Kajian Seputar Hadis-hadis Mahdawiat*
Kajian Seputar Hadis-hadis Mahdawiat*
0 Vote
97 View
Prakata Keyakinan terhadap Mahdawiat termasuk di antara hal-hal yang disepakati dan pasti dalam sejarah dan teologi Islam. Seluruh kaum Muslimin, Syiah maupun Ahlussunnah mempercayai “Mahdi Mau’ud” (Mahdi yang dijanjikan). Dalam hal ini tidak terdapat keraguan dan kebimbangan. Titik pemisah antara dua mazhab Syi’ah dan Ahlu Sunnah dalam kasus “Mahdawiat” berada dalam kelahiran beliau. Mayoritas ulama’ Ahlussunnah Wal Jama’ah meyakini bahwa “Mahdi Mau’ud” hinggi kini belum lahir, namun Syi’ah Imamiyah mengatakan: “Mahdi Mau’ud adalah putera Imam Hasan Askari as yang lahir pada tahun 255 H di Samurra’, hidup di balik tabir keghaiban dan suatu hari akan muncul dengan perintah Allah swt. Inilah ucapan seluruh kaum Syi’ah Imamiyah dan banyak di antara ulama’ ternama Ahlussunnah juga menerima ucapan tersebut dan menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka, di antaranya: 1. Abu Thalib Kamaluddin Muhammad bin Thalhah Syafi’i Qurasyi dalam kitab “Mathalib As-Su’ul”. 2. Ali bin Muhammad bin Shabbagh Maliki dalam “Al-Fushul Al-Muhimmah”. 3. Syablanji dalam “Nur Al-Abshar”. 4. Ibnu Hajar Syafi’i Haitami Mishri dalam “Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah”. 5. Ibnu Khalkan dalam “Wafiyat Al-A’yan”. 6. Muhammad Amin Baghdadi dalam “Sabaik Adh-Dhahab”. 7. Abdul Wahab Sa’rawi Syafi’i Mishri dalam “Al-Yawaqit Wa Al-Jawahir Fi Bayan ‘Aqaid Al-Akabir”. 8. Abu Ash-Shalah Halabi dalam “Syadharat Adh-Dhahab”. 9. Syamsuddin Dhahabi dalam “Al-‘Ibar Fi Khabar Man Ghabar”. 10. Ganji Syafi’i dalam “Kifayah Ath-Thalib”. 11. Syamsuddin Yusuf bin Qaz’ali Baghdadi Hanafi, terkenal dengan Sibth bin Jauzi dalam kitab “Tadhkirah Khawash Al-Ummah”. 12. Muhyiddin Ibnu Arabi dalam “Al-Futuhat Al-Makkiyah”. 13. Hafidh Muhammad Bukhari, dikenal dengan Khajeh Parsa-e Hanafi dalam “Fashl Al-Khitab”. 14. Hafidh Muhammad bin Abi Al-Fawaris dalam “Arba’in”. 15. Abdul Haq Dehlawi Bukhari dalam “Manaqib”. 16. Sayed Jamaluddin Athaillah Muhaddis dalam kitab “Raudhah Al-Ahbab”. 17. Baladhiri dalam “Musalsalat”. 18. Syihabuddin Hindi, dikenal dengan Malik Al-Ulama’ dalam “Hidayah As-Su’ada’”. 19. Fadhl bin Ruzbahan dalam Syarah “Asy-Syamail Turmudhi”. 20. Qunduzi Balkhi dalam “Yanabi’ Al-Mawaddah”. 21. Abdurrahman Jami dalam “Nafahat”. 22. Abul Ma’ali Muhammad Sirajuddin Rifa’i dalam “Shihah Al-Akhbar Fi Nasab As-Sadat Al-Fatimiyah Al-Akhyar”. 23. Yusuf bin Yahya Syafi’i dalam “Aqd Ad-Durar Fi Dhuhur Al-Muntazar”. 24. Syaikh Abdullah bin Muhammad Muthiri Syafi’i dalam “Riyadh Az-Zahirah”.[1] Sebagian pengkaji menyebutkan lebih dari seratus nama dari ulama’ Ahlusunnah yang menyebutkan kelahiran Imam Mahdi as dalam kitab-kitab mereka.