayatullah Sayyid Mahmoud Shahroudi, Ayatullah Sheikh Hussein Hilli, dan Ayatullah Sayyid Muhammad Rouhani.
Selama menuntut ilmu, beliau mengajar kitab Lam'ah, Rasa'il, dan Kifayah. Beliau juga berpartisipasi dalam kegiatan budaya dan sastra di Najaf, dan memiliki tiga koleksi puisi, dua jilid di antaranya telah diterbitkan.
Pada tahun 1965, ketika revolusi di Irak melawan monarki yang dipimpin oleh Abdul Karim Qasim terjadi, Jamaah Ulama di Najaf memulai kegiatannya. Beliau juga bergabung dengan mereka dalam kegiatan politik dan sosial dan aktif dalam peluncuran majalah "Al-Adwa" bersama syahid Sayyid Muhammad Baqir al-Sadr. Pada tahun 1966, atas permintaan sekelompok orang beriman, beliau pergi ke Lebanon sebagai perwakilan Ayatollah Hakim dan Ayatollah Khoei, dan memulai dimensi lain dari kegiatan budaya, sosial, pelayanan, dan politiknya. Gagasan pembentukan pemerintahan Islam merupakan salah satu poros kegiatan budaya, sosial, dan politiknya.
Selama masa ini, beliau sibuk menulis artikel dan buku-buku Islam, dan mendirikan beberapa seminari dan lembaga amal di Lebanon. Beliau mendirikan sebuah sekolah di Lebanon selatan yang disebut "Madras al-Quran al-Karim" untuk mengajarkan tajwid, tajwid, dan hafalan Al-Quran, serta mengajarkan ilmu-ilmu Al-Quran kepada para lulusannya. Sejak awal, beliau bertanggung jawab untuk memimpin salat Jumat di Masjid Imam Reza (saw) di wilayah Bir al-Abdaba. Singkatnya, beliau adalah seorang pemikir dan pemikir, pena dan tulisan, puisi dan sastra, pidato dan orasi, peperangan dan perjuangan, ijtihad dan yurisprudensi, dan seorang sarjana pemikiran modern. Wafat
Sayyid Muhammad Hussein Fadlallah wafat pada 3 Juli 2010 di Lebanon dan dimakamkan di Beirut.
Karya
a) Kajian Al-Qur'an:
Tafsir min wahy al-Qur'an (24 jilid);
Al-Hiwar fi al-Qur'an;
Asloob al-Dawa fi al-Qur'an;
Min irfan al-Qur'an;
Gerakan kenabian dalam menghadapi penyimpangan;
Studi dan penelitian Al-Qur'an.
b) Kitab-kitab fikih:
al-Masal al-Fiqhiyyah;
Al-Fatwa yang jelas;
Fiqh al-Hayya;
Kitab Jihad;
Kitab Nikah;
Undian dan Istikharah;
Elimin, Walahd Wal-Zar;
Sewa-menyewa;
Pesan dalam menyusui;
Fiqh al-Syariah (risalah praktis);
Al-Said dan Penyembelihan;
Alasan ritual;
perusahaan;
Wasiat
Warisan
c) Pemikiran Islam:
Langkah-langkah di jalan Islam;
Qadayana Ali Cahaya Islam;
Islam dan logika kekuasaan;
Gerakan Islam, Hamum dan Qadaya;
Akulah Ajl al-Islam;
Konsep-konsep Islam populer (10 jilid);
Dalam Afaq al-Hawar al-Islami Al-Masih;
Dunia Al-Shabaab;
Dunia perempuan;
Refleksi Islam tentang perempuan;
Pembacaan baru Lafqah al-Murat al-Hawqi;
Kesatuan Islam antara realitas dan teladan;
Isu-isu Islam kontemporer;
Tanya jawab dari hatiku;
Referensi dan pergerakan realitas;
Islam dan Kristen;
Islam dan Palestina;
Islam dan tantangan kontemporer;
Damai dan berkah Allah;
Pidato kaum Muslim dan masa depan;
Dengan kebijaksanaan dalam garis Islam;
Al-Nadawa (20 jilid);
Mimbar dan Altar Jumat;
Salat Jumat, pidato, dan berdiri
Akulah wahyu Asyura;
Hadis Asyura;
Melewati Karbala;
Refleksi tentang cakrawala Imam Musa Al-Kazim, saw;

