Apakah hal-hal yang berkenaan dengan syahâdah Hadhrat Fatimah Sa dapat dijumpai pada literatur-literatur Ahlusunnah? Tolong Anda sebutkan literatur-literatur itu dan sedapat mungkin dikirim ke email saya. Terima kasih.
Jawaban Global
Fakta sejarah ini tetap hidup dan terjaga dalam kitab-kitab sejarah dan hadis. Para pembesar Ahlusunnah seperti Ibnu Abi Syaibah, Baladzuri, Ibnu Qutaibah dan sebagainya mengakui fakta ini. Untuk mengetahui lebih jauh beberapa referensi terkait dengan penyerangan rumah Hadhrat Zahra Sa demikian juga beberapa referensi berkenaan dengan syahâdah Hadhrat Fatimah Zahra Sa kami persilahkan Anda untuk melihat jawaban detil dari site ini
Jawaban Detil
Peristiwa Seputar Wafatnya Fatimah RA
Satu penggal kisah yang terhimpun dalam buku-buku sejarah, adalah sebuah episode kesedihan nan memilukan.
Tampaknya, meskipun Sayyidina ‘Ali memutuskan untuk mengurung diri di rumah dan memilih untuk tidak ambil bagian dalam politik kekuasaan, namun pintu rumah tinggalnya dibakar ketika istri tercinta, Sayyidah Fatimah, putri Rasulullah, sedang berada di dalam.
Pintu yang dibakar, pukulan keras gagang pedang, dorongan keras dan itu semua yang mematahkan rusuk dan tangan Fatimah dan mengakibatkan luka serius, hingga bayi dalam kandungannya pun keguguran.
Tampaknya penyerbuan itu terjadi secara mendadak dan tak terduga, tak seorang pun siap siaga menghadapinya. Putri Rasulullah itu menderita luka serius, hingga akhirnya pingsan. Sementara pintu rumah itu diliputi kepulan asap yang menyisakan trauma mendalam bagi anak-anaknya. Ketika Sayyidina ‘Ali merawat istrinya dan anak-anaknya yang hampir mati lemas, dia disergap dan diseret keluar dari rumahnya. Bahkan setelah peristiwa ini, warisan Fatimah dari ayahnya, Rasulullah Saw, pun ikut disita
Dua hari setelah Kewafatan nabi Muhammad Saww, maka Umar bin Khattab memimpin tentara ke rumah ALI AS. Mereka berteriak memanggil orang orang yang ada di dalam rumah untuk berbaiat kepada Abu Bakar dan mengancam untuk membakar rumah bila tidak ada yang mau keluar. karena tidak ada orang yang mau keluar rumah, tentara – tentara itu memaksa masuk. Fatimah AS yang sedang hamil sedang berdiri di belakang pintu. Umar bin Khattab mendorong fatimah AS ke belakang pintu yang terbakar. Umar telah mematahkan tulang rusuk dan pergelangan tangan bunda Fatimah AS, dan Bahkan bunda Fatimah AS juga kemudian keguguran atas putranya yang bernama Muhsin AS.Sekujur tubuh Fatimah terluka parah, mentalnya terguncang. Hal ini menyebabkan kondisi tubuhnya semakin lemah
Enam bulan kemudian
Ali dan Fatimah menangis sesaat. Kemudian, Imam ‘Ali as memegang kepala Sayyidah Fathimah dan menyandarkan ke dadanya. Beliau berkata. “Wasiatkanlah kepadaku apa yang ingin kau wasiatkan.”
Sayyidah Fathimah lalu berwasiat, “Semoga Tuhanmu membalas kebaikanmu, wahai anak pak cik Rasulullah! Wasiatku yang pertama adalah agar engkau menikahi Umamah, puteri saudaraku. Sebab dia sangat menyayangi anak-anakku dan kaum lelaki memang harus memiliki isteri. Wasiatku yang lain, siapapun di antara mereka yang menzalimiku dan merampas hakku tidak boleh menghadiri upacara pemakamanku. Sebab, mereka musuhku dan musuh Rasulullah saww. Jangan biarkan salah seorang di antara mereka, atau pengikut mereka, mensolati jenazahku. Wahai Abul Hasan! Kuburkan jenazahku di malam hari, saat semua mata tertidur…”
Setelah beberapa bulan kemudian Fatimah wafat pada tanggal 14 Jumadil Awal 11 H. Fatimah dimakamkan pada malam harinya. Hanya keluarga Bani Hasyim, dan para sahabat pilihan saja, seperti Salman, Abu Dzarr, Ammar bin Yasir dan Miqdal al-Aswad yang diperkenankan menyertai pemakamannya
Penyerangan rumah dan syahâdah Fatimah Zahra Sa
Terkait dengan hal ini kami akan mengutip beberapa matan dari kitab-kitab Ahlusunnah sehingga menjadi jelas bahwa masalah penyerangan kediaman Hadhrat Fatimah Zahra Sa merupakan sebuah peristiwa sejarah faktual dan niscaya serta bukan sebuah mitos dan legenda!! Meski pada masa para khalifah terjadi sensor besar-besaran terhadap penulisan keutamaan dan derajat (para maksum); akan tetapi kaidah menyatakan bahwa “hakikat (kebenaran) adalah penjaga sesuatu.” Hakikat sejarah ini tetap hidup dan terjaga dalam kitab-kitab sejarah dan hadis. Di sini kami akan mengutip beberapa referensi dengan memperhatikan urutan masa semenjak abad-abad pertama hingga masa kiwari.
- Ibnu Abi Syaibah dan kitab “Al-Musannif”
Abu Bakar bin Abi Syaibah (159-235 H) pengarang kitab al-Mushannif dengan sanad sahih menukil demikian:
“Tatkala orang-orang memberikan baiat kepada Abu Bakar, Ali dan Zubair berada di rumah Fatimah berbincang-bincang dan melakukan musyawarah. Hal ini terdengar oleh Umar bin Khattab. Ia pergi ke rumah Fatimah dan berkata, “Wahai putri Rasulullah, ayahmu merupakan orang yang paling terkasih bagi kami dan setelah Rasulullah adalah engkau. Namun demi Allah! Kecintaan ini tidak akan menjadi penghalang. Apabila orang-orang berkumpul di rumahmu maka Aku akan perintahkan supaya rumahmu dibakar. Umar bin Khattab menyampaikan ucapan ini dan keluar. Tatkala Ali As dan Zubair kembali ke rumah, putri Rasulullah Saw menyampaikan hal ini kepada Ali As dan Zubair: Umar datang kepadaku dan bersumpah apabila kalian kembali berkumpul maka ia akan membakar rumah ini. Demi Allah! Apa yang ia sumpahkan akan dilakukannya![1]
- Baladzuri dan kitab “Ansab al-Asyrâf”
Ahmad bin Yahya Jabir Baghdadi Baladzuri (wafat 270) penulis masyhur dan sejarawan terkemuka, mengutip peristiwa sejarah ini dalam kitab “Ansab al-Asyrâf” sebagaimaan yang telah disebutkan.
Abu Bakar mencari Ali As untuk mengambil baiat darinya, namun Ali tidak memberikan baiat kepadanya. Kemudian Umar bergerak disertai dengan alat untuk membakar dan kemudian bertemu dengan Fatima di depan rumah. Fatimah berkata, “Wahai putra Khattab! Saya melihat kau ingin membakar rumahku? Umar berkata, “Iya. Perbuatan ini akan membantu pekerjaan yang untuknya ayahmu diutus.”[2]
- Ibnu Qutaibah dan kitab “Al-Imâmah wa al-Siyâsah”
Sejarawan kawakan Abdullah bin Muslim bin Qutaibah Dainawari (216-276) yang merupakan salah seorang tokoh dalam sastra dan penulis kawakan dalam bidang sejarah Islam, penulis kitab “Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits” dan “Adab al-Kitab” dan sebagainya. Dalam kitab “Al-Imamah wa al-Siyasah” ia menulis sebagai berikut:
“Abu Bakar mencari orang-orang yang menghindar untuk memberikan baiat kepadanya dan berkumpul di rumah Ali bin Abi Thalib. Kemudian ia mengutus Umar untuk mendatangi mereka. Ia datang ke rumah Ali As dan tatkala ia berteriak untuk meminta mereka keluar namun orang-orang dalam rumah tidak mau keluar. Melihat hal ini Umar meminta supaya kayu bakar dikumpulkan dan berkata, “Demi Allah yang jiwa Umar di tangan-Nya! Apakah kalian akan keluar atau aku akan membakar rumah (ini).” Seseorang berkata kepada Umar, “Wahai Aba Hafs (julukan Umar) dalam rumah ini ada Fatimah, putri Rasulullah.” Umar menjawab: “Sekalipun.”!![3]
Ibnu Qutaibah sebagai kelanjutan kisah ini, menulis lebih mengerikan, “Umar disertai sekelompok orang mendatangi rumah Fatimah. Ia mengetuk rumah. Tatkala Fatimah mendengar suara mereka, berteriak keras: “Duhai Rasulullah! Selepasmu alangkah besarnya musibah yang ditimpakan putra Khattab dan putra Abi Quhafah kepada kami.” Tatkala orang-orang yang menyertai Umar mendengar suara dan jerit tangis Fatimah, maka mereka memutuskan untuk kembali namun Umar tinggal disertai sekelompok orang dan menyeret Ali keluar rumah dan membawanya ke hadapan Abu Bakar dan berkata kepadanya, “Berbaiatlah.” Ali berkata, “Apabila Aku tidak memberikan baiat lantas apa yang akan terjadi?” Orang-orang berkata, “Demi Allah yang tiada tuhan selain-Nya, kami akan memenggal kepalamu.”[4]
Tentu saja penggalan sejarah ini sangat berat dan pahit bagi mereka yang mencintai syaikhain (dua orang syaikh, Abu Bakar dan Umar). Karena itu, mereka meragukan kitab ini sebagai karya Ibnu Qutaibah. Padahal Ibnu Abil Hadid, guru sejarah ternama, memandang bahwa kitab ini merupakan karya Ibnu Qutaibah dan senantiasa menukil hal-hal di atas. Namun amat disayangkan kitab ini telah mengalami distorsi dan sebagian hal telah dihapus tatkala dicetak sementara hal yang sama disebutkan dalam Syarh Nahj al-Balâghah karya Ibnu Abil Hadid.
