Tujuan Menyemarakkan Pemikiran Menyimpang Ditengah Umat Islam Dalam Sejarah
Tujuan Menyemarakkan Pemikiran Menyimpang Ditengah Umat Islam Dalam Sejarah
0 Vote
250 View
Determinis (al-Jabr) Para penggagas pemikiran ini merasa perlu menyusun ilmu kalam, fikih dan tafsir untuk berkhidmat kepada penguasa Bani Umayah dan melegitimasi setiap sendi kekuasaan mereka. Kemudian mereka mempopulerkan akidah al-Jabr yang berarti menafikan perbuatan manusia dan menisbahkannya kepada Allah. Pemikiran ini menegaskan bahwa perbuatan baik maupun buruk yang dilakukan manusia adalah kehendak Allah. Mereka memaksakan fallasi dalam akidah dengan menyebutkan bahwa manusia tidak memiliki ikhtiar atau pilihan, karena semuanya merupakan kehendak Allah. Jika Allah menghendaki kita untuk berbuat baik, maka kita akan menjadi orang baik, juga sebaliknya, jika Allah menghendaki kita berbuat buruk maka kita akan menjadi orang nista. Mereka menggunakan dalil ayat-ayat al-Quran sebagai pembenar, di antaranya firman Allah, Dan kalian tidak mampu (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah (QS. al-Insan: 30), Sesiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya (memeluk agama) Islam. Sesiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah akan menjadikan dadanya sesak lagi sempit (QS. al-AnÊam: 125). Sangat jelas akidah ini memiliki tendensi politik kekuasaan jahiliah. Bukankah setiap perbuatan jahat dan maksiat adalah kehendak Tuhan? Bukankah meninggalkan kewajiban-kewajiban untuk melakukan perbuatan haram seperti minum khamar, berzina, mencuri dan membunuh adalah juga kehendak Tuhan atas hamba-hamba-Nya? Apakah logis jika manusia tidak memiliki ikhtiar, sehingga tidak bisa berperilaku sesuai akal sehat yang dianugerahkan Allah kepadanya? Jika demikian, berarti seseorang tidak mungkin mendapatkan pahala atau tidak dapat menghindari siksa? 158 Zandaqah Pemikiran Zandaqah atau ateisme berkembang pada masa Imam JaÊfar Shadiq. Jika Islam dipahami sebagai agama yang dijalankan Bani Umayah saja, maka wajar pemikiran menyimpang ini berkembang dalam Dunia Islam. Jika seorang pentauhid sejati mengikuti alur panjang sejarah peradaban Islam pada zaman Bani Umayah berkuasa, maka dia tidak akan merasa heran melihat aliran ini mendapatkan tempat di hati sebagian masyarakat. Kezaliman dan kebiadaban Bani Umayah dalam segala lini kehidupan adalah penyebab munculnya pemikiranpemikiran yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Hammad bin Usman meriwayatkan bahwa dia mendengar Imam JaÊfar Shadiq berkata, „Zandaqah muncul pada tahun 128 H, aku melihat itu dalam Mushaf Fathimah as. 159 Mempertanyakan pemikiran dan kebijakan penguasa Bani Umayah adalah tindakan subversif, sebuah kejahatan yang tidak dapat diampuni. Rakyat hanya dikehendai untuk mendengarkan dan menjalankan perintah saja, tidak boleh berpikir apalagi berpikir kritis. Khilafah Islamiyah mengalami puncak kerusakan pada masa diktator-diktator Bani Umayah dan firaun-firaun Bani Abbasiyah. Itulah wajah Islam yang mengemuka. Pemikiran ateisme lahir sebagai sebuah penolakan terhadap realitas bobrok yang mengatasnamakan „Kehendak Tuhan. Ibnu Abi AujaÊ menggelar seminar pemikiran di Mesjid Nabawi