[2] Mahdawiat Dalam Islam Di antara akidah Islam adalah keyakinan terhadap Mahdawiat. Pembahasan Mahdawiat dapat dikaji dalam dua topik “Mahdawiat Umum” dan “Mahdawiat Khusus”. a) Mahdawiat Umum Mahdawiat umum yaitu pembuktian bahwa keyakinan terhadap kemunculan “Mahdi Mau’ud” termasuk di antara akidah Islam. Topik pembahasan di sini adalah dalam pembuktian klaim bahwa dengan memperhatikan referensi-referensi Islam terdapat berita gembira akan kemunculan sang penyelamat umat manusia atau “Mahdi Mau’ud”. Mahdawiat Perspektif Al-Qur’an Mahdawiat dalam al-Qur’an dapat dijelaskan dalam tiga poros sebagai berikut: 1- Kekuasaan Kaum Saleh Dan Pewarisan Bumi Allah swt dalam al-Qur’an berfirman: "وَ لَقَدْ كَتَبْنا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُها عِبادِيَ الصَّالِحُون" “Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) adh-Dhikr, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.”[3] Dengan banyak penguatan, Allah swt dalam ayat ini menjanjikan bahwa pada masa mendatang, kekuasaan orang-orang saleh akan terwujud dan hamba-hamba Allah swt yang saleh dan kompeten akan menjadi pewaris bumi. Dalam riwayat disebutkan bahwa Imam Baqir as bersabda: “Mereka adalah sahabat-sahabat Imam Mahdi as;[4] mereka adalah tentara-tentara Imam Mahdi as”. 2- Kemenangan Haq Dan Hegemoni Agama Al-Qur’an menyatakan: "هُوَ الَّذي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدى وَ دينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُون" “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai”.[5] Janji Allah swt ini akan terwujud dalam naungan pemerintahan Imam Mahdi as. Imam Shadiq as bersabda: "و الله ما يجئ تأويلها حتى يخرج القائم المهدي # فإذا خرج القائم لم يبق مشرك إلا كره خروجه و لا يبقى كافر إلا قتل، حتى لو كان كافر في بطن صخرة قالت: يا مؤمن في بطني كافر فاكسرني و اقتله" “Demi Allah! Takwilannya belum datang sehingga al-Qaim al-Mahdi as keluar, maka ketika beliau as keluar tidak akan tersisa seorang musyrik kecuali enggan keluar dan tidak terdapat seorang kafir kecuali dibunuh, bahkan ketika seorang kafir bersembunyi di dalam batu maka batu tersebut berkata: Wahai mukmin! Di dalam diriku terdapat seorang kafir maka hancurkanlah aku dan bunuhlah ia”.[6] Fakhrur Razi dalam tafsirnya menukil dari Sudi bahwa ayat ini berkenaan dengan kebangkitan Mahdi dan pada masa itu tidak terdapat seorang pun kecuali memeluk Islam.[7] 3- Pemberian Khilafah Dan Kekuasaan Al-Qur’an menyatakan: "وَعَدَ اللَّهُ الَّذينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دينَهُمُ الَّذِي ارْتَضى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَني لا يُشْرِكُونَ بي شَيْئاً" “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku”.[8] Sebagaimana Thabarsi dalam menafsirkan ayat ini menjelaskan: Diriwayatkan dari Ahlul Bait Nabi saw bahwa ayat ini berkenaan dengan Mahdi dari keluarga (keturunan) Muhammad saw.[9] Imam Sajjad as berkata: "هم و الله شيعتنا أهل البيت يفعل الله ذلك بهم على يدي رجل منا و هو مهدي هذه الأمة و هو الذي قال رسول الله " لو لم يبق من الدنيا إلا يوم واحد لطول الله ذلك اليوم حتى يلي رجل من عترتي اسمه اسمي يملأ الأرض عدلا و قسطا كما ملئت ظلما و جورا" “Demi Allah! Mereka adalah Syi’ah kami Ahlul Bait, Allah swt berbuat demikian dengan mereka melalui tangan seseorang dari kami dan dia adalah Mahdi umat ini dan dia yang disabdakan oleh Rasulullah saw: Bila tidak tersisa dari dunia selain satu hari maka Allah swt akan memanjangkan hari tersebut sehingga datang seorang dari keluargaku, namanya adalah namaku yang akan memenuhi bumi dengan keadilan dan penyamarataan sebagaimana telah dipenuhi dengan kezaliman dan kesewenang-wenangan”.