Zarkili menegaskan bahwa kitab “Al-Imâmah wa al-Siyâsah” ini merupakan karya Ibnu Qutaibah dan mengimbuhkan bahwa sebagian memiliki pendapat terkait dengan masalah ini. Artinya keraguan dan sangsi disandarkan kepada orang lain bukan kepada mereka, sebagaimana Ilyas Sarkis[5] memandang bahwa kitab ini merupakan salah satu karya Ibnu Qutaibah.
- Thabari dan kitab “Târikh”
Muhammad bin Jarir Thabari (W 310 H) dalam Târikh-nya peristiwa penyerangan ke rumah wahyu menjelaskan demikian:
Umar bin Khattab mendatangi rumah Ali bin Abi Thalib sementara sekelompok orang-orang Muhajir berkumpul di tempat itu. Umar berkata kepada mereka: “Demi Allah! Saya akan membakar rumah ini kecuali kalian keluar untuk memberikan baiat.” Zubair keluar dari rumah sembari membawa pedang terhunus, tiba-tiba kakinya terjungkal dan pedangnya terjatuh. Dalam kondisi ini, orang lain menyerangnya dan mengambil pedang darinya.[6]
Penggalan sejarah ini merupakan sebuah indikator bahwa pengambilan baiat dilakukan dengan intimidasi dan ancaman. Seberapa nilai baiat semacam ini? Kami persilahkan Anda untuk menjawabnya sendiri.
- Ibnu Abdurabih dan kitab “Al-‘Aqd al-Farid”
Syihabuddin Ahmad yang lebih dikenal dengan Ibnu Abdurabih Andalusi (463 H) penulis kitab al-Aqd al-Farid dalam kitabnya menulis sebuah pembahasan rinci terkait dengan sejarah Saqifah dengan judul “Orang-orang yang menentang baiat kepada Abu Bakar.” Berikut tulisannya, “Ali, Abbas dan Zubair duduk di rumah Fatimah dimana Abu Bakar mengutus Umar bin Khattab untuk mengeluarkan mereka dari rumah Fatimah. Ia berkata kepadanya, “Apabila mereka tidak keluar, maka berperanglah dengan mereka! Dan ketika itu, Umar bin Khattab bergerak menuju ke rumah Fatimah dengan membawa api untuk membakar rumah tersebut. Dalam kondisi seperti ini, ia berjumpa dengan Fatimah. Putri Rasulullah Saw berkata, “Wahai putra Khattab! Kau datang untuk membakar (rumah) kami. Ia menjawab: “Iya. Kecuali kalian memasuki apa yang telah dimasuki umat![7]
Kiranya kami cukupkan sampai di sini penggalan kisah tentang adanya keinginan untuk menyerang rumah Fatimah. Sekarang mari kita mengulas pembahasan kedua kita yang menunjukkan alasan adanya niat untuk menyerang ini.
Apakah penyerangan itu benar-benar terjadi?
Di sini ucapan-ucapan kelompok yang hanya menyinggung niat buruk khalifah dan para pendukungnya berakhir sampai di sini saja. Sebuah kelompok yang tidak ingin atau tidak mampu menyuguhkan laporan tragedi yang terjadi dengan jelas, sementara sebagian kelompok menyinggung inti tragedi yaitu penyerangan terhadap rumah dan sebagainya, sehingga tersingkap kedok yang sebenarnya meski pada tingkatan tertentu. Di sini kami akan menyebutkan beberapa referensi terkait dengan penyerangan dan penodaan kehormatan (pada bagian ini juga dalam mengutip beberapa literatur dan referensi ghalibnya dengan memperhatikan urutan masa penulis atau sejarawan):
- Abu Ubaid dan kitab “Al-Amwâl”
Abu Ubaid Qasim bin Salam (W 224 H) dalam kitabnya “Al-Amwâl” yang menjadi sandaran para juris Islam menukil: “Abdurrahman bin Auf berkata, “Aku datang ke rumah Abu Bakar untuk membesuknya yang tengah sakit. Setelah berbicara panjang-lebar, ia berkata: “Saya berharap kiranya saya tidak melakukan tiga perbuatan yang telah saya lakukan. Demikian juga saya berharap saya bertanya tiga hal kepada Rasulullah Saw. Adapun tiga hal yang telah saya lakukan dan saya berharap kiranya saya tidak melakukannya adalah: “Kiranya saya tidak menodai kehormatan rumah Fatimah dan membiarkanya begitu saja meski pintunya tertutup untuk (siap-siap) perang.”[8]
Abu Ubaid tatkala sampai pada redaksi ini, tatkala sampai pada redaksi ini, alih-alih menulis “Lam aksyif baita Fatima wa taraktuhu…” Ia malah menulis, “kadza..kadza..” dan menambahkan bahwa saya tidak ingin menyebutkannya!
Namun kapan saja Abu Ubaid berdasarkan fanatisme mazhab atau alasan lainnya menolak untuk menukil kebenaran dan hakikat ini; namun para peneliti kitab al-Amwâl menulis pada catatan kaki: Redaksi kalimatnya telah dihapus dan disebutkan pada kitab “Mizân al-I’tidâl” (sebagaimana yang telah dijelaskan). Di samping itu, Thabarani dalam “Mu’jam” dan Ibnu Abdurrabih dalam “Aqd al-Farid” dan lainnya menyebutkan redaksi kalimat yang telah dihapus itu. (Perhatikan baik-baik)
- Thabarani dan kitab “Mu’jam al-Kabir”
Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad Thabarani (260-360 H) dimana Dzahabi bercerita tentangnya dalam Mizân al-I’tidâl: Ia adalah seorang yang dapat dipercaya.[9] Dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir yang berulang kali telah dicetak, terkait dengan Abu Bakar, khutbah-khutbah dan wafatnya, Thabarani menyebutkan: “Abu Bakar sebelum wafatnya ia berharap dapat melakukan beberapa hal. Kiranya saya tidak melakukan tiga hal. Kiranya saya melakukan tiga hal. Kiranya saya bertanya tiga hal kepada Rasulullah. Ihwal tiga perkara yang dilakukan dan berharap kiranya tidak dilakukannya, Abu Bakar menuturkan, “Saya berharap saya tidak melakukan penodaan atas kehormatan rumah Fatimah dan membiarkannya begitu saja![10] Redaksi-redaksi ini dengan baik menunjukkan bahwa ancaman Umar itu terlaksana.
- Ibnu Abdurrabih dan “Aqd al-Farid”
Ibnu Abdurrabih Andalusi (W 463 H) penulis kitab “Aqd al-Farid” dalam kitabnya menukil dari Abdurrahman bin Auf: ““Aku datang ke rumah Abu Bakar untuk membesuknya yang tengah sakit. Setelah berbicara panjang-lebar, ia berkata: “Saya berharap kiranya saya tidak melakukan tiga perbuatan yang telah saya lakukan. Salah satu dari tiga hal tersebut adalah. Kiranya saya tidak menodai kehormatan rumah Fatimah dan membiarkanya begitu saja meski pintunya tertutup untuk (siap-siap) perang.”[11] Dan juga nama-nama dan ucapan-ucapan orang-orang yang menukil ucapan khalifah ini akan disebutkan bagian mendatang.
- Nazzham dan “Al-Wâfi bi al-Wafâyât”
Ibrahim bin Sayyar Nazzham Muktalizi (160-231) yang lantaran keindahan tulisannya dalam puisi dan prosa sehingga ia dikenal sebagai Nazzham. Dalam beberapa kitab menukil tragedi pasca hadirnya beberapa orang di rumah Fatimah As. Ia berkata, “Umar, pada hari pengambilan baiat untuk Abu Bakar, memukul perut Fatimah dan ia keguguran seorang putra yang diberi nama Muhsin yang ada dalam rahimnya.”[12] (Perhatikan baik-baik)
- Mubarrad dan kitab “Kâmil”
Muhammad bin Yazid bin Abdulakbar Baghdadi (210-285), seorang sastrawan, penulis terkenal dan pemilik karya-karya terkemuka, dalam kitab “Al-Kâmil”-nya, mengutip kisah harapan-harapan khalifah dari Abdurrahman bin Auf. Ia menyebutkan, “Saya berharap kiranya saya tidak menyerang rumah Fatimah dan membiarkannya begitu saja pintunya (meski) tertutup untuk (siap-siap) perang.”[13]
- Mas’udi dan “Murûj al-Dzahab”
Mas’udi (W 325 H) dalam Murûj al-Dzahab menulis: “Tatkala Abu Bakar menjelang wafatnya berkata demikian, “Tiga hal yang saya lakukan dan berharap kiranya saya tidak melakukannya. Salah satunya adalah: Saya berharap kiranya saya tidak menodai kehormatan rumah Fatimah. Hal ini banyak (kali) ia sebutkan.”[14]
Mas’udi meski ia memiliki kecendrungan yang baik kepada Ahlulbait namun sayang ia menghindar untuk mengungkap ucapan khalifah dan menyampaikannya dengan bahasa kiasan. Akan tetapi Tuhan mengetahui dan hamba-hamba Tuhan juga secara global mengetahui hal ini!
