Imamah & Khilafah: Rekonstruksi Kepemimpinan sebagai Tuntutan Intelektual dan Spiritual
Imamah & Khilafah: Rekonstruksi Kepemimpinan sebagai Tuntutan Intelektual dan Spiritual
Author :
Editor :
Interpreter :
Publisher :
Publish number :
1
Publication year :
2012
Publish location :
Yogyakarta
Number of volumes :
1
(0 Votes)
(0 Votes)
Imamah & Khilafah: Rekonstruksi Kepemimpinan sebagai Tuntutan Intelektual dan Spiritual
Pembahasan masalah imamah dan khilafah dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tertentu di benak para pembaca. Oleh karena itu, pembahasan mengenai masalah dan khilafah, terutama pengulangan Riwayat mengenai berbagai peristiwa yang buruk pada periode Muslimin awal adalh mungkin dapat mengurangi semangat dan kegairahan relijius generasi baru yang sedang melintas melalui krisis spiritual. Di masa lalu, pembahasan semacam ini dapat menghasilkan hal-hal yang diinginkan dan dapat membelokkan perhatian kaum muslimin dari sebuah sekte atau aliran kepada yang lain. Secara mendasar memang tidak ada sejarah yang bebas dari peristiwa-peristiwa yang buruk dan tidak diinginkan. Sejarah tiap bangsa dan sejarah umat manusia, merupakan berkas mengenai berbagai peristiwa yang menyenangkan, bukan sebaliknya. Buku ini bermaksud menjelaskan bagaimana manusia dalam kehidupan sosialnya tidak mungkin terlepas dalam sebuah tuntutan adanya system pembimbingan (guru) dan memandu (kepemimpinan) secara bertahap dalam perjalanan kehidupan menuju tujuan dan cita-citanya. Masyarakat adalah entitas yang di dalamnya menghadirkan aktifitas kepemimpinan dan bimbingan dalam kehidupan seorang individu. Tampaknya, buku ini melanjutkan analisis Murtadha Muthahhari dalam buku lainnya, buku Masyarakat dan Sejarah. Buku Imamah dan Khilafah ini semakin mempertegas secara rinci dan mendalam tentang hubungan entitas individu dan masyarakat dalam memunculkan kebutuhan serta menghadirkan system social yang berbasis pada fungsi pembimbingan dan kepemimpinan dalam pola yang sistematis. Buku ini menegaskan bahwa kenabian terakhir adalah Muhammad saw. sebagai penutup para Nabi. Namun, tugas dan fungsi pembimbingan tidak mungkin berakhir dalam kehidupan manusia. Persoalannya bukan lagi seorang Nabi, melainkan kebutuhan melanjutkan tradisi kenabian karena kesadaran, tidak mungkin masyarakat (Ummah) kehilangan fungsi kepemimpinan (Imamah). Perspektif agama (Al-Quran dan Hadis) disampiakan dengan gaya analisis yang khas Muthahhari: mengalir dan filosofis dengan tidak kehilangan autentisitas ilmiah teks dan konteks, menguraikan kepemimpinan sebagai dalil kebutuhan manusia secara alamiah, menarik mengikuti bagaimana yang ilmuah tekstual bertemu dengan kebutuhan alami manusia dalam disposisi intelektual dan spiritual. Sebuah Imamah yang berbasil pada filsafat manusia. Debatnya bersimpul pada prinsip manusia yang rasional dan mandiri dalam upaya menyimpulkan pilihan hidupnya.