[10] Singkatnya bahwa ketiga hal ini yaitu kemenangan haq dan hegemoni agama, kekuasaan kaum saleh dan pewarisan bumi dan pemberian khilafah dan kekuasaan hingga kini belum terwujud secara sempurna. Hal-hal ini akan terrealisasi dalam bayangan pemerintahan Mahdi Mau’ud as. Ayat-ayat al-Qur’an di atas tanpa menyebutkan nama Mahdi Mau’ud mengindikasikan pemerintahan dan kemunculan beliau as. Mahdi as Dalam Riwayat Sedemikian banyak riwayat yang dinukil dari Nabi saw, keluarga dan para sahabat berkenaan dengan Mahdi Mau’ud sehingga tidak tersisa lagi sedikitpun keraguan dan kesamaran. Sangat banyak dari sahabat-sahabat Nabi saw di antaranya Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, Abdullah bin Abbas, Ammar bin Yasir, Abdullah bin Mas’ud, Abu Sa’id Khudri, Abdullah bin Harits, Qurrah bin Iyas Mazni, Hudhaifah bin Yaman, Jabir bin Abdullah, Jabir bin Majid, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Imran bin Hashin dan Ummu Salamah menukil riwayat-riwayat yang berhubungan dengan Mahdi Mau’ud dari Nabi saw.[11] Mansur Ali Nashif, penulis kitab “At-Taj Al-Jami’ Lil Ushul” menulis: “Telah masyhur di kalangan seluruh ulama’ kini dan terdahulu bahwa pada akhir masa secara yakin akan muncul seorang dari Ahlul Bait as yang akan menguasai negeri-negeri Islam dan seluruh kaum Muslimin akan mengikutinya, akan menerapkan keadilan di kalangan mereka dan memperkuat agama”. Kemudian ia melanjutkan: “Hadis-hadis seputar Mahdi telah diriwayatkan oleh sekelompok dari sahabat terkemuka Nabi saw dan disebutkan oleh para tokoh hadis seperti Abi Daud, Tirmidhi, Ibnu Majah, Thabrani, Abi Ya’la, Imam Ahmad dan Hakim Nisyaburi dalam kitab-kitab mereka.[12] Ringkasnya bahwa kepercayaan terhadap Mahdawiat termasuk di antara hal-hal urgen dalam agama Islam dan tidak satu pun dari kelompok dan mazhab Islam dapat mengingkarinya. Jabir bin Abdullah Ansari berkata: Nabi saw bersabda: "من أنكر خروج المهدي فقد كفر بما أنزل على محمد" “Barangsiapa mengingkari kemunculan Al-Mahdi as maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw”.[13] Berdasarkan tulisan pengarang kitab “Muntakhab Al-Atsar” terdapat lebih dari 657 riwayat yang dinukil berkenaan dengan Mahdi Mau’ud.[14] Kini akan disinggung sebagian dari riwayat-riwayat tersebut: Nabi saw bersabda: "أُبَشِّرُكُمْ بِالْمَهْدِيِّ يُبْعَثُ فِي أُمَّتِي عَلَى اخْتِلَافٍ مِنْ النَّاسِ وَزَلَازِلَ فَيَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا" “Aku beritakan kabar gembira kepada kalian akan Al-Mahdi yang dibangkitkan di dalam umatku ketika terjadi perselisihan di antara umat manusia dan keguncangan maka ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan pemerataan sebagaimana telah dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman”.[15] Beliau saw juga bersabda: "لو لم يبق من الدنيا إلا يوم واحد لطول الله ذلك اليوم حتى ?خرج رجل من ولد? ف?