- Ibnu Abi Daram dalam Mizân al-I’tidâl
Ahmad bin Muhammad yang dikenal sebagai “Ibnu Abi Daram” ahli hadis Kufa (W 357 H), adalah seseorang yang dikatakan oleh Muhammad bin Ahmad bin Himad Kufah: “Ia adalah orang yang menghabiskan seluruh hidupnya di jalan lurus.”
Dengan memperhatikan martabat ini, ia menukil bahwa di hadapannya berita ini dibacakan, “Umar menendang Fatimah dan ia keguguran seorang putra bernama Muhsin yang ada dalam rahimnya![15] (Perhatikan baik-baik)
- Abdulfatah Abdulmaqshud dan kitab “Al-Imâm Ali”
Ia menyebutkan dua hal terkait dengan penyerangan ke rumah wahyu dan kita hanya menukil satu darinya: “Demi (Dzat) yang jiwa Umar berada di tangan-Nya. Apakah kalian keluar atau aku akan membakar rumah ini (berikut penghuninya). Sebagian orang yang takut (kepada Allah) dan menjaga kedudukan Rasulullah Saw dari akibat perbuatan ini, mereka berkata: “Aba Hafs, Fatimah dalam rumah ini.” Tanpa takut, Umar berteriak: “Sekalipun!! Ia mendekat, mengetuk pintu, kemudian menggedor pintu dengan tangan dan kaki untuk masuk ke dalam rumah secara paksa. Ali As muncul.. pekik jeritan suara Zahra kedengaran di dekat tempat masuk pintu rumah… suara ini adalah suara meminta pertolongan..”[16]
Kami ingin mengakhiri pembahasan ini dengan satu hadis lainnya dari “Maqatil Ibnu ‘Athiyyah” dalam kitab al-Imâmah wa al-Siyâsah (Meski masih banyak yang belum diungkap di sini!)
Ia menulis dalam kitab ini sebagai berikut:
“Tatkala Abu Bakar mengambil baiat dari orang-orang dengan ancaman, pedang dan paksaan, Umar, mengirim Qunfudz dan sekelompok orang ke rumah Ali dan Fatimah As dan Umar mengumpulkan kayu bakar dan membakar pintu rumah…”[17]
ng ahli sejarah mengatakan : Amirul Mu’minin Ali tinggal di rumahnya beserta beberapa pengikutnya, seperti yang dipesankan oleh Rasulullah, lalu mereka menuju rumah Ali dan menyerbunya, membakar pintu rumah dan memaksa orang yang di dalamnya untuk keluar…. mereka memaksa Ali untuk berbaiat dan Ali menolak, dan mengatakan : aku tidak mau, mereka mengatakan : kalau begitu kami akan membunuhmu, Ali mengatakan: jika kalian membunuhku maka aku adalah Hamba Allah dan saudara RasulNya. ( Lihat Itsbatul Washiyyah hal 123.)
.
……gugurnya janin Muhsin, dan membuat Fatimah sakit parah, dia melarang orang yang menyakitinya dari menjenguknya, ( Lihat Dala’ilul Imamah, At Thabari, hal 45)
As Shaduq meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu Alaihi wasallam bersabda : seakan saya melihat rumahnya dimasuki kehinaan, kehormatannya dilecehkan, diserobot haknya, dihalangi untuk menerima warisannya, tulang rusuknya dipatahkan, dan janinnya digugurkan.
Amali Shaduq hal 100
Umar menyerbu rumah Ali bersama tiga ratus orang
Diriwayatkan mengenai penyebab wafatnya Fatimah : Umar bin Khattab menyerang rumah Ali dan Fatimah bersama tiga ratus orang. Lihat dalam kitab Al Awalim jilid 2 hal 58
Apakah dengan seluruh referensi dan literatur jelas yang umumnya dari literatur-literatur Ahlusunnah mereka masih berkata-kata bahwa syahâdah Hadhrat Fatimah itu sebagai mitos dan legenda..” Dimana sikap fair Anda? Pasti setiap orang yang membaca pembahasan pendek ini dengan bersandar pada beberapa referensi jelas memahami prahara yang terjadi pasca wafatnya Rasulullah Saw. Untuk sampai pada kekuasaan dan khilafah apa yang telah mereka lakukan. Hal ini merupakan penuntasan hujjah Ilahi (itmâm al-hujjah) bagi seluruh pemikir bebas yang jauh dari sikap fanatik. Lantaran kami tidak menulis sesuatu dari kami sendiri, apa pun yang kami tulis semuanya dari literatur-literatur yang mereka terima sendiri.[18] [IQuest]
[1]. Ibnu Abi Saibah, al-Musannif, 8/572, Kitab al-Maghazi:
« انّه حین بویع لأبی بکر بعد رسول اللّه(صلى الله علیه وآله) کان علی و الزبیر یدخلان على فاطمة بنت رسول اللّه، فیشاورونها و یرتجعون فی أمرهم. فلما بلغ ذلک عمر بن الخطاب خرج حتى دخل على فاطمة، فقال: یا بنت رسول اللّه(صلى الله علیه وآله) و اللّه ما أحد أحبَّ إلینا من أبیک و ما من أحد أحب إلینا بعد أبیک منک، و أیم اللّه ما ذاک بمانعی إن اجتمع هؤلاء النفر عندک أن امرتهم أن یحرق علیهم البیت. قال: فلما خرج عمر جاؤوها، فقالت: تعلمون انّ عمر قد جاءَنى، و قد حلف باللّه لئن عدتم لیُحرقنّ علیکم البیت، و أیم اللّه لَیمضین لما حلف علیه.»
[2]. Ansab al-Asyrâf, 1/582, Dar Ma’arif, Kairo:
«انّ أبابکر أرسل إلى علىّ یرید البیعة فلم یبایع، فجاء عمر و معه فتیلة! فتلقته فاطمة على الباب. فقالت فاطمة: یابن الخطاب، أتراک محرقاً علىّ بابى؟ قال: نعم، و ذلک أقوى فیما جاء به أبوک…»
[3]. Al-Imâmah wa al-Siyâsah, hal. 12, Maktab Tijariyah Kubra, Mesir:
« انّ أبابکر رضی اللّه عنه تفقد قوماً تخلّقوا عن بیعته عند علی کرم اللّه وجهه فبعث إلیهم عمر فجاء فناداهم و هم فی دار على، فأبوا أن یخرجوا فدعا بالحطب و قال: والّذی نفس عمر بیده لتخرجن أو لاحرقنها على من فیها، فقیل له: یا أبا حفص انّ فیها فاطمة فقال، و إن!! »
[4]. Al-Imâmah wa al-Siyâsah, hal. 13, Maktab Tijariyah Kubra, Mesir:
« ثمّ قام عمر فمشى معه جماعة حتى أتوا فاطمة فدقّوا الباب فلمّا سمعت أصواتهم نادت بأعلى صوتها یا أبتاه رسول اللّه ماذا لقینا بعدک من ابن الخطاب، و ابن أبی قحافة فلما سمع القوم صوتها و بکائها انصرفوا. و بقی عمر و معه قوم فأخرجوا علیاً فمضوا به إلى أبی بکر فقالوا له بایع، فقال: إن أنا لم أفعل فمه؟ فقالوا: إذاً و اللّه الّذى لا إله إلاّ هو نضرب عنقک…!»
[5]. Mu’jam al-Mathbu’ât al-Arabiyah, 1/212.
[6]. Târikh Thabari, 2/443:
« أتى عمر بن الخطاب منزل علی و فیه طلحة و الزبیر و رجال من المهاجرین، فقال و اللّه لاحرقن علیکم أو لتخرجنّ إلى البیعة، فخرج علیه الزّبیر مصلتاً بالسیف فعثر فسقط السیف من یده، فوثبوا علیه فأخذوه.»
[7]. Aqd al-Farid, 4/93, Maktabatu Hilal:
.« فأمّا علی و العباس و الزبیر فقعدوا فی بیت فاطمة حتى بعثت إلیهم أبوبکر، عمر بن الخطاب لیُخرجهم من بیت فاطمة و قال له: إن أبوا فقاتِلهم، فاقبل بقبس من نار أن یُضرم علیهم الدار، فلقیته فاطمة فقال: یا ابن الخطاب أجئت لتحرق دارنا؟! قال: نعم، أو تدخلوا فیما دخلت فیه الأُمّة!»