Muhammad Husain Fadhlullah

Seyyed Ruhollah Mousavi Khomeini (1281-1368), yang dikenal sebagai Imam Khomeini, pemimpin Revolusi Islam dan pendiri Republik Islam Iran, adalah salah satu tokoh Syiah terbesar pada abad ke-14 H.
Kelahiran
Imam Khomeini lahir pada tanggal 20 Jumadil Akhir (hari kelahiran Fatimah Az-Zahra) 1320 H, bertepatan dengan tanggal 1 Mehr 1281 H dan 24 September 1902 M. Kakek buyutnya, Seyyed Heydar Mousavi Ardebili, bermigrasi dari Iran ke Kashmir pada abad ke-8 H bersama ayah mertuanya, Mir Seyyed Ali Hamedani, untuk menyebarkan Islam dan Syiah.
Tokoh Ilmiah dan Budaya
Agha Seyyed Ruhollah, dengan bakatnya yang luar biasa, dengan cepat menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Selain yurisprudensi dan kaidah-kaidah, beliau juga mempelajari filsafat dan tasawuf tingkat tinggi dengan para profesor terkemuka pada masanya (Ayatollah Haji Sayyid Abul-Hasan Rafi'i Qazvini dan Ayatollah Mirza Mohammad Ali Shahabadi) di Qom, dan dalam waktu 6 tahun, beliau mencapai kemajuan pesat dalam ilmu-ilmu tersebut. Pada tahun 1315 H (1355 H), ketika Ayatollah Ha'eri wafat, Haji Agha Ruhollah dianggap sebagai salah satu tokoh ilmiah terkemuka di Madrasah Ibtidaiyah Qom.
Pendidikan Khomeini
Imam Khomeini memulai pendidikannya sejak kecil dan kemudian bersekolah. Setelah menyelesaikan sekolah, beliau melanjutkan ke madrasah-madrasah baru dan setelah lulus, beliau mulai mempelajari ilmu-ilmu Islam dengan paman dan saudara laki-lakinya.
Pendidikan Arak
Pada tahun 1339 H, Imam Khomeini pergi ke Arak untuk menyelesaikan pendidikannya di bawah bimbingan Ayatollah Abdul-Karim Ha'eri Yazdi. Selama periode ini, beliau belajar di bawah bimbingan guru-guru seperti Syekh Mohammad Ali Borujerdi dan Syekh Mohammad Golpayegani.
Pendidikan di Qom
Bersamaan dengan kepergian Ayatollah Haeri ke Qom, Imam juga pergi ke Qom dan menyelesaikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi di pesantren pada usia 25 tahun. Setelah itu, beliau mencapai derajat ijtihad dengan mengikuti pelajaran-pelajaran Ayatollah Haeri. Di antara semua guru Imam, yang paling meresapi jiwanya adalah pelajaran tasawuf teoretis dari mendiang Mohammad Ali Shahabadi. Selama enam tahun, terkadang setiap hari dan terkadang beberapa minggu sekali, beliau pergi kepadanya untuk belajar tasawuf selain yurisprudensi dan filsafat.
Pengajaran
Imam mulai mengajar buku-buku filsafat ketika usianya tidak lebih dari 27 tahun, dan selain filsafat, beliau mengabdikan dirinya untuk mengajar etika. Para agen Reza Syah mendesak penutupan kursus ini, tetapi mereka tidak dapat melakukannya karena perlawanan Imam. Namun, mereka terpaksa memindahkan kursus etika dari Sekolah Faiziyah ke Sekolah Haji Mulla Shadiq di daerah terpencil di kota tersebut. Selain itu, mereka juga mengajarkan fikih dan prinsip-prinsip. Mereka mulai mengajarkan ilmu-ilmu fikih dan prinsip-prinsip pada tahun 1325 H, bersamaan dengan kedatangan Ayatollah Boroujerdi di Qom. Di pengasingan di kota Najaf, mereka juga mulai mengajarkan kursus tersebut atas desakan para siswa, dan pada bulan Februari 1348, mereka mempresentasikan kursus Perwalian Fikih dalam 13 sesi.