ملأها عدلا و قسطا کما ملئت ظلما و جورا" “Bila tidak tersisa dari dunia selain satu hari maka Allah swt akan memanjangkan hari tersebut sehingga keluar seorang dari keturunanku maka ia akan memenuhinya dengan keadilan dan pemerataan sebagaimana telah dipenuhi dengan kezaliman dan kesewenang-wenangan”.[16] Dalam riwayat-riwayat Nabi saw disamping memberitakan kemunculan Mahdi as juga disinggung sebagian kriteria yang di antaranya beliau saw bersabda: - “Mahdi dari keturunan Fatimah as”.[17] - “Namanya adalah namaku”.[18] - Julukannya adalah julukanku”.[19] Juga banyak kriteria lain Imam Mahdi as yang dijelaskan di dalam riwayat-riwayat yang akan diterangkan dalam topik Mahdawiat khusus. b) Mahdawiat Khusus Mahdawiat khusus dengan artian bahwa Mahdi Mau’ud yang menjadi berita gembira Nabi saw dan pemakai baju janji Ilahi dalam hal “Penganugerahan khilafah dan kekuasaan”, “Pemerintahan dan kekuasaan kaum saleh” dan “Kemenangan haq dan hegemoni agama Islam” yang telah disinggung dalam al-Qur’an adalah putera Imam Hasan Askari as. Beliau lahir di Samurra’ pada tahun 255 H dan kini sedang tersembunyi dan gaib dari penglihatan. Pada suatu hari kelak dengan perintah Allah swt akan muncul dan memenuhi dunia dengan keadilan dan pemerataan. Kini dalam topik Mahdawiat khusus kita sedang membuktikan hal ini. Dasar-dasar Mahdawiat Khusus Untuk membuktikan Mahdawiat khusus perlu sekali menjelaskan beberapa hal yang terlontar dengan tema dasar-dasar Mahdawiat Khusus. Dasar-dasar tersebut adalah sebagai berikut: 1- Urgensitas Keberadaan Imam Di antara keyakinan-keyakinan religius kita kaum Muslimin adalah kepercayaan terhadap “Urgensitas keberadaan imam” pada setiap masa. Ucapan ini dapat dibuktikan dan diargumentasikan melalui jalur rasio dan juga teks dan riwayat. Rasio berkata: Kenabian dan imamah merupakan suatu pancaran dan anugerah spiritual, anugerah ini terdapat di antara umat-umat terdahulu, sehingga sampai pada masa Nabi Islam saw. Kini yang menjadi permasalahan adalah bahwa apakah dengan kepergian Nabi Islam saw anugerah maknawi tersebut telah terputus atau tidak? Bila kita mengatakan telah terputus, maka muncul tanda tanya kenapa Allah swt menganugerahkan pancaran seperti itu kepada umat-umat terdahulu, akan tetapi tidak memberikannya kepada umat Islam; apakah umat Islam lebih rendah potensi dan kompetensinya dari orang-orang terdahulu?! Dengan pasti dapat kita katakan tidak lebih sedikit, bahkan lebih tinggi dan banyak. Oleh karena itu kenapa anugerah ini terputus dari umat Islam? Jawaban yang benar atas pertanyaan ini adalah bahwa pancaran dan anugerah ini tidak terputus. Syi’ah Imamiyah berkata: Pasca kepergian Nabi Islam saw dua belas wujud bercahaya dan mutiara imamah; yaitu para imam maksum memikul beban pancaran agung spiritual ini, dengan perbedaan bahwa pada masa Nabi saw relasi terjadi atas dasar kenabian, akan tetapi pasca Nabi Islam saw yang adalah penutup para nabi dan rangkaian para nabi telah berakhir, maka pancaran ini terjadi dengan bentuk lain. Keberadaan manusia sempurna menjadi perantara pancaran Ilahi. Pancaran spiritual pasca Nabi saw terhubung melalui jalur wujud sempurna imam. Kini perantara pancaran tersebut adalah wujud suci Imam Mahdi as. Argumen ini menjadi semakin kuat didukung dengan riwayat-riwayat yang mengatakan bahwa pada setiap masa harus terdapat imam dan kaum Muslimin harus mengenal imam tersebut supaya berada dalam kelompok kaum Muslimin dan beragama. Dalam hadis-hadis Nabi saw dengan berbagai ragam ungkapan disebutkan bahwa pada setiap masa harus ada seorang imam dan mengenal imam adalah wajib atas kaum Muslimin. Nabi saw bersabda: "من مات بغ?