[8]. Al-Amwâl, Catatan Kaki 4, Nasyr Kulliyat Azhariyah, al-Amwal, hal. 144, Beirut dan juga dinukil Ibnu Abdurrabih dalam Aqd al-Farid, 4/93:
« وددت انّی لم أکشف بیت فاطمة و ترکته و ان اغلق على الحرب»
[9]. Mizân al-I’tidâl, jil. 2, hal. 195.
[10]. Mu’jam Kabir Thabarani, 1/62, Hadis 34, Tahqiq Hamdi Abdulmajid Salafi:
« أمّا الثلاث اللائی وددت أنی لم أفعلهنّ، فوددت انّی لم أکن أکشف بیت فاطمة و ترکته. »
[11]. Aqd al-Farid, 4/93, Maktabatu al-Hilal:
« وودت انّی لم أکشف بیت فاطمة عن شی و إن کانوا اغلقوه على الحرب.»
[12]. Al-Wâfi bil Wafâyât, 6/17, No. 2444. Al-Milal wa al-Nihal, Syahrastani, 1/57, Dar al-Ma’rifah, Beirut. Dan pada terjemahan Nazzham silahkan lihat, Buhuts fi al-Milal wa al-Nihal, 3/248-255.
« انّ عمر ضرب بطن فاطمة یوم البیعة حتى ألقت المحسن من بطنها.»
[13]. Syarh Nahj al-Balâghah, 2/46-47, Mesir:
« وددت انّی لم أکن کشفت عن بیت فاطمة و ترکته ولو أغلق على الحرب.»
[14]. Muruj al-Dzahab, 2/301, Dar Andalus, Beirut:
« فوددت انّی لم أکن فتشت بیت فاطمة و ذکر فی ذلک کلاماً کثیراً! »
[15]. Mizân al-I’tidâl, 3/459:
«انّ عمر رفس فاطمة حتى أسقطت بمحسن.»
[16]. Abdulfattah Abdulmaqshud, ‘Ali bin Abi Thalib, 4/276-277:
« و الّذی نفس عمر بیده، لیَخرجنَّ أو لأحرقنّها على من فیها…! قالت له طائفة خافت اللّه، و رعت الرسول فی عقبه: یا أبا حفص، إنّ فیها فاطمة…! فصاح لایبالى: و إن..! و اقترب و قرع الباب، ثمّ ضربه و اقتحمه… و بداله علىّ… و رنّ حینذاک صوت الزهراء عند مدخل الدار… فان هى الا طنین استغاثة…»
[17]. Maqatil ibn ‘Athiyyah, Kitâb al-Imâmah wa al-Khilâfah, hal. 160-161, diterbitkan dengan kata pengantar Dr. Hamid Daud, dosen Universitas ‘Ain al-Syams, Kairo, Cetakan Beirut, Muassasah al-Balagh:
« ان ابابکر بعد ما اخذ البیعة لنفسه من الناس بالارهاب و السیف و القوّة ارسل عمر، و قنفذاً و جماعة الى دار علىّ و فاطمه(علیه السلام) و جمع عمر الحطب على دار فاطمه و احرق باب الدار!..»
[18]. Jawaban ini diadaptasi dan diringkas dari makalah Ayatullah Makarim Syirazi. Demikan juga Anda dapat mengklik http://www.tebyan.net/index.aspx?pid=67823 untuk telaah lebih jauh.
Peringatan Wafat Fatimah Az Zahra
Jamadil Awal, bulan yang berkah ini mengandungi hari kesedihan buat pencinta Ahlulbait(as), bunda kepada Hassanain, Qurrata ainar Rasul, dan penyambung antara Nubuwwah dan Imamah
.
Seperti biasa, di mana-mana sahaja ada pengikut Ahlulbait(as), maka akan di adakanlah majlis peringatan hari kesedihan ini. Di bawa ini ialah majlis yang dihadiri oleh Ayatollah Khamenei dan pemuka-pemuka politik di Iran.
Ini pula di Qom, yang dihadiri oleh para Marja’, antaranya, Ayatollah Saafi Gulpaigani, Wahid Khurasani dan Ali al Milani. Perhatikan bagaimana orang Syiah berinteraksi dengan ulama mereka, menunjukkan peranan penting ulama dalam sistem sosial masyarakat Syiah, dan perhatikan juga cara mereka dalam mengenang tragedi kepada Ahlulbait(as).
Wow, tidak syak lagi, mereka memang mencintai Ahlulbait(as) samada dari percakapan atau perbuatan. Kat Malaysia ramai orang mengaku cinta Ahlulbait(as) jugak, tapi hampeh, tiada sebarang majlis diadakan di masjid-masjid, of course, kecuali penduduk Syiah di Malaysia la.
Hujjatul Islam Moawenian dalam ceramahnya menceritakan kisah berikut. Ulama besar Syiah, Allamah Amini, menyampaikan sebuah pertanyaan sederhana di hadapan para ulama ahlusunah: Siapakah imamnya Fatimah binti Muhammad?
Ada sebuah kisah nyata tentang Allamah Amini (penulis kitab al-Ghadir). Allamah Amini diundang oleh para ulama suni dalam sebuah acara makan malam ketika beliau ada di Mekah atau Madinah. Pertama kalinya beliau menolak, tapi mereka memaksa. Namun kemudian, beliau menerima dengan satu syarat bahwa dia hanya datang untuk makan malam, bukan diskusi, karena pandangan beliau sudah dikenal. Mereka menerima persyaratannya. Mereka mengatakan kalau beliau datang, barulah akan dipikirkan apa yang akan dilakukan.
Dalam pertemuan tersebut terdapat sekitar 70-80 ulama besar suni yang menghafal antara 10-100 ribu hadis yang ada. Setelah mereka makan, mereka ingin mengajaknya terlibat dalam diskusi dan dengan cara ini mereka dapat membuatnya terdiam. Tapi Allamah Amini mengingatkan mereka tentang peraturan bahwa dia datang hanya untuk makan malam.
Salah satu di antara mereka kemudian mengatakan bahwa akan lebih baik jika masing-masing di antara yang hadir dapat mengutipkan sebuah hadis. Dengan cara ini, allamah juga akan terlibat menyampaikan hadis dan hadis tersebut dapat membantu mereka untuk memulai diskusi. Semuanya menyampaikan sebuah hadis sampai akhirnya giliran Allamah Amini. Mereka memintanya untuk menyampaikan sebuah hadis dari Nabi Muhammad saw.
Allamah mengatakan tidak masalah, tapi dia akan menyampaikan sebuah hadis dengan satu syarat: setelah hadis disampaikan, masing-masing dari kalian harus menyampaikan pandangan tentang sanad dan kebenaran hadis tersebut. Mereka menerimanya.
Kemudian, beliau menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Siapa yang tidak mengenal imam zamannya kemudian meninggal, maka meninggalnya sama seperti pada masa jahiliah.”
من مات و لم يعرف إمام زمانه مات ميتة جاهلية
Kemudian ia bertanya kepada masing-masing dari mereka tentang kebenaran hadis tersebut. Mereka semua menyatakan bahwa hadis tersebut benar dan tidak ada keraguan tentangnya dalam semua kitab rujukan suni. Kemudian allamah mengatakan bahwa kalian semua sepakat tentang kebenaran hadis ini. “Baiklah, saya mempunyai satu pertanyaan. Katakan kepada saya apakah Fatimah mengenali imamnya? Lalu siapakah imamnya? Siapakah imamnya Fatimah?”
Tidak ada yang menjawabnya. Mereka semua terdiam dan setelah beberapa lama satu per satu meninggalkan tempat. “Allah mengetahui bahwa saya melakukan diskusi ini dengan ulama suni di Masjidilharam dan dia adalah orang yang sangat ahli dan berpengetahuan. Dia hanya tertawa. Aku tanyakan kepadanya jawaban pertanyaan saya, tapi dia hanya tertawa.”
Saya mulai marah dan mengatakan padanya, “Apa yang Anda tertawakan?” Dia menjawab, “Saya menertawakan diri saya sendiri.” Saya tanya, “Benarkah?” Dia menjawab, “Ya.” Saya tanya lagi, “Mengapa?”
“Karena saya tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Anda. Jika saya katakan Fatimah tidak mengenal imam pada zamannya, itu berarti dia wafat sebagai orang kafir. Tapi tidak mungkin pemimpin para wanita di dunia ini tidak mengenal imamnya. Tidak pernah mungkin!”
“Jika Fatimah mengenal imamnya, bagaimana saya bisa mengatakannya? Misal Abu Bakar adalah imamnya, tetapi Bukhari dalam kitabnya menuliskan fakta bahwa Fatimah wafat dalam keadaan marah… Tidak mungkin bagi Fatimah untuk marah kepada imamnya!”
Fatimah adalah alasan terkuat kami. Karena Fatimah, tidak ada tempat untuk menyembunyikan kebenaran. Karenanya, menghidupkan nama Fatimah dan menangis untuk kesyahidahannya adalah seruan kepada tauhid. Menangis untuk Fatimah, pintu dan rumahnya yang terbakar adalah menangis untuk Alquran yang juga terbakar!
