Satu Episode dalam Hidup Jenderal Gergorius

“Tuhan tidak ada di langit, namun Ia ada di hati…”

Lelaki berambut pendek itu menatap tajam ke depan. Matanya nyalang, sikapnya jantan. Riuh rendah suara dari kedua pasukan seolah tak masuk ke telinganya. Usai memasang helm pengaman dan meraih tombak besar khas Romawinya, sekali tarik, kuda jantannya melesat ke depan. Puluhan serdadu makin riuh membahana. Bunyinya seolah ribuan tawon yang bersanding dengan debu pasir lembah Yarmuk,mengiringi lambaian jubah kebesaran sang jenderal.

Di tengah antara dua pasukan, lelaki berkuda lain sudah menunggu. Seperti sang jenderal, lelaki itu memiliki tatapan mata seperti elang padang pasir. Bedanya ia hanya membawa sebilah khanjar (pedang khas Arab di tangannya). Begitu berdekatan dan hanya berjarak sepelemparan batu, mereka saling tersenyum, menganggukan kepala lalu saling menyerbu bak anak panah melesat. Lantas bertemulah dua senjata berlainan jenis itu, memunculkan bunyi denting yang keras dan api yang terpercik.

Sudah hampir setengah jam, perang tanding itu berlangsung. Dalam sebuah serangan cerdik, khanjar lelaki Arab itu berhasil menebas tombak sang jenderal Romawi hingga menjadi dua bagian. Ia pun lantas meraih pedang besar yang ada di pinggang kirinya. Pertempuran antara dua elang itu pun kembali berlangsung.

Pada suatu kesempatan, saat pedang mereka bersilangan saling tolak menolak dan kuda masing-masing saling bersisian, terjadilah sebuah dialog: “Hai Khalid! Apakah betul Tuhan telah turun kepada Nabimu, membawakan pedang dari langit, lalu menyerahkannya kepadamu, hingga orang-orang menjulukimu Pedang Tuhan?! Jawablah dengan benar.Seorang mulia tidak layak berbohong!”ujar sang jenderal dalam nada yang tenang namun terdengar tegas.

“Tidak!” jawab jenderal Arab itu. Ia lantas menghentikan gerakannya dan mundur beberapa langkah.Seolah mengerti dengan bahasa tubuh Khalid, lelaki Romawi itu pun melakukan gerakan yang sama. Sambil tersenyum dan menatap sang lawan, lelaki Arab itu kemudian berkata:”Tuhan yang Maha Agung mengutus seorang Nabi kepada kami. Bermula kami menentangnya.Sebagian mengikuti, sebagian mendustakannya. Saat it, aku termasuk orang yang mendustakan dan memeranginya. Namun Tuhan kemudian memberikan petunjuk kepada hatiku dan aku pun beriman dan menjadi pengikutnya. Ia berkata kepadaku: Engkau adalah sebilah pedang diantara sekian banyak pedang Tuhan, selalu terhunus, siap menghadapi musuh Tuhan. Ia mendoakanku supaya selalu dekat dengan kemenangan. Sejak itulah aku dipanggil sebagai Pedang Tuhan.”

“Kata-katamu lebih rasional, dibandingkan aku mendengar bualan orang tentangmu. Lantas saat mengemban tugas dari Tuhanmu, misi apa yang sebenarnya kamu bawa?”tanya sang jenderal Romawi seraya menurunkan pedangnya. Sementara itu kedua pasukan yang tengah berseteru dilanda kebingungan melihat situasi yang tak disangka-sangka tersebut.

“Menyampaikan kalimat Tiada pujaan lain selain Allah dan mengakui Muhammad adalah Nabi Allah, dan berikrar dalam hati bahwa ajaran itu datang dari Allah.”

“Jika tidak bersedia menerimanya?”

“Membayar al-jizyah, mengakui kekuasaan Islam, dan kami berkewajiban menjamin hak miliknya dan nyawanya dan keyakinan yang dianutnya.”

“Jika tidak juga bersedia menerimanya?”

“Pilihan terakhir adalah perang.Dan kami adalah bangsa yang tak takut mati karena perang.”

“Bagaimana posisi seseorang yang masuk Islam hari ini?”

“Posisnya setara dengan kami.Kami menghormatinya.Ia pun memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kami”

“Bagaimana bisa? Sedangkan kalian sudah lebih dulu beriman?”

“Kami memeluk jalan ini (Islam) dan mengikat baiat terhadap Nabi Muhammad. Ia hidup bersama kami, dan kami menyaksikan keagungan dan keajaiban-keajaibannya. Sedangkan orang yang belakangan mengikuti jalannya tanpa menyaksikan semua itu, ia tetap memebanrkannya. Jika niatnya jujur, sungguh dia lebih mulia dari kami.”

“Aku percaya kata-katamu. Kau mengatakan yang sebenarnya. Demi Tuhan, aku memilih saran kamu yang pertama itu!”katanya seraya melemparkan pedang dan tamengnya.

Sejarah kemudian mencatat, tepat 26 Agustus 636, Gergorius Teodorius, Komandan Tertinggi Legiun Romawi dalam Operasi Hieromax (Operasi Yarmuk) menjadi desersi dan menyebrang ke pihak lawan. Ia lantas bahu membahu bersama lelaki Arab yang tak lain adalah Panglima Khalid ibn Walid itu, sekaligus secara berani dan tanpa ragu bertempur melawan bangsanya sendiri, hingga ia gugur pada saat itu juga.