ر امام مات م?تة جاهل?ة" “Barangsiapa mati tanpa imam maka ia mati seperti mati pada masa jahiliah”.[20] Nabi saw juga bersabda: "ان الحجة لا ?قوم لله عل? خلقه الا بإمام حت? ?عرف" “Sesungguhnya hujjah tidak akan tegak bagi Allah swt atas makhluk-Nya kecuali dengan seorang imam sehingga dikenal”.[21] Imam Ali as berkata: "لا تخلو الارض من حجة ظاهر او خائف مغمور" “Bumi tidak akan kosong dari hujjah, baik yang tampak atau tersembunyi”.[22] 2- Menerima Riwayat-riwayat Berkenaan Dengan 12 Imam Riwayat-riwayat Nabi saw berhubungan dengan 12 imam diterima oleh seluruh mazhab Islam. Syi’ah dan Ahlusunnah menerima permasalahan bahwa Rasulullah saw berulangkali mengucapkan tentang 12 imam setelah beliau saw dan itupun dengan berbagai macam lafad. Beliau saw terkadang bersabda: Selepasku terdapat 12 “Amir”.[23] Terkadang menyatakan tentang 12 “Naqib”.[24] Sesekali melontarkan 12 “Khalifah”.[25] Di lain kesempatan menggunakan lafad 12 “Washi”.[26] Pada suatu waktu mengatakan 12 “Imam”,[27] 12 “Wali”,[28] 12 “Qayyim”,[29] dan 12 “Qaim”.[30] [31] Dari serangkaian ungkapan ini dapat disimpulkan sebuah poin bahwa selepas Nabi saw harus ada 12 orang berkepribadian tinggi dan terpilih yang memikul tanggung jawab imamah dan kepemimpinan religius dan politik umat Islam dan 12 pribadi ini akan senantiasa ada dan bersambung hingga kesudahan umur dunia. 3- Menerima Imamah 12 Imam Melalui Jalur Pelantikan Setelah menerima imamah secara umum, menerima imamah secara khusus juga berperan dalam Mahdawiat; artinya sebelum kita meyakini Mahdi Mau’ud -yang Syi’ah menerimanya sebagai putera Imam Hasan Askari as-, maka kita harus mempercayai imamah para imam Ahlul Bait as secara berurutan; yaitu Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, Imam Ali bin Husain, Imam Muhammad bin Ali, Imam Ja’far bin Muhammad, Imam Musa bin Ja’far, Imam Ali bin Musa, Imam Muhammad bin Ali Jawad, Imam Ali bin Muhammad Hadi dan Imam Hasan bin Ali Askari as. Juga harus kita terima bahwa imam-imam Ahlul Bait ini telah dilantik sebagai imam melalui pelantikan dan penetapan Ilahi dan dengan proklamasi dan statement Nabi saw. Mutiara imamah terakhir adalah putera Imam Hasan Askari as, Muhammad bin Hasan Al-Mahdi as. Pada masa permulaan dakwah terang-terangan, ketika Nabi saw menerima perintah dari Allah swt, dalam suatu jamuan beliau menyeru sanak famili kepada Islam dan pada seruan ini Imam Ali as memenuhi ajakan tersebut, Nabi saw melontarkan imamah Ali as untuk masa selepas beliau dan sepanjang 20 tahun setelah kejadian itu beliau saw selalu memberitakan imamah Ali as berulangkali. Nabi saw di tahun terakhir kehidupan beliau setelah haji Wada’ bersabda: "من کنت مولاه فهذا عل? مولاه" “Barangsiapa yang aku adalah maulanya maka Ali adalah maulanya”.