Fathimah az-Zahra (as) telah berwasiat agar dikuburkan pada malam hari. Permintaannya agar kuburannya disembunyikan merupakan pesan tersendiri yang ingin disampaikan lewat rintang sejarah hingga ke masa yang akan datang. Fathimah Az-Zahra (as) ingin agar pesan ini sampai kepada seluruh umat Islam………….pesan yang menyatakan bahwa keluarga Nabi telah disia-siakan dan didzalimi serta hak-haknya dirampas oleh rezim yang berkuasa. Dan ini bisa menjadi titik balik sejarah di kehidupan seseorang yang hanya mengetahui satu versi sejarah yaitu sejarah yang ditulis dan diajarkan penguasa dan diindoktrinkan ke dalam sel-sel darah umat Islam
Fathimah Az-Zahra membangkitkan kehidupan dari kematian; memberikan kemenangan dari kekalahan; dan sebuah cerita kepahlawanan dan perdamaian dari jaman ke jaman ia ciptakan dari hidupnya yang penuh kepedihan. Fathimah menciptakan sebuah revolusi di setiap jantung kaum Muslim yang sadar dari satu generasi ke generasi lainnya. Jantung Fathimah masih berdetak di sela-sela detak jantung umat Islam. Dan kedua belah matanya terjaga menunggu bendera kebebasan yang akan berkibar bersama dengan kedatangan puteranya yang ditunggu-tunggu yaitu Imam Mahdi (as)
Sekarang ini, seperti juga pada jaman-jaman lainnya yang telah lalu, kita semua menghadapi kepedihan dan penindasan. Kita harus bersabar dalam menghadapi kepedihan ini. Kita harus meneruskan pesan Fathimah ini ke generasi selanjutnya. Kita harus sampaikan penderitaan keluarga Nabi ini kepada generasi kita dan selanjutnya agar mereka tahu bahwa Rasulullah dan misi keIslamannya telah mendapatkan tekanan dari orang-orang terdekatnya dan Islam telah dicampuri dan dikotori oleh mereka.
fatima.zehraMisalnya, ketika Bunda Fathimah Az-Zahra mendengar hadits palsu yang disampaikan oleh khalifah pertama, ia marah sekali. Ia tahu betul bahwa hadits palsu itu (yang sengaja dibuat oleh khalifah pertama untuk mencegahnya menuntut haknya atas tanah Fadak. Beberapa perawi hadits dan sejarawan seperti Bukhari, Ahmad bin Hanbal, Ibn Sa’ad, Ibn Katsir dan lain-lain telah mencatat dan melaporkan bahwa Fathimah az-Zahra tetap marah kepada khalifah yang pertama hingga beliau wafat menemui ayahnya yang tercinta
Ketika tubuh Rasulullah yang suci dibaringkan di liang lahat dan kemudian dikuburkan, terkubur juga kata-katanya tentang peran Imam Ali dan kepemimpinannya atas umat Islam. Dengan kepandaian berbicara yang fasih, Rasulullah menyebut Imam Ali sebagai “pemimpin orang-orang beriman” dan bukannya “pemimpin orang-orang Islam”. Dengan kata-kata itu, Rasulullah ingin menegaskan bahwa mereka yang menerima Islam dibawah tekanan politis tidak akan bisa menerima kepemimpinan Imam Ali (as). Sedangkan mereka yang menerima kepemimpinan dan kenabian Muhammad, akan bisa menerima kepemimpinan Imam Ali (as)
Pada saat-saat terakhir kehidupan Fathimah, Ummu Salamah (salah satu isteri Rasulullah yang baik) menanyakan tentang keadaannya. Fathimah dengan gamblang berkata, “Saya merasa kehilangan Rasulullah yang amat sangat; dan kesedihan serta kepedihan saya itu ditambah dengan kenyataan pahit harus berhadapan dengan penguasa dzalim.” Dalam kesempatan yang lain, Fathimah menjelaskan dengan kata-kata yang hampir sama akan tetapi lebih rinci ketika kaum wanita datang menjenguk keadaannya yang sedang sakit dan terbaring lemah di ranjangnya. Kepada kaum wanita yang datang menjenguknya itu, Fathimah berkata: “Demi Allah, aku melalui hari-hari pertamaku dengan bertahan dari perbuatan buruk yang kalian lakukan padaku dan juga dari para suamimu. Celakalah kalian semua! Mengapa mereka menolak ketentuan Allah (dalam penunjukkan Imam Ali sebagai penerus Nabi), seperti yang sudah disampaikan oleh Rasulullah? Mengapa mereka rampas hak orang yang lebih mendatangkan manfaat bagi kalian; yang lebih mengetahui tentang urusan dunia dan akhirat kalian? Mengapa kalian sampai benci pada Ali? Demi Allah seandainya mereka membantunya dalam mengurus pemerintahan ini, Ali akan menjalankannya dengan baik sekali. Seandainya mereka melakukan itu, maka pintu-pintu keberkahan akan terbuka dari langit dan bumi.”
Fathimah Az-Zahra (as) seringkali menggunakan setiap kesempatan untuk memperingatkan dan memberitahu orang-orang tentang penyelewengan ketentuan Allah yang telah disampaikan oleh Rasulullah itu, akan tetapi mereka tidak menghiraukannya. Lalu kalau begitu bagaimana dengan masa depan nanti? Siapa lagi yang akan mengingatkan mereka dari penyelewengan ini? Bagaimana pesan suci dari Nabi ini bisa sampai pada generasi nanti? Sekarang saja sudah begini. “Ketika Rasulullah wafat, pesan sucinya langsung diinjak-injak oleh para pencari kekuasaan, yang menghendaki Islam karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi darinya; dengan memanfaatkan kejahilan orang-orang yang ada di sekelilingnya.” Bagaimana bisa keberatan Fathiimah itu mencapai masa yang jauh? Bagaimana Fathimah bisa menyampaikan keberatannya kepada generasi yang akan datang yang terlahir jauh kemudian? Karena ……… dalam masa-nya saja Fathimah tak pernah memiliki kebebasan untuk menyampaikan rasa kehilangannya akan ayahandanya; ia tak punya kebebasan untuk menyampaikan apa yang pernah disampaikan ayahandanya.
KESYAHIDAN FATHIMAH DAN HARI-HARI TERAKHIR DARI KEHIDUPANNYA
fatima.zehraCatatan dari hari-hari terakhir kehidupan Fathimah (as) menunjukkan secara jelas siapa sebenarnya wanita suci dari durriyyat Nabi ini. Hari itu tanggal 3 Jumadil Tsani tahun 11H. Hari itu Fathimah Az-Zahra berkata kepada seluruh anggota keluarganya bahwa sekarang merasa baikan. Rasa nyeri yang ada di beberapa tulang iganya dan di tangannya sudah jauh berkurang dan panas demam yang ditimbulkan oleh rasa sakitnya itu sudah menurun. Kemudian ia bangkit dari tidurnya dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Ia memaksakan dirinya untuk memandikan anak-anaknya; akan tetapi kemudian muncul Bibi Fizzza dan Imam Ali untuk membantu dirinya memandikan anak-anak. Fathimah selesai memandikan anak-anak kemudian memakaikan pakaian dan memberikan makanan hingga kenyang. Setelah itu mengirimkan anak-anak itu kepada saudara sepupunya
Imam Ali (as) merasa terkejut melihat isterinya yang tercinta bangkit dari ranjangnya dan sudah mulai pekerjaan rumah tangganya. Lalu Imam Ali bertanya kepada isterinya apa yang terjadi dengan dirinya. Fathimah (as) menjawab, “Hari ini adalah hari terakhir dari hidupku. Aku ingin memandikan anak-anakku dan memakaikannya baju untuk yang terakhir kalinya karena setelah ini mereka akan menjadi anak-anak piatu, tak beribu!”
Imam Ali (as) kemudian bertanya bagaimana Fathimah bisa tahu bahwa ini adalah hari terakhir hidupnya dan sebentar lagi akan datang hari kematiannya. Kemudian Fathimah Az-Zahra (as) menjawab bahwa ia melihat ayahanda tercintanya (Rasulullah) di dalam mimpinya. Rasulullah berkata bahwa Fathimah akan segera bergabung dengan Rasulullah pada malam itu.
IMAM ALI: “Sebutkanlah apa yang ingin engkau aku lakukan, wahai puteri Rasulullah”
(Imam Ali lalu meminta setiap orang untuk meninggalkan rumah itu agar bisa bicara tenang dengan isterinya. Imam Ali kemudian duduk di samping isterinya)
FATHIMAH:
“Suamiku tercinta, engkau tahu benar apa yang telah aku lakukan dan untuk apa aku lakukan itu semua. Aku mohon agar engkau memaafkan kecerewetanku selama ini; mereka telah menderita terlalu banyak karena kecerewetanku ini selama aku sakit dan aku sekarang ingin melihat mereka bahagia di akhir hidupku ini. Aku bahagia sekaligus aku juga bersedih hati. Aku bahagia karena sebentar lagi aku terbebas dari segala kesulitan hidupku dan aku akan segera bertemu dengan ayahku; dan aku bersedih hati karena sebentar lagi aku akan berpisah dengan engkau, suamiku. Suamiku tercinta…………engkau tahu benar bahwa aku tak pernah berdusta; aku juga tetap setia dan berkhidmat padamu……………pernahkah aku membantahmu selama aku menjadi isterimu?”
.