dengan menanamkan keraguan dalam tauhid. Dia mengumandangkan fallacy pemikiran dengan mengatakan bahwa keberadaan dimulai dari ketiadaan. Tersebut juga JaÊd bin Dirham, seorang ekstrem kufur, pembuat bidah yang mendedikasikan hidupnya dalam Zandaqah serta memproklamirkan ateisme.160 Dia menunjukkan kedangkalan pemikirannya secara demonstratif, seperti memasukkan tanah dan air dalam sebuah botol, kemudian beberapa saat terdapat cacing dalam botol yang semula diisinya dengan tanah dan air tersebut. Kemudian dia berkata kepada para sahabatnya, Aku telah menciptakannya, karena aku adalah sebab keberadaannya.‰ Imam JaÊfar Shadiq mendengar kabar ini dan membantahnya dengan bukti rasional faktual, beliau berkata, Jika dia yang menciptakannya, maka tanyakan kepadanya, Berapa jumlahnya? Berapa yang jantan dan berapa yang betina? Berapa berat masing-masingnya? Mintalah kepadanya untuk mengubahnya menjadi wujud yang lain. 161 Mu’tazilah Khawarij dan MurjiÊah adalah dua tokoh aliran ini. Setelah hadis dan tafsir yang bertentangan dengan akal memunculkan kultur jumud (stagnan) yang mengartikan al-Quran dan hadis secara dangkal, maka otomatis pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat perkembangan peradaban tidak dapat terjawab. Dapat dipastikan, penguasa yang mengatasnamakan Islam sebagai dasar kekuasaannya pada masa itu juga tidak mampu menjawab tantangan zaman. Dari sinilah pemikiran-pemikiran MuÊtazilah muncul dan berkembang sebagai upaya menjawab tantangan budaya yang menyeruak di negara-negara Islam. Mereka berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari paham ateisme. Mereka menolak penggunakan hadis secara mutlak dan menyerang ahli hadis karena dianggap telah menonaktifkan akal dan mengafirkan setiap orang yang meneliti dan memperdebatkan hadis. Garis politik Mu’tazilah Mu’tazilah mendukung penguasa pada masa itu. Mereka menggunakan politik para penguasa untuk memberantas perbedaan paham dan mengafirkan selainnya. Mereka menegaskan bahwa imamah dan khilafah dapat dicapai oleh al-Mafdhûl dan diserahkan kepada al-Fâdhil. Inilah dalil legitimasi khilafah Bani Umayah dan Abbasiyah. Ahmad Amin mengatakan bahwa keberanian Mu’tazilah mengkritik para tokoh adalah karena dukungan penuh dari Bani Umayah yang sejalan dengan pemikiran dan tujuannya, setidaknya pemikiran yang menganggap Ali bin Abi Thalib tidak suci, berbuat salah dan sebagainya.162 Setelah kekuasaan Bani Umayah berakhir, mereka bergabung dengan pemerintahan Bani Abbasiyah. Banyak di Antara mereka yang menjadi pejabat dan pembantu-pembantu Bani Abbasiyah. Manshur memberikan penghormatan besar kepada salah seorang tokoh MuÊtazilah yaitu Amr bin Ubaid.163 MuÊtazilah memusuhi orang-orang Syiah. Para pengikut Ahlulbait berpendapat bahwa MuÊtazilah adalah pemikiran yang asing dalam Islam. MuÊtazilah menganggap telah menggunakan akal sehat namun keluar dari logika kebenaran dan membunuh potensi umat Islam dan bertentangan dengan al-Quran yang menyatakan, Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?164 Al-Ghulluw (ekstrimisme) Para sejarahwan berpendapat bahwa gerakan ekstrimisme lebih merusak dan membahayakan bagi masyarakat Islam pada saat itu. Inilah ideologi