Karya
Karier kepenulisan Imam dimulai dengan isu-isu intelektual dan berlanjut di bidang etika, fikih, dan prinsip-prinsip. Pada usia sekitar 27 tahun, beliau menulis kitab Misbah-ul-Hidayah, yang telah dikomentari oleh beberapa ulama besar kontemporer. Pada usia 29 tahun, beliau menulis tafsir doa-doa bulan Ramadan, dan kemudian kitab Hadits Arbain. Selain itu, beliau juga telah menulis 21 judul buku lainnya, beberapa di antaranya adalah:
Pelajaran Tafsir Surah Hamad, Jihad Akbar atau Perjuangan Diri, Akhlak, dan Sufistik (ensiklopedia, jilid 50);
Lampu Penuntun Khilafah dan Negara;
Uraian Salat Subuh;
Uraian Hadits Arbain;
Margin Ayat-ayat Al-Hakm Qaysari dan Misbah Al-Anas;
Margin Miftah al-Gheeb;
Asrar al-Salwa atau Meraj al-Salakin;
Risalah tentang Permintaan dan Kehendak;
Margin Risalah Hadits Ras al-Jalot, Qazi Saeed, dan Tafsir Hadits Independen;
Mengungkap Rahasia; Deskripsi hadis prajurit akal dan jahiliah;
Ritual doa;
pesan;
Buku penjualan;
Kitab Pemurnian;
Anwar al-Hidaya fi al-Talaqeeh ali al-Aqiq;
Metode akses terhadap pengetahuan Islam;
Pesan dalam Ijtihad dan Peniruan;
Zubdah al-Ahkam;
Al-Makasib Al-Muhrmah;
Tahrir Al-Wasilah;
Jihad Al-Nafs atau Jihad Al-Akbar;
Pemerintahan Islam atau Wilayat Al-Faqih;
Tafsir Surat Hamd;
Ritual Haji;
Lahamat Al-Usul;
Diwan Al-Ishaar.
Kehidupan Politik dan Sosial
Pada tanggal 15 Mei 1944, dalam situasi yang bergejolak dan suasana relatif bebas pasca Reza Pahlavi, Imam menyampaikan khutbah kepada bangsa tentang pemberontakan di jalan Allah dan menyebutnya sebagai satu-satunya jalan untuk mereformasi dua dunia. Pada tahun yang sama, menanggapi keraguan terhadap kitab Asrar Al-Hasalat, beliau menyerang Reza Khan dan mengemukakan gagasan tentang pemerintahan Islam serta perlunya pemberontakan untuk membentuknya. Selama masa kepemimpinan Ayatollah Borujerdi, Imam menjadi anggota komite reformis atas namanya, yang bertugas mereformasi pesantren dan menyebabkan perubahan di dalamnya. Beliau dimintai pendapat oleh Ayatollah mengenai berbagai isu, terutama isu-isu yang berkaitan dengan pemerintahan. Suatu ketika pada tahun 1949, beliau menghadap Syah atas nama Ayatollah Borujerdi untuk mencegah eksekusi beberapa orang. Pada bulan Oktober 1962, Rancangan Undang-Undang Asosiasi Negara Bagian dan Provinsi disetujui oleh pemerintah. Rancangan Undang-Undang ini menghapus tiga syarat, yaitu beragama Islam, bersumpah di atas Firman Allah yang Agung, dan berjenis kelamin laki-laki bagi para pemilih dan pejabat terpilih, untuk membuka jalan bagi kehadiran Baha'i. Imam menulis dalam telegram kepada Alam: "Sekali lagi saya menasihati Anda untuk tunduk kepada Allah SWT dan Konstitusi, serta takut akan konsekuensi berat dari pelanggaran Al-Qur'an, putusan para ulama dan pemimpin Muslim, serta pelanggaran hukum; dan janganlah membahayakan negara tanpa alasan; jika tidak, para ulama Islam tidak akan segan-segan mengungkapkan pendapat mereka tentang Anda." Pesan tegas Imam tak tertandingi dalam situasi saat itu.