IMAM ALI:
“Masya Allah! Engkau adalah orang yang paling mengenal Allah’; isteri yang paling berbakti pada suaminya; isteri yang paling shalehah. Engkau lebih mulia dan lebih bertakwa sehingga takkan mungkin engkau membangkang kepadaku. Sungguh betapa beratnya aku harus berpisah denganmu dan harus kehilanganmu akan tetapi peristiwa ini memang takkan mungkin terelakan. Demi Allah! Engkau telah membuat kedukaanku kembali lagi. Baru saja aku bersedih hati karena ditinggalkan oleh Rasulullah, sekarang aku harus ditinggalkan olehmu. Sungguh kematianmu dan berpulangnya engkau itu adalah sebuah musibah yang sangat besar bagiku; akan tetapi kepada Allah-lah semua kita berpulang; semuanya ini milik Allah ta’ala, dan kepadaNyalah kita akan kembali (QS. 2: 156). Betapa pedihnya musibah ini. Musibah ini begitu besarnya hingga tak ada lagi bandingan yang sepadan dengannya.”
.
(Kemudian mereka berdua menangis bersama. Imam Ali memeluk isterinya yang tercinta seraya berkata)
IMAM ALI:
“Suruhlah aku untuk melakukan apa yang engkau mau; engkau niscaya akan melihatku patuh dan setia pada apa yang engkau perintahkan. Akan aku utamakan segala apa yang engkau mintakan kepadaku. Akan aku utamakan kemauanmu itu diatas kemauanku.”
FATHIMAH:
“Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu, suamiku. Sekarang, dengarlah wasiatku ini. Pertama, menikahlah segera sepeninggalku, akan tetapi engkau harus terlebih dahulu menikahi keponakanku Umamah. Umamah itu akan memperlakukan anak-anak kita seperti aku memperlakukan anak-anak kita. Selain itu, laki-laki itu tak bisa hidup layak tanpa adanya kehadiran seorang perempuan di sisinya. Umamah mencintai anak-anak kita dan Husein sangat dekat dengannya. Lalu biarkanlah Fizza (pembantu keluarga Imam Ali) tetap bersamamu hingga ia menikah, apabila ia masih mau bersamamu keluarga kita, biarlah ia tetap bersama. Fizza itu lebih dari sekedar pembantu bagiku. Aku mencintai Fizza seperti aku mencintai anak perempuanku sendiri.”
.
FATHIMAH:
(kemudian melanjutkan pembicaraannya) “Aku mohon padamu agar nanti ketika aku dikuburkan jangan sampai ada satu orangpun yang pernah mendzalimiku hadir di pemakamanku, karena mereka telah menjadi musuhku; dan yang telah menjadi musuhku itu telah menjadi musuh Allah dan RasulNya. Jangan juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk menshalatiku; jangan juga beri kesempatan yang sama kepada para pengikutnya. Aku ingin engkau memandikan jenazahku di malam hari; kafani aku juga di malam hari dan shalati aku dan kuburkan aku di malam yang sama ketika semua mata umat manusia sedang tertutup dan semua pandangan tak terjaga. Dan setelah penguburan selesai, duduklah di dekat kuburku dan bacakan AlQur’an untukku.”
.
“Jangan sampai kematianku ini membuatmu patah semangat. Engkau harus berkhidmat kepada Islam dan kemanusiaan dalam jangka waktu yang lama setelah kematianku. Jangan sampai penderitaanku ini menjadikan hidupmu susah, berjanjilah kepadaku wahai suamiku.”
IMAM ALI:
“Baik, Fathimah isteriku tercinta. Aku berjanji.”
FATHIMAH:
“Aku tahu bagaimana rasa cintamu kepada anak-anak kita akan tetapi berhati-hatilah dengan anak kita Husein. Ia sangat mencintaiku dan ia akan merasa sangat kehilangan diriku. Jadilah seorang ibu utuknya. Hingga saat ini ia masih sukan tidur di dadaku, dan sekarang ia akan segera kehilangan itu.”
(Imam Ali membelai tangan Fathimah yang patah (akibat dari penyerangan yang dilakukan oleh para pengawal kekhalifahan ke rumah mereka—red) dan menyapu air matanya yang hangat. Fathimah memandang sendu kepada Imam Ali dan kemudian berkata:)
FATHIMAH: “Janganlah meratapiku, wahai suamiku. Aku tahu betul di balik wajahmu yang keras ada hati yang sangat lembut. Engkau sudah terlalu banyak menderita dan engkau akan menderita lagi lebih banyak.”
Fathimah Az-Zahra sudah siap menemui Tuhannya. Ia sekarang mandi membersihkan dirinya kemudian berpakaian lengkap dan sudah itu langsung berbaring di atas ranjangnya. Ia memintah Asma binti Umays untuk menunggu dirinya sebentar dan kemudian memanggil namanya. Apabila tidak ada jawaban ketika namanya dipanggil……………berarti Fathimah sudah meninggalkan dunia ini menemui Tuhannya
Asma bint Umays menunggu beberapa waktu lamanya dan kemudian ia memanggil-manggil nama Fathimah akan tetapi tidak ada jawaban dari Fathimah. Asma binti Umays memanggil sekali lagi: “Wahai puteri terkasih Muhammad! Duhai puteri paling mulia yang pernah dilahirkan oleh wanita mulia! Duhai puteri terbaik dari orang-orang yang terbaik yang pernah berjalan di muka bumi ini! Duhai puteri Rasulullah yang kedekatannya sama dengan jarak dua busur panah bahkan lebih dekat lagi (QS. 53: 9)”
Tak ada jawaban sama sekali yang bisa terdengar dari puteri Nabi………; kebisuan mencekik ruangan sempit dimana jenazah suci sang puteri Nabi tergeletak tak bergerak. Asma binti Umays kemudian mendekat ke jenazah suci itu dan memang betul tubuh kurus puteri Nabi itu sudah tak bernyawa lagi. Ruh suci yang harum telah meninggalkan tubuh kuyu itu dan menjumpai ayahnya, Rasulullah, di hadapan sang maha lembut, maha kasih dan maha sayang
Tepat pada saat itulah Imam Hasan (as) dan Imam Husein (as) yang masih kanak-kanak memasuki rumah dan bertanya pada Asma binti Umays: “Dimanakah ibu?” “Ibu kami tidak biasanya tidur pada saat siang hari seperti ini!”
Asma bint Umays menjawab: “Wahai putera Rasulullah! Ibumu itu tidak sedang tidur………ia telah mendahului kalian semua. Ia sudah meninggal dunia!”
Ketika Imam Hasan (as) mendengar kata-kata seperti itu, ia menjatuhkan dirinya ke tubuh ibunya yang sudah dingin dan ia menciumi pipi ibunya dan wajahnya seraya berkata kepadanya: “Ibuku yang kusayang! Berbicaralah kepadaku sebelum engkau meninggal dunia.”
Imam Husein (as) datang dan kemudian ia juga mendekati ibunya dan menciumi kaki ibunya dan berkata: “Ibuku sayang! Ini aku Husein, anakmu. Bicaralah kepadaku sebelum engkau meninggal.”