[32] Juga ketika ayat “Wilayah”[33] turun, Nabi saw bersabda: "هم خلفائ? يا جابر و أئمة المسلمين من بعدي، أولهم علي بن ابي طالب، ثم الحسن، ثم الحسين، ثم علي بن الحسين، ثم محمد بن علي...، ثم الصادق جعفر بن محمد، ثم موسى بن جعفر، ثم علي بن موسى، ثم محمد بن علي، ثم علي بن محمد، ثم الحسن بن علي، ثم سمي و کني حجة الله في ارضه و بق?ته ف? عباده ابن الحسن بن علي" “Mereka adalah khalifah-khalifahku wahai Jabir, dan para imam (pemimpin) kaum Muslimin selepasku, yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib kemudian Hasan kemudian Husain kemudian Ali bin Husain, kemudian Muhammad bin Ali... kemudian Ash-Shadiq Ja’far bin Muhammad kemudian Musa bin Ja’far kemudian Ali bin Musa kemudian Muhammad bin Ali kemudian Ali bin Muhammad kemudian Hasan bin Ali kemudian yang bernama dan berjulukan Hujjatullah di muka bumi dan Baqiyyatullah di antara hamba-hamba-Nya, Ibnu (putera) Hasan bin Ali”. [34] 4- Menerima Riwayat-riwayat Seputar Kegaiban Dan Kriteria-kriteria Imam Mahdi as Salah satu di antara dasar-dasar penerimaan Mahdawiat adalah menerima riwayat-riwayat berkenaan dengan kegaiban Imam Mahdi as. Pasca masa Nabi saw dan selanjutnya masing-masing dari pembesar keluarga itu telah memberitakan jauh-jauh sebelumnya secara tertib akan kelahiran, kriteria-kriteria, kegaiban dan kemunculan Imam Mahdi as. Dalam riwayat Jabir yang telah disebutkan, Nabi saw bersabda: Selepas Hasan bin Ali (Imam Askari as) puteranya adalah imam. Namanya adalah namaku dan julukannya adalah julukanku. Dialah yang Allah swt melapangkan Timur dan Barat melaluinya. Dialah yang gaib dari wali-wali-Nya, kegaibannya sedemikian panjang sehingga banyak orang yang meragukannya. Hanya hati yang telah teruji akan tegak dan tegar dengannya.[35] Menurut tulisan pengarang kitab “Muntakhab Al-Atsar” riwayat berkenaan dengan Mahdi Mau’ud, kriteria-kriteria dan bahwa beliau akan tersembunyi dari penglihatan sangat banyak dan luas, sebagai berikut: - Disebutkan dalam 58 riwayat bahwa jumlah imam adalah 12 yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib as dan terakhir adalah Mahdi as. - Dalam 657 riwayat diberitakan tentang kemunculan Imam Mahdi as. - Dalam 48 riwayat dijelaskan bahwa nama dan julukan Imam Mahdi as sama seperti nama dan julukan Nabi saw. - Dinyatakan dalam 214 riwayat bahwa Imam Mahdi as dari keturunan Amirul Mukminin Ali as. - Dalam 192 riwayat ditegaskan bahwa Imam Mahdi as dari putera-putera Fatimah as. - Pada 185 riwayat disebutkan bahwa Mahdi Mau’ud as dari keturunan Imam Husain as. - Pada 148 riwayat disebutkan bahwa Mahdi Mau’ud as adalah keturunan kesembilan Imam Husain as. - Pada 185 riwayat disebutkan bahwa Imam Mahdi as dari keturunan Imam Zainal Abidin, Ali bin Husain as. - Dalam 103 riwayat Imam Mahdi as diperkenalkan sebagai keturunan Imam Muhammad Baqir. - Dalam 103 riwayat Imam Mahdi as diperkenalkan sebagai keturunan Imam Ja’far Shadiq as. - Dalam 101 riwayat Imam Mahdi as diperkenalkan sebagai keturunan Imam Musa bin Ja’far as. - Dalam 95 riwayat Imam