Pemberontakan Khordad ke-15
Tak lama setelah kegagalan asosiasi provinsi dan provinsi, Syah mengumumkan referendum mengenai rencana bertajuk "Revolusi Putih". Dalam pernyataan tegas empat hari sebelum referendum, Imam menganggap rencana tersebut bertentangan dengan Islam dan konstitusi.
Di Farvardin tahun 1963, setelah para agen menyerang Feiziyeh, Imam mengeluhkan dalam pidatonya tentang diamnya para tetua: "Hari ini, diam adalah keterlibatan dengan rezim tiran." Keesokan harinya, beliau menerbitkan pernyataan dan secara eksplisit menyerukan para ulama untuk meninggalkan taqiyyah, menambahkan: "Aku kini telah mempersiapkan hatiku untuk bayonet para agen kalian."
Dalam situasi di mana SAVAK telah mengambil janji dari para pembicara untuk tidak menyerang Syah dan Israel, Imam mengkritik keras Syah dan campur tangan Israel dalam pidatonya pada Asyura tahun 1963. Pada malam yang sama, Imam ditangkap dan dikirim dari Qom ke Teheran. Dengan pemberontakan rakyat Teheran dan Varamin serta tekanan dari para ulama, pemerintah terpaksa membebaskannya.
Protes terhadap kapitulasi dan pengasingan ke Turki
Pada 11 Oktober 1964, RUU kapitulasi disahkan di parlemen. Ketika berita itu sampai kepada Imam, beliau mengeluarkan pesan peringatan. Pada 3 November 1965, Imam ditangkap dengan penundaan beberapa hari karena penyelenggaraan pemilihan presiden AS dan diasingkan ke Turki. Imam Khomeini tinggal di Turki selama sebelas bulan.
Tahun-tahun Najaf
Imam dan putranya diasingkan ke Najaf pada Oktober 1965. Pemerintah bermaksud agar Imam diasingkan di pesantren Najaf dan dalam suasana yang jauh dari politik. Meskipun Imam menghabiskan tiga jam setiap hari untuk mengunjungi dan berdoa di makam tersebut selama tinggal di Najaf, kegiatannya dalam gerakan tersebut tidak berhenti. Empat hari setelah tiba di Najaf, Imam bertemu dengan Ayatollah Sayyid Mohsen Hakim dan mengajaknya untuk memberontak. Pada April 1967, mereka menulis surat bernada keras kepada Hoveida sebagai protes terhadap rancangan undang-undang yang memuat hukum-hukum anti-Islam.
Kebangkitan Gerakan
Pada 1 November 1977, berita kematian Sayyid Mustafa, putra Imam, yang tidak memiliki riwayat penyakit, datang sebagai kejutan. Dokter mengatakan bahwa ia telah diracuni, Imam tidak mengizinkan otopsi, dan dalam sebuah pesan, ia menggambarkan kondisi negara itu bahkan lebih buruk. Nada pesan Imam membuat Shah marah, dan ia memerintahkan sebuah artikel di surat kabar Etelaat untuk menyerang Imam. Sebagai protes terhadap keberanian Imam, rakyat memberontak di Qom, yang ditanggapi dengan penindasan. Kota-kota di Iran bergejolak pada peringatan empat puluh tahun para syuhada kota-kota sebelumnya, dan Imam akan mengirimkan pesan untuk setiap peristiwa ini. Revolusi
Ketika aktivitas Imam mencapai puncaknya, agen-agen pemerintah Irak mengepung rumah Imam dan memutus akses ke sana. Tekanan semakin meningkat, mereka memutuskan untuk pergi ke Suriah. Hal ini tidak memungkinkan, sehingga mereka pergi ke Paris, di mana mereka memberikan wawancara kepada media massa dan menjelaskan alasan serta program Revolusi Islam.
Setelah bertahun-tahun meninggalkan tanah airnya, Imam akhirnya tiba di Iran pada 12 Bahman 1357 dan pada 15 Bahman menunjuk Bazargan sebagai Perdana Menteri Pemerintahan Sementara dan bertugas membentuk kabinet. Ia mengeluarkan pengumuman mengenai darurat militer pada 21 Bahman, menyebutnya sebagai hoaks dan meminta rakyat untuk mengabaikannya, dengan mengatakan bahwa tindakan ini telah membuahkan hasil gerakan dan kemenangan Revolusi Islam.
Pada 10 Isfand, mereka meninggalkan Teheran menuju Qom untuk menetap di sana, tempat orang-orang datang dari jauh untuk menyambut mereka. Sejak awal, mereka bersikeras mengadakan referendum, dan akhirnya, pada 10 Farvidin 1358, rakyat dengan suara mayoritas mendukung Republik Islam.