Kemudian, Imam Husein berpaling kepada Imam Hasan dan berkata: “Semoga Allah menghibur dirimu atas kepergian ibunda kita”
Ada dua hadits yang berbeda tentang keberadaan Imam Ali (as) ketika Fathimah meninggal dunia. Salah satunya menyebutkan bahwa Imam Ali ada bersama Fathimah pada saat kematian isterinya itu. Dan hadits yang lain adalah sebagai berikut
(Imam Ali sedang berada di mesjid. Imam Hasan dan Imam Husein pergi ke mesjid dan menceritakan tentang wafatnya ibu mereka kepada ayahnya. Segera setelah Imam Ali mendengar berita itu, ia terjatuh pingsan. Ketika siuman, ia berkata: “Siapa lagi yang bisa menghiburku ketika aku sedih dan pilu, wahai puteri Muhammad? Engkau dulu selalu menghiburku dan sekarang siapakah yang bisa menggantikan kedudukanmu?” Fathimah Az-Zahra (sa) meninggal dalam usia yang masih muda dan Imam Ali senantiasa mengenang saat-saat indah bersamanya. Imam Ali senantiasa berkata: ““Sekuntum bunga tumbuh berkembang; bunga itu berasal dari surga dan kembali ke surga…………akan tetapi keharumannya yang ia tinggalkan, tetap bersemayam dalam ingatan”
Kaum wanita dari bani Hasyim kemudian dikumpulkan dan diberitahu tentang musibah yang sangat besar itu. Betul, memang musibah yang sangat besar. Dan musibah besar itu datang setelah musibah besar lainnya datang sebelumnya. Belum lagi sembuh luka hati ini karena telah ditinggal Nabi; sekarang beberapa kelompok umat Islam yang masih setia kepada keluarga Nabi ditinggalkan pula oleh puteri Nabi yang mereka cintai itu
Ketika orang-orang di kota Madinah sadar bahwa Fathimah Az-Zahra itu sudah menemui kesyahidannya (syahid karena luka-luka—luka dalam dan luka luar—yang telah diderita olehnya karena serangan yang dilakukan oleh para pengawal khalifah pertama atas perintahnya—red). Mereka berkumpul di depan rumah Fathimah dan menunggu untuk melakukan upacara penguburan. Akan tetapi kemudian mereka mendengar bahwa upacara penguburannya akan ditunda. Pada malam hari, ketika orang-orang sudah tertidur dengan lelapnya, Imam Ali (as) mulai memandikan jenazah Fathimah dan mengkafaninya dengan rapi
Dan itu dilakukannya—sesuai dengan bunyi wasiat isterinya—dengan tanpa kehadiran orang-orang yang telah membenci dan dibenci oleh Fathimah. Orang-orang yang sudah melakukan penyerbuan ke rumahnya dan hendak membakar rumahnya. Setelah Imam Ali selesai memulasara jenazah Fathimah, Imam Ali menyuruh Imam Hasan dan Imam Husein yang waktu itu masih kecil untuk memanggil beberapa sahabat Nabi yang setia dan jujur yang juga disukai oleh Fathimah agar membantu proses penguburannya hingga selesai. Tidak lebih dari 7 orang saja yang dilaporkan oleh sejarah yang turut membantu dalam proses penguburan itu. Setelah mereka datang; Imam Ali melakukan shalat dan berdoa dan kemudian menguburkan jenazah isterinya yang tercinta itu. Sementara itu kedua putera tercintanya berdiri sedih tidak jauh dari liang lahat yang sebentar lagi akan ditutup memisahkan mereka berdua dengan ibunya yang tercinta. Mereka berdua menangis diam-diam menahan rasa pilu yang membuncah di dalam dada keduanya
fatimah Az Zahra As berpesan pada Imam ‘Ali AS agar memakamkan jenazahnya pada malam hari karena tidak mau dishalatkan oleh “kedua sahabat” Nabi yang menzolimi beliau perihal tanah fadak dan ke-pemimpinan Imam ‘Ali AS selepas wafatnya Nabi Muhammad SAW.Rasa sakit hati beliau semakin memuncak ketika sahabat Umar ibn Khattab RA menyerbu rumah beliau dan menyeret Imam ‘Ali AS selayaknya seekor anjing yang hina. Sayidah Fatimah yang ketika itu sedang hamil tua berusaha menolong suaminya, namun atas perintah Umar untuk mencegahnya. Pencegahan tersebut menggunakan kekerasan dengan memukul perut (sebagian riwayat rusuk) sayidah Fatimah AS sehingga beliau terjatuh dan keguguran.Abu Bakr RA yang mengetahui hal ini segera meminta maaf di hari-hari terakhir Sayidah AS Fatimah karena takut akan kutukan tersebut. Namun sampai di akhir hayatnya, Sayidah Fatimah tetap bersikeras pada prinsipnya. Dan penyesalan Abu Bakr RA dan Umar ibn Khttab RA adalah karena tidak beroleh maaf dari Sayidah Fatimah
Tidak ada yang aneh dengan bai’at Imam Ali pada Abubakar… Apakah aneh seorang Nabi Harun as terpaksa membiarkan kaum Musa as menyembah berhala sapi emas buatan Samiri, sehingga sepulangnya Musa as dari bukit Tursina, Musa as menarik janggutnya lantas “Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah mendurhakai perintahku?” Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata : “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku”. (QS Thaha ayat 92-94 ; Baca lebih seksama teks al-Quran ini dan renungkan kaitannya dengan kasus yg anda anggap aneh!)
Banyak sejarah yang telah dimanipulasi untuk mengangkat derjat dan keutamaan beberapa “sahabat” Nabi. Sedangkan keluarga Nabi direndahkan. Seperti ucapan Ibnu Taymiah yang menyatakan bahwa Imam ‘Ali AS bukan saudara Nabi Muhammad SaaW, sedangkan fakta menyatakan bahwa Imam ‘Ali AS memang saudara Nabi MuhammadAS.
Sejarah telah diatur dan kita hanya memiliki rekaan sebuah cerita ‘sejarah’ kononnya…aku dari dulu mengkaji perihal sahabat² yang di’angkat’kononnya penuh keistimewaan disisi nabi.aku tahu siapa abu bakar,umar,usman dan aisyah.kalau mereka hidup,mereka pasti malu kerana aku tahu siapa mereka…apa tujuan abu bakar berdamping dengan Nabi,apa keistimewaan umar dalam islam…?gagah?sebutkan nama² orang yang mati ditangan umar?!10 orang pun cukup…tak ada kan…usman dan femili muawiyah…
dan apa wasiat Nabi pada aisyah sebelum wafat.jgn sekali-kali keluar dari rumah…tapi macammana pula dengan wataknya sebagai ketua peperangan antara beliau dan ali.Nabi sudah berkata bahawa baginda gedung ilmu dan ali pintunya….kenapa kita berpaksikan hadis sibapak kucing yang nyaris dihukum mati oleh umar.banyak lagi yang kita tenggelam oleh cerita rekaan antara zaman kita sehingga zaman nabi.contoh seperti politik sekarang.media sentiasa menggambarkan pemimpin arus perdana sebagai wira dan tiada ruang untuk kita lihat apa keburukannya.cukuplah berpegang pada al-quran dan sunah.sayangi ahlul bait….aku bukan sunnah mahupun syiah…aku pencari kebenaran
bila kita kaji perihal diatas kita akan dapat sedikit sebanyak fakta pada persoalan dimana dan mengapa makamnya fatimah dirahsiakan.apakah kerana bimbang ancaman musuh dalam selimut.lihat sahaja pada cara kematian ahlul bait yg lain selain fatimah.ali,hasan dan husin.tragis bukan.benar kita terleka pada sejarah peperangan aisyah dan ali.kenapa orang yang paling hampir dengan nabi saling berperang.
bukan lah perselisihan kecil anak beranak jika sudah segerombolan angkatan perang tersedia.allah sahaja yang maha mengetahui.allahumasalli ala muhammad,awala ali muhammad.itu sahaja tanda kasihnya aku pada Nabi dan keluarga nabi
bahwa tidak ada 1 orang pun yg boleh mengetahui makamnya selain para pengubur…Ali bahkan membuat 7 kubur untuk mengecoh Abu n Umar…ketika Abu n Umar ingin mbongkar semua makam tuk dapat memandikan dan mensholati lagi jenazah Fatimah, Ali menjaga Baqi dengan membawa Zulfikar dan menyatakan akan terjadi pertumpahan darah bila tetap dlakukan pbongkaran. Abu n Umar pada akirnya mengalah agar tidak terjadi pertumpahan darah walau mereka terus bersedih dan menangis atas penolakan Fatimah…bahkan Abu meminta semua membatalkan baiat atas dirinya…namun semua itu sudah tidak berlaku…fatimah telah murka…smua wasiat dilakukan karna rasa marah yg luar biasa terhadap abu n umar
dan alasan kenapa fatimah, dan juga al-Hasan yang sungguh ingin dmakamkan di samping makam rosul tidak dapat terwujud karena penolakan dari Aisyah bahkan sampai jenazah al-Hasan yang merupakan ahlul bait..cucu kebanggaan Rosul…dihujani dengan panah dan tombak…(Semoga Allah menunjukkan jalan yang benar pada kita)
sungguh di luar apa yg telah saya ketahui apa yg terdapat dalam buku tersebut…jika selama ini dalam buku2 plajaran kbanyakan mengagungkan Abu Bakar n Umar…mbaca buku ini benar2 mbuat saya dalam keadaan bingung n berusaha mcari jawab…sbgian besar teman bdiskusi menyatakan itu buku dari kelompok yg tlalu mengagungkan Ali….n ingin memecah belah Islam..tapi smakin saya mcari jawaban…hampir semua buku dengan judul berbeda memiliki alur cerita yang sama hanya beda cara penyampaian…
tapi…patutkah juga keluarga Rosul dperlakukan sperti tu??sedang Rosul mengatakan pada mereka bahwa Fatimah adalah penghulu wanita di surga??ali adalah suami penghuni surga…hasan dan husein adalah cucu yang dikasihinya…malah kaum muslim juga yang membunuh husein dengan sangat biadab..pbunuhan terkeji pertama yg ada di muka bumi..hingga seluruh binatang dan malaikat mengutuk perbuatan tersebut..bahkan jika boleh memilih mereka tidak ingin lagi berada di dunia..Maha Besar Allah…semoga apa yg kita ketahui bukanlah suatu kesesatan…
benar benar bingung….segala yg awalnya stau qt baik..kok jadi buruk???
tdk ada satupun yg mngetahui dimana kbradaan makam sayyidah fatimah,krna beliau mmng tidak inggin kuburanx diketahui oleh orng2 munafiq,beliau wafat dlm keadaan sakit hati yg tramat dlm,rosul jauh lbh mncintai putrix dibnding sapapun,”fatimah bit atu minni’fatimah adlh sbgian dr aq,mk jgn sekali2 mnyakiti sydh fatimah krna rosul akan trsakiti,dan apabila rosul sdh trsakiti mk allah akan murka kpdax,krna rosul mrpakan kekasih allah,dan allah tdk akan mnciptakan dunia dan seisix klo bkn krna rosulullah
Inilah umat Islam sepeninggal Rasulullah SAW…selalu mencakar dirinya sendiri dari dalam. ada teman mengatakan bahwa terkadang sejarah adalah milik siapa yang berkuasa saat itu…,mungkin ada benarnya juga tapi kita lupa satu hal bahwa Allah menjadikan sejarah agar umat yang “belakangan” bisa belajar “positif dan negatif-nya”sejarah tersebut. Dienul Islam adalah agama pembawa kedamaian,kesejahteraan dan kemajuan,yang mendukung manusia selaku khalifah Allah dimuka bumi. Ia bukanlah agama yang membawa kebencian menjadi sesuatu yang absolut karena Sang Pencipta adalah Maha Pemaaf,jika “produk”nya bertaubat.