Mahdi as disebutkan sebagai keturunan keempat Imam Ridha as. - Dalam 90 riwayat ditegaskan bahwa Imam Mahdi as sebagai keturunan ketiga Imam Jawad as. - Dalam 90 riwayat Imam Mahdi as diperkenalkan sebagai keturunan Imam Hadi as. - Dalam 146 riwayat dijelaskan bahwa Imam Mahdi as sebagai putera Imam Hasan Askari as. - Dalam 147 riwayat disebutkan bahwa nama ayah Imam Mahdi as adalah Hasan. - 123 riwayat menyebutkan bahwa Imam Mahdi as akan memenuhi dunia dengan keadilan dan pemerataan. - 91 riwayat menjelaskan bahwa kegaiban Imam Mahdi as sangat panjang. - 318 riwayat menegaaskan bahwa umur Imam Mahdi as sangat panjang. - Dalam 47 riwayat dinyatakan bahwa agama Islam akan mendunia melalui Imam Mahdi as dan janji penganugerahan khilafah dan kekuasaan kepada kaum saleh akan terwujud. - 136 riwayat memberitakan bahwa Imam Mahdi as adalah imam kedua belas dan terakhir. - 10 riwayat menyatakan bahwa Imam Mahdi as memiliki dua kegaiban, gaib Shughra dan Kubra. - Dalam 14 riwayat disebutkan bahwa kelahiran Imam Mahdi as tersembunyi dan secara rahasia. - 2 riwayat menyebutkan bahwa bila dari keturunan Nabi saw datang nama-nama Muhammad, Ali, Hasan secara berurutan, maka keempatnya adalah Qaim dan Mahdi Mau’ud as.[36] Permusuhan Para Penguasa Abbasi Sikap para penguasa Abbasi terhadap para imam as sangat berbeda; terkadang kezaliman mereka terbatas dan terkadang semakin keras. Kadang-kadang para penguasa Abbasi masuk dari pintu persahabatan dengan mereka dan kadangkala bersikap luar biasa keras dan bermusuhan. Setelah kejadian penganugerahan gelar putera mahkota kepada Imam Ridha dan kesyahidan beliau as, Bani Abbas semakin mempersempit ruang gerak para imam. Tekanan mereka semakin berlipat ganda dan menyebabkan para imam syahid pada usia relatif muda: Imam Jawad as pada usia 25 tahun, Imam Hadi pada usia 41 dan Imam Hasan Askari pada usia 28 mereka syahidkan. Fenomena ini menceritakan tentang tekanan keras dan serangan yang dilontarkan kepada para imam as. Ketika Mutawakkil Abbasi memegang tampuk kekuasaan dan pemerintahan, maka politik menentang Alawi semakin keras. Pada periode ini, para pemuka dari keturunan Ali, terutama dari Bani (keturunan) Fatimah lebih tertekan dibandingkan periode lain. Mutawakkil mendatangkan Imam Hadi as ke kediaman khilafah (Samurra’), mengawasi dari dekat dan dengan perintahnya para penjaga mengontrol seluruh pertemuan beliau as secara ketat. Pada masa Imam Askari pembatasan ini semakin bertambah. Pembatasan dan tekanan ini dilaksanakan dengan dua alasan: Pertama, pada masa itu kaum Syi’ah mengalami suatu perkembangan menyolok dan berubah menjadi sebuah kekuatan besar di wilayah Iraq yang menyatakan bahwa kekuasaan dan pemerintahan adalah hak pasti para imam, sementara khilafah Bani Abbas tidak sah. Mereka menantikan kesempatan untuk bangkit melawan para penguasa Abbasi. Hal ini menyebabkan Bani Abbas meningkatkan tekanan terhadap kaum Syi’ah, terutama para pemimpin mereka. Kedua, berdasarkan berita-berita yang ternukil dari Nabi saw dan Ahlul Baitnya as, Bani Abbas mengetahui bahwa Mahdi Mau’ud, dari keturunan Imam Hasan