Pada 19 Dey, mereka menulis surat wasiat baru dan menunjuk Tuan Montazeri dan Tuan Pasandideh sebagai pelaksana wasiat. Beberapa hari kemudian, mereka dipindahkan ke rumah sakit di Teheran karena masalah jantung. Dokter menyarankan operasi, tetapi Imam menolak dan setuju untuk minum obat secara teratur. Setelah dua bulan, Imam pulih dan dokter tidak menganggapnya perlu untuk tinggal di Qom lagi. Dokter menekankan bahwa Imam harus dibangunkan rumah di dekat Rumah Sakit Jantung. Selain itu, menurut diagnosis dokter, beliau harus tinggal di utara Teheran, yang memiliki cuaca yang mendukung.

Pada Farvidin 1365, jantung Imam berhenti sejenak. Upaya dokter mungkin tidak berhasil, tetapi tiba-tiba jantungnya kembali berdetak pada kejutan terakhir.

Wafat
Hazrat Imam Khomeini menjalani perawatan medis pada hari kedua Khurdad setelah mengalami masalah pencernaan pada tanggal 18 Mei 1368. Setelah mengalami masalah serius yang muncul pada pukul 15.00 tanggal 13 Khurdad selama perjalanan penyakitnya, pada Sabtu malam, pukul 22.20 tanggal 13 Khurdad 1368 tahun masehi (3 Juni 1989 M), bertepatan dengan 24 Syawal 1409 H, dalam usia 87 tahun, ruh beliau meninggalkan dunia ini dan bergabung dengan Kerajaan Tertinggi.

Ruhollah Mousavi Khomeini(Imam Khomeini)

Seyyed Kamal Faqih Imani (1313-1400 H) adalah salah satu mujahid dan ulama dari Isfahan, sekaligus salah satu murid Imam Khomeini. Beliau telah menjadi sumber berbagai jasa dan karya besar di bidang pembangunan, sosial, budaya, dan medis. Atas permintaan Imam Khomeini, Ayatollah Faqih Imani adalah penulis tafsir Al-Qur'an pertama dalam bahasa Inggris dan Rusia, berjudul "Noor al-Qur'an fi tafsir al-Qur'an".

Riwayat Keluarga:

Sayyid Kamal Faqih Imani lahir dalam keluarga yang agamis di lingkungan Imamzadeh Ismail di Isfahan. Ayahnya, Ayatollah Haj Sayyid Mustafa Faqih Imani, dan kakeknya, Ayatullah Haj Kadzim, adalah ulama besar Isfahan.

Pendidikan dan Keilmuan:

Sayyid Kamal Faqih Imani berusia lima belas tahun ketika ia memasuki sekolah Jeddah di Isfahan ; Sebuah sekolah yang menjadi tempat belajar dan mengajar banyak penatua dan pemberita. Mempelajari kitab Almuqaddimat secara Komprehensif dengan Sheikh Mohammad Najaf Abadi dan melanjutkan di bawah bimbingan Ayatullah Adib.

Sayyid Kamal menghabiskan beberapa tahun pertamanya dengan kakak laki-lakinya di sekolah Dar al-Shifa, dan kemudian pergi ke sekolah Faizieh, di mana ia tinggal sekamar dengan ulama-ulama hebat seperti Ahmadi Golpayegani dan Shahid Bahonar .

Pada usia 20 tahun, ia mengenakan pakaian pelajar agama dan pergi mengunjungi Imam Khomeini . Imam memeluknya dan mengucapkan selamat kepadanya pada hari yang baik ini dan acara yang diberkahi ini, lalu berkata: "Mulai hari ini, mahkota Rasulullah ada padamu. "Jangan melakukan sesuatu yang berbahaya bagi Islam dalam berjalan, tertawa dan gerak tubuh !"

Guru-guru:

Selama studinya di Hauzah Ilmiah, Seyyed Kamal mendapat manfaat dari kehadiran guru-guru lain dan pergi ke berbagai sekolah seperti sekolah Hujjatiyah, Faiziyah, Darusshafa dan Khan. Ia juga belajar di hadapan para guru besar seperti Ayatullah Nouri Hamedani, Haj Sheikh Abdul Jawad Isfahani, Ayatullah Mujahedi Tabrizi , Ayatullah Thabathabai, Ayatullah Sultani dan Ayatollah Misykini. Dia lulus satu demi satu derajat dan mencapai tingkat tinggi. Setelah melewati jenjang tersebut, Seyyed Kamal mulai belajar ke luar negeri dan mampu menyelesaikan kitab Zakat bersama Ayatollah Damad dan kitab Doa bersama Ayatollah 'Udzma Boroujerdi. Ia juga mengambil pelajaran dari para marja' seperti Imam Khomeini dan Ayatollah Golpayegani.

Wafat
Akhirnya beliau wafat pada malam hari Jumat, 29 Mordad 1400.

Karya-karya:

Diantara karya-karyanya adalah, Nur al- Quran fi tafsir al- Quran, Dast -e Goli az Akhbar -e Ahl -e Bayt.

Characters

Characters