Marilah kita jalankan Dien ini sesuai dengan aslinya tanpa melibatkan oknum yang lain,biarlah mereka dan diri kita akan bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan dikehidupan dunia ini. Dien ini dilaksanakan dengan “manual” yang telah diberikan “Pencipta”nya dan akal pikiran kita serta hati nurani sebagai nilai pembandingnya.. Ada kisah yang menceritakan seorang shahabat bertanya pada Baginda Rasul tentang konsep dan hakikat dosa serta pahala lalu Rasul berkata “Tanyalah hati nuranimu jika kamu melakukan sesuatu,jika hatimu gundah gulana dan rasa bersalah setelah melakukan sesuatu maka itulah perbuatan dosa..begitupun sebaliknya..WaLlaahu a’lam..Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad
Teka-teki yang hendak kita cari jawabannya. Sebenarnya jika kita kritis pula maka kita harus bertanya pula, kenapa Sy. Fathimah Zahra as mewasiatkan untuk dimakamkan pada malam hari?
Amirul Mukminin Imam Ali sendiri mengetuai mandi jenazah beliau. Turut dilaporkan membantu dalam urusan itu ialah Asma binti Umays. Asma meriwayatkan: “Fatimah telah menyatakan di dalam wasiat beliau yang tiada orang lain di benarkan menguruskan jenazahnya kecuali Imam Ali dan diriku(Asma). Olwh itu kami memandikan beliau bersama, dan Amirul Mukminin bersolat untuk Fatimah bersama Hassan, Hussain, Ammar, Miqdad,’Aqil, Az Zubair, Abu Dzar, Salman, Burydah dan beberapa orang dari Bani Hasyim. Mereka bersolat di waktu malam ,dan demi menuruti wasiat Fatimah, Imam Ali, mengebumikan beliau dalam rahsia.”
Pengebumian Yang Sunyi
Di dalam kegelapan malam, apabila mata-mata sedang tertutup terlena dan suasana yang sunyi, upaca pengebumian jenazah meninggalak rumah Imam Ali, membawa anak perempuan Rasulullah(sawa) ke tempat persemadian terakhir beliau. Ini berlaku pada malam 3 Jamadil Akhir 11AH.
Upacara yang menyentuh hati ini menuju ke suatu tempat yang tidak diketahui, diikuti oleh beberapa hamba Allah yang setia. Mereka ialah Ali(A.S.), Hasan(A.S.), Hussain(A.S.), Zainab(A.S.) and Umm Kulthum(A.S.)… Abu Dhar, Ammar, Miqdad, dan Salman
Di mana lagi ribuan yang tinggal di Madinah? Seseorang mungkin bertanya, dan jawapan yang datang berbunyi begini: Fatimah telah meminta agar tiada orang lain hadir di majlis pengebumian beliau! Ahli keluarga terdekat dan sahabat bergegas untuk mengebumikan Fatimah dan pulang ke rumah agar tiada orang lain mengetahui kedudukan sebenar kubur beliau.
Imam Ali, suami beliau berasa sangat sedih atas pemergian ini, namau siapa yang tidak apabila dipisahkan dengan wanita terbaik alam ini? Dalam keadaan menangis, Imam Ali berbicara dengan Rasulullah(sawa);
“Ya Rasulullah, salam keatas kamu dari ku dan dari anak perempuan mu yang telah pergi menemui mu. Ya Rasulullah(sawa)! Kesabaran ku semakin menipis dan ketahanan ku semakin lemah(atas kejadian ini), kecuali aku mempunyai asas yang cukup kuat untuk bertahan dalam kejadian yang sangat menghancurkan hati ku iaitu dengan pemergian mu. Aku membaringkan kamu di dalam kubur mu, apabila kamu tidak lagi bernyawa, dan kepalamu di antara leherku dan dada ku. “Sesungguhnya dari Allah kita datang dan kepadaNya kita kembali”(2″56)
Sekarang amanah telah dikembalikan dan apa yang telah diberi kini telah di ambil semula. Kesedihanku tidak mempunya sempadan dan malam-malamku tidak akan lena tidurnya sehingga Allah swt memilihkan untukku sebuah rumah yang di dalamnya ada kamu. Semestinya anak kamu pasti mengadukan kepada mu akan Ummah yang menindas beliau. Kamu bertnya keadaan sebenar kapadanya dan mendapat berita akan situasi sebenar, Perkara ini terjadi sewaktu masa belum lama berlalu dan memori mu masih belum menghilang. Salam ku ke atas kamu berdua, salam seorang yang bersedih dan berduka dan bukan dari seorang yang membenci dan mecemuh, jika aku pergi sekarang, ia bukanlah kerana aku sudah letih akan kalian dan jika aku tinggal, ia bukanlah kerana kurangnya kepercayaan ku atas janji Allah kepada orng-orang yang sabar.”
Percubaan yang Gagal
Pada waktu subuh, orang ramai berkumpul untuk menyertai pengebumian Fatimah, akan tetapi mereka telah di beritahu bahwa puteri Rasulullah telah di kebumikan secara rahsia di waktu malam. Sementara itu Imam Ali telah membuat 4 kuburan baru di Baqi’ untuk memalsukan kedudukan sebenar Fatimah.
Apabila orang ramai memasuki tanah perkuburan itu, mereka berasa keliru akan kedudukan sebenar kubur beliau, mereka memandang antara satu sama lain, dan dengan nada menyesal, mereka berkata: “Nabi kita hanya meninggalkan seorang anak perempuan, namun beliau meninggal dalam keadaan tanpa penyertaan kita dalam pengebumiannya. Malah kita langsung tidak mengetahui lokasi nya!”
Menyedari pemberontakan yang mungkin terjadi dari suasana beremosi ini, pihak pemerintah mengumumkan: “Pilihlah sekumpulan wanita Muslim, dan minta mereka menggali tanah-tanah ini, agar kita dapat menemui Fatimah dan menyolatkan beliau.
Ya! Mereka mencuba untuk menjalankan rancangan itu, melanggar wasiat Fatimah, dan menyebabkan percubaan Imam Ali untuk merahsiakan lokasi sebenar Fatimah gagal. Apakah mereka telah lupa akan ketajaman pedang Imam Ali dan keberanian beliau yang terkenal itu? Adakah mereka menyangkakan Imam Ali akan duduk senyap dalam menghadapi rancangan mereka yang tidak masuk akal itu?
Imam Ali tidak membalas balik selepas kewafatan Rasulullah kerana beliau mementingkan kesatuan Muslim sebagai sesuatu yang lebih utama. Bagaimanapun ini tidak bermakna beliau akan membiarkan jenayah mereka ke atas Fatimah Az Zahra walaupun selepas pemergian beliau.
Dalam kata lain, Rasulullah meminta Imam Ali untuk bersabar, tetapi hanyalah sehingga peringkat tertentu. Apabila Imam Ali mendengar rancangan mereka, beliau bergegas memakai pakaian perang dan menuju ke Baqi’.
Imam Ali mengeluarkan pedang dan berkata:
“JIka kamu -berani mengubah walau satu sahaja batu dari kubur-kubur ini, akan ku serang walaupun sehingga mereka ialah pengikut terakhir ketidakadilan.”
Orang ramai menyedari keseriusan kata-kata Imam Ali, dan mengambil peringatan beliau dengan penuh kepercayan yang beliau akan melakukan sebagaimana yang diucapkan. Namun seseorang dari pihak pemerintah berkata kepada Imam Ali dengan kata-kata ini:
“Apa masalahnya Abul Hassan? Demi Allah, kami akan menggali semula kubur Fatimah dan menyolatkan beliau.” Imam Ali kemudiannya memegang pakaian orang itu dan membanting orang itu ke tanah dan berkata:
“Ibnu Sawada! Aku telah meninggalkan hak ku untuk mengelakkan orang ramai dari meninggalkan kepercayaan mereka, tetapi dalam kasus Fatimah, demi Dia yang nyawa ku berada di dalam tangannya, jika kamu dan pengikut kamu berani mencuba sesuatu, aku akan mengalirkan tanah dengan darah kamu.”
Pada ketika ini Abu Bakr berkata:
“Abu al Hassan, aku meminta kepadamu demi hak Rasulullah dan demi Dia yang berada di atas arash, lepaskan dia dan kami tidak akan melakukan sesuatu yang tidak kau sukai.” Seterusnya sehingga ke hari ini, kedudukan sebenar kubur Fatimah masih belum di ketahui.
Fathimah ra mempunyai tiga orang putra Al Hasan, Al Husin dan Muhsin serta dua orang putri Ummu Kalsum dan Zainab… Tapi Muhsin gagal lahir kedunia ini karena sewaktu dalam kandungan Fatimah ; perut Fatimah dipukul Umar Bin Khattab hingga Fatimah keguguran, peristiwa tersebut terjadi sewaktu Umar cs menyerbu ke rumah Fatimah malam hari pasca tragedi Pemilihan Abubakar di Saqifah…
Fatimah tidak wafat secara alamiah, melainkan karena sakit bekas pukulan lahir dan bathin… Jelas Fatimah Az Zahra mati syahid