Askari as sebagai penghancur dan penumpas pemerintahan dan kekuasaan bejad. Oleh karena alasan inilah, mereka selalu mengawasi Imam Hasan Askari as dan keluarga beliau, sehingga mungkin dapat menangkap putera tersebut dan membunuhnya. (Sebagaimana usaha Fir’aun untuk menangkap dan membinasakan Nabi Musa as sia-sia). Untuk menghadapi dan menghalau siasat berbahaya Bani Abbas ini, Imam Hasan Askari berusaha mengarahkan para pengikutnya untuk lebih bertaqiyah, berhati-hati dan menyembunyikan rahasia, sementara beliau sendiri pun menginstruksikan kepada keluarga dan orang-orang terdekat untuk tidak menyebarkan berita tentang kelahiran Imam Mahdi as sehingga musuh tidak mampu mencapai target kejinya. Meskipun usaha ini dapat menjinakkan rencana busuk Bani Abbas, akan tetapi tetap juga menciptakan berbagai kesulitan bagi kaum Syi’ah yang tidak dapat dihindari. [www.al-shia.org] * Diterjemahkan oleh Imam Ghozali dari artikel Persia “Kavusi Dar Ahadis-e Mahdaviat” yang dimuat di “Farhang-ge Kaosar” [The Culture Of Kosar Quarterly Of Think And Precedures Of Ahlul-bayt (as) Holy, Tahun ke-11, Musim Panas 1387 HS]. [1] Silahkan lihat: Ilzam An-Nashib, Ali Yazdi Ha’iry, jilid 1, hal. 321 – 340; Dad Gustar-e Jahan (Penyebar Keadilan Dunia), Ibrahim Amini, hal 118 – 120. [2] Mehdi Muntazar Dar Nahjul Balagheh (Mahdi Yang Dinanti Dalam Nahjul Balaghah), Mahdi Faqih Imani, hal. 23 – 39; Sire-ye Pishwayan (Sirah Para Pemimpin atau Imam), Mahdi Pishwa’I, hal. 667. [3] QS. Al-Anbiya’ [21]: 105. [4] Bihar Al-Anwar, jilid 9, hal. 126. [5] QS. At-Taubah [9]: 33. [6] Yanabi’ Al-Mawaddah, Qunduzy Hanafi, hal.423. [7] Tafsir Kabir, Fakhrur Razi, jilid 16, hal. 40. [8] QS. An-Nur [24]: 55. [9] Majma’ Al-Bayan, Thabarsi, jilid 7, hal. 152. [10] Idem; Al-Burhan Fi Tafsir Al-Qur’an, jilid 7, hal. 123. [11] Peyam-e Qur’an, jilid 9, hal. 422. [12] At-Taj, jilid 5, hal. 341; Dinukil dari Idem, hal. 428. [13] Yanabi’ Al-Mawaddah, hal. 447. [14] Muntakhab Al-Atsar, Luthfullah Shafi, hal. 191 dan selanjutnya. [15] Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 3, hal. 37. [16] Idem, hal 17. [17] Sunan Abi Daud, jilid 2, hal. 207. [18] Sunan Tirmidhi, jilid 2, hal. 46. [19] Yanabi’ Al-Mawaddah, hal 495. [20] Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4, hal. 96 dan jilid 2, hal. 83 dan 93; Shahih Muslim, jilid 3, hal. 1478. [21] Ushul Kafi, jilid 1, hal. 135. [22] Nahjul Balaghah, Hikmah ke-147. [23] Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 165. [24] Fath Al-Bari, jilid 16, hal. 339. [25] Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 18. [26] Ma’alim Al-Madrasatain, jilid 1, hal. 547. [27] Bihar Al-Anwar, jilid 36, hal. 261. [28] Syarh An-Nawawi ‘Ala Muslim, jilid 12, hal. 202. [29] Kanz Al-‘Ummal, jilid 13, hal. 27. [30] Idem. [31] Saduran dari “Ma’alim Al-Madrasatain”, jilid 1, hal. 534 – 541. [32] Tarikh Damesyq, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 366. [33] QS. Al-Maidah [5]: 55. [34] Yanabi’ Al-Mawaddah, hal. 494 – 495. [35] Idem, hal. 495. [36] Muntakhab Al-Atsar, hal. 23 – 26. Hasan Asyuri Langgarudi http://www.alhassanain.com