Kisah hidup Nabi Isa As

Nabi Isa As merupakan salah satu nabi besar Ilahi. Allah Swt menciptakan Nabi Isa As dari ibunya tanpa seorang ayah. Karena peristiwa ini merupakan kejadian aneh bagi masyarakat dan tidak terbayangkan bagi mereka bagaimana mungkin seorang bocah lahir tanpa seorang ayah? Karena mereka melontarkan tuduhan kepada Maryam oleh itu Allah Swt menjadikan Nabi Isa semenjak hari pertama kelahirannya mampu berbicara guna melepaskan ibundanya dari segala macam tuduhan. Pada detik-detik pertama kelahirannya itulah Nabi Isa As memproklamirkan dirinya sebagai Nabi Allah. Kemudian setelah berlalu beberapa tahun lamanya, Allah Swt mengutus Nabi Isa sebagai nabi dan petunjuk bagi Bani Israil. Allah Swt mengajarkan kepadanya Taurat dan Injil serta menganugerahkan mukjizat-mukjizat seperti menghidupkan orang mati sehingga dengan perantara mukjizat-mukjizat ini Nabi Isa dapat menetapkan kenabiannya. Meski demikian, hanya segelintir orang yang beriman kepadanya. Yang menonjol dari segelintir orang ini adalah kaum Hawariyun yang senantiasa berada di samping Nabi Isa As dan berguru kepadanya. Akhirnya para musuh Nabi Isa memutuskan untuk membunuhnya. Hal itu terjadi akibat pengkhianatan salah seorang Hawariyun yang membocorkan tempat tinggal Nabi Isa As. Para musuh menyergap ke tempat itu dan seseorang yang mirip dengan Nabi Isa mereka tangkap dan salib. Demikianlah Allah Swt menyelamatkan Nabi Isa As dan kemudian mengangkatnya ke langit. Nabi Isa As merupakan salah satu nabi besar Ilahi. Nama nabi besar ini berada pada jejeran empat nabi ulul azmi. Penciptaannya serupa dengan penciptaan Nabi Adam  As. Artinya Allah Swt menciptakan Nabi Isa As dari ibunya Maryam Uzara Sa yang merupakan seorang wanita salehah dan suci tanpa seorang ayah.[1] Kelahiran Kakek Nabi Isa As bernama Imran. Istrinya tatkala hamil bernazar bahwa ia akan menjadikannya sebagai pelayan di Baitul Muqaddas. Ia mengira bahwa jabang bayi yang ia kandung adlaah seorang bocah laki-laki. Namun, tatkala bayi itu lahir, ia melihat bahwa yang dilahirkannya adalah seorang bocah perempuan. Karena itu ia memberikan nama kepada bocah perempuan itu dengan nama Maryam. Setelah Maryam kian beranjak besar, ibunya mengirimnya ke Baitul Muqaddas untuk berkhidmat di sana. Nabi Zakariyyah memikul tanggung jawab sebagai wali bagi Maryam. Selama itu, sedemikian Maryam menggondol derajat spiritual yang sangat tinggi sehingga Allah Swt mengirimkan makanan dari langit untuknya.[2] Namun selain Nabi Zakariyah terdapat orang lain yang merawat Maryam dan ingin memperoleh kehormatan dengan merawatnya; karena itu untuk memilih siapa yang dapat memperoleh kehormatan merawat Maryam diadakanlah undian dengan menggunakan pena-pena mereka. Hasil undian menunjukkan nama Nabi Zakariyah yang berhak merawat Maryam.[3] Hingga suatu hari Bunda Maryam menyingkir dari tengah masyarakat dan pergi ke salah satu bagian Baitul Muqaddas dan melakukan uzlah di situ. Allah Swt mengutus seorang malaikat dalam bentuk manusia guna memberikan Nabi Isa kepada Bunda Maryam. Dengan demikian, Bunda Maryam mengandung tanpa berhubungan dengan seorang pria.[4] Pada sebagian riwayat disebutkan, Bunda Maryam  mengandung dengan cara memakan dua butir korma yang dibawakan oleh Jibril kepadanya.[5] Masa kehamilan Bunda Maryam disebutkan berbeda-beda dalam riwayat; sebagian menyebutnya enam bulan[6] dan sebagian lainnya sembilan jam sebagai ganti sembilan bulan. [7] Tatkala tiba masa kelahiran Nabi Isa As, sakit akibat persalinan yang membawa Bunda Maryam ke sebuah tempat pada pangkal pohon kurma. Bunda Maryam sangat risau karena pelbagai tudingan akan dilayangkan kepadanya sedemikian sehingga ia berharap mati. Namun Nabi Isa yang baru saja lahir, berbicara sesuai dengan perintah Allah Swt dan menghibur ibundanya. Kisah Bunda Maryam ini diabadikan dalam al-Quran sebagaimana berikut: “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. Ia berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” . Maka Jibril menyerunya dari bawah kakinya, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawah kakimu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (Qs. Maryam [20]:23-26) Bunda Maryam dengan hati mantap, sembari menggendong anaknya, kembali ke kaum dan keluarganya. Masyarakat yang hanya mampu melihat secara lahir masalah ini, memandang Maryam dengan penuh curiga. Al-Quran mengisahkan peristiwa itu demikian: “Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam buaian?” Isa berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.  Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Qs. Maryam :27-33) Dengan ucapan ini, Nabi Isa menepis tuduhan keji itu yang dialamatkan kepada ibunya dan juga menetapkan kenabiannya bagi masyarakat. Masa Pertumbuhan Satu-satunya risalah Nabi Isa As pada masa-masa awal setelah lahir adalah menetapkan makam kenabiannya dan bahwa ibunya tidak berdosa. Namun ia belum lagi memikul tanggung jawab untuk memberikan petunjuk dan menyampaikan agama Ilahi. Pada saat yang sama bahaya yang dilancarakan oleh sekelompok Yahudi mengancam jiwa Nabi Isa As. Allah Swt menuntun mereka berdua ke tempat yang aman; negeri yang tinggi memiliki keamanan dan air yang mengalir[8] sehingga di tempat itu Nabi Isa melalui masa-masa pertumbuhan dan menyiapkan dirinya untuk menyampaikan risalah samawi. Pada sebagian riwayat disebutkan bahwa tempat itu adalah Najaf.[9] Masa Kenabian Nabi Isa As tumbuh dalam pangkuan dan gemblengan Bunda Maryam hingga mencapai usia 7 atau 8 tahun. Dalam masa ini, Nabi Isa mendapatkan tugas untuk menghidayahi Bani Israel dan menyelamatkan mereka dari kesesatan.[10] Allah Swt mengajarkan kitab Taurat dan Injil kepada Nabi Isa dan menganugerahkan kepada hikmah dan ilmu khusus-Nya.[11] Allah Swt sebagaimana mengaruniai pelbagai mukjizat kepada para nabi lainnya, juga mengaruniai kepada Nabi Isa As mukjizat supaya ia dapat menetapkan kenabiannya kepada masyarakat. Salah satu mukjizatnya adalah ia dapat menciptakan burung dari lempung. Ia meniupkan ruh dan membentuknya dengan izin Allah Swt sehingga lempung berubah menjadi seekor burung. Allah Swt memberikan izin kepadanya guna menyembuhkan orang buta. Salah satu mukjizat Nabi Isa yang sangat menakjubkan adalah menghidupkan orang mati. Ia dengan perintah Allah Swt menghidupkan beberapa orang. Ia bahkan mengabarkan kepada masyarakat makanan yang mereka santap dan mereka simpan. Hidangan langit adalah salah satu mukjizat lain Nabi Isa yang dipenuhi akibat permintaan Hawariyun (murid-murid khusus Nabi Isa). Hidangan makanan dari langit turun dan meski jumlah roti dan ikan hanya sembilan biji,[12] namun dapat mengeyangkan empat ribu orang.[13] Dengan adanya semua mukjizat ini, hanya segelintir orang yang beriman kepada Nabi Isa dan yang paling menonjol adalah Hawariyun. Jumlah Hawariyun adalah dua belas orang dan yang paling pandai di antara Hawariyun adalah al-Wiqa.[14] Namun orang-orang dari Bani Israel yang memilih kufur mendapatkan laknat Nabi Isa[15] dan sesuai dengan sebuah riwayat disebutkan bahwa mereka menjadi hewan jadi-jadian yaitu mereka berubah menjadi hewan.[16] Perjalanan Akhir Nabi Isa As Sebagian Yahudi yang menyimpan permusuhan kepada Nabi Isa berencana untuk membunuhnya. Akibat pengkhianatan salah seorang Hawariyun yang bernama Yahuda Iskariot yang tidak beriman kepada Nabi Isa dalam hatinya dan termasuk sebagai seorang munafik membongkar tempat persembunyian Nabi Isa As dan musuh segera menyergap di tempat itu. Mereka menangkap seseorang yang mirip dengan Nabi Isa As. Orang-orang Kristen dan orang lain meyakini bahwa musuh telah menyalib Nabi Isa para hari Jumat kemudian membunuhnya. Namun setelah berlalulnya tiga hari dari kematian Nabi Isa, hari Minggu ia kembali hidup dan naik ke langit.[17] Namun kitab samawi al-Quran menolak bahwa Nabi Isa As telah disalib dan dibunuh. Al-Quran menyatakan: Dan lantaran ucapan mereka, “Sesungguhnya Kami telah membunuh al-Masih, Isa putra Maryam, rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Nisa [4]:157-158) Benar, Allah Swt menjaganya dari kejahatan musuh-musuhnya dan membawanya ke langit hingga mengembalikanya ke bumi hingga pada masa kemunculan Imam Mahdi Ajf dan menunaikan salat di belakangnya.[18] Catatan : [1]. “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah” (seorang manusia) , maka jadilah dia.”(Qs. Ali Imran [3]:59) [2].  (Ingatlah), ketika istri ‘Imran berkata, “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu, terimalah (nazar) itu dariku. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Maka tatkala istri ‘Imran melahirkan anaknya, ia pun berkata, “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada-Mu dari setan yang terkutuk.” Lalu Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata, “Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh (makanan ) ini?” Maryam menjawab, “Makanan itu berasal dari sisi Allah Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Qs. Ali Imran [3]:35-37) [3].  “Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (hai Muhammad), padahal kamu tidak hadir beserta mereka ketika mereka melemparkan pena-pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.” (Qs. Ali Imran [3]:44) [4]. “Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur’an pada saat ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Baitul Maqdis). Maka ia membentangkan tabir antara dirinya dan mereka (sehingga tempat menyepi itu siap untuk digunakan sebagai tempat ibadah); lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, lalu ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, “Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, jika kamu seorang yang bertakwa.” Ia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” Maryam berkata, “Bagaimana mungkin aku akan memiliki seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” Jibril berkata, “Demikianlah adanya. Tuhan-mu berfirman, “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.’” Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.” (Qs. Maryam [19]16-22) [5]. Burqi, Ahmad bin Muhammad bin Khalid, al-Mahâsin, jil. 2, hal. 537, Qum, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Kedua, 1371 S. [6].  Muhamad bin Yakub Kulaini, al-Kâfi, Riset oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil 1, hal. 465, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Keempat, 1407 H. [7]. Sayid Hasyim bin Sulaiman Bahrani, al-Burhân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 3, hal. 707, Qum, Muassasah Bi’tsat, Cetakan Pertama, 1374 S. [8].  “Dan Kami telah menjadikan (Isa) putra Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi mendatar yang aman dan memiliki sumber-sumber air bersih yang mengalir.” (Qs al-Mukminun [23]:50) [9]. Sayid Hasyim bin Sulaiman Bahrani, al-Burhân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 3, hal. 707, Qum, Muassasah Bi’tsat, Cetakan Pertama, 1374 S. [10]. Muhamad bin ‘Ayyas Bahrani, Tafsir al-‘Ayyâsyi, Riset oleh Rasul Mahallati, jil. 1, hal. 174, Tehran, al-Mathba’ah al-‘Ilmiah, Cetakan Pertama, 1380 S. [11].  “Dan Allah akan mengajarkan kepadanya al-Kitab, Hikmah, Taurat, dan Injil.” (Qs. Ali Imran [3]:48) [12]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 14, hal. 249, Beirut, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Cetakan Kedua, 1403 H. [13]. Tafsir Mansub ila al-Imâm al-Hasan al-‘Askari, hal. 195, Qum, Madrasah Imam Mahdi Ajf, Cetakan Pertama, 1409 H. [14]. Syaikh Shaduq, Muhamad bin Ali, al-Tauhid, hal. 421, Qum, Daftar Nasyr Islami, Cetakan Ketiga, 1398 H. [15].  “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (Qs. al-Maidah [5]:78) [16]. Ali bin Ibrahim, Tafsir al-Qummi, jil. 1, hal. 176, Dar al-Kitab, Cetakan Keempat, 1367 S. [17]. Injil Yohanes 20:25 [18]. Yahya bin Hasan Ibnu Bithriq, Umdah ‘Uyun Shihâh al-Akhbâr fi Manâqib Imâm al-Abrâr, hal. 430, Qum, Daftar Nasyr Islami, Cetakan Pertama, 1407 H.