politik yang bertujuan menghancurkan Islam dari dalam. Gerakan para ekstrimis tidak berlangsung lama, karena dia muncul sesaat dalam gelanggang politik JAÊFAR SHADIQ Pada waktu goyahnya kekuasaan Bani Umayah kemudian menghilang dengan segera. Imam JaÊfar Shadiq menghambat gerakan ini, karena beliau mengetahui bahayanya, kemudian mengumumkan bahwa beliau terbebas darinya dan dari ajaran-ajarannya serta mengutuk para penyerunya seperti Abul-Khaththab. Beliau juga menunjukkan tujuan-tujuan buruk para pencetus ideologi ini. Gerakan ini mengemuka pada akhir-akhir kekuasaan Bani Umayah. Abul-Khaththab menyebarkan pemikiranpemikirannya di Kota Kufah secara rahasia pada saat politik propaganda Bani Abbasiyah sedang mendapatkan tempat dihati sebagian masyarakat. Abul-Khaththab memilih Kufah karena dia mengetahui bahwa tempat itu adalah basis para pecinta Ahlulbait. Abu Abbas Baghawi meriwayatkan bahwa dia mendatangi Fatsyun si Kristen. Waktu itu, dia berada di sebelah barat Dar Arrum. Mereka berdialog. Kemudian Abu Abbas Baghawi bertanya tentang Ibnu Kilab. Fatsyun berkata, Semoga Allah mengasihi Abdullah (Ibnu Kilab Qaththan). Dia mendatangiku dan duduk di pojok sana (dia menunjuk ke salah satu sisi bangunan gereja). Dia mengujarkan kembali ucapanku, ÂSeandainya dia hidup, kami akan mengkristenkan orang-orang Muslim. 165 Para ekstrimis meyakini bahwa sesuatu yang non-materi sangat mungkin tampak secara fisik. Keyakinan ini adalah sesuatu yang tidak diingkari oleh orang berakal. Seperti Jibril as yang pernah menampakkan diri sebagai seorang 115 Arab Badui, ini adalah contoh wujud kebaikan. Sedangkan setan berbentuk manusia yang melakukan berbagai bentuk kejahatan dan panampakan jin ke dalam diri manusia sehingga berbicara dengan lisannya. Demikian juga mereka meyakini bahwa Allah tampak dalam bentuk manusia. Mengapa tidak ada orang yang lebih baik dari Ali sepeninggal Rasulullah saw? Mengapa juga putra-putra Ali yang dimusuhi dan diburu, padahal mereka adalah sebaik baik manusia? Bukankah mereka memanifestasikan kebenaran dalam segala sisi kehidupan mereka? Lisan mereka adalah kebenaran. Tangan-tangan mereka adalah kebenaran. Merekamelekatkan keistimewaan ini kepada Ali bukan selainnya. Karena beliau mendapatkan dukungan khusus Ilahi untuk sesuatu yang berkaitan dengan rahasia-rahasia batin.166 Inilah landasan Abul-Khaththab untuk pendapatnya yangmenganggap para imam adalah Nabi, kemudian dianggap tuhan. Dia mengatakan bahwa JaÊfar bin Muhammad dan ayah-ayahnya adalah tuhan! Mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih Tuhan! Ketuhanan adalah cahaya dalam kenabian dan kenabian adalah cahaya dalam Imamah dan alam tidak pernah kosong dari cahaya-cahaya ini. Dia juga menganggap bahwa JaÊfar Shadiq adalah tuhan pada masanya. Ketika turun ke alam ini dia menggunakan bentuk itu, lalu manusia melihatnya di dalam bentuk itu pula.167 158 Al-Imam ash-Shâdiq wa al-Madzâhib al-Arba’ah, jil.2, hal.122. 159 Bashâ’ir ad-Darajât, hal.172; Bihâr al-Anwâr, jil.26, hal.123; Itsbât al-Hudât, jil.5, hal.175. 160 Mîzân al-I’tidâl, jil.1, hal.399; Lisân al-Mîzân, jil.2, hal.105. 161 Amâli al-Murtadha, jil.1, hal.284. 162 Fajr al-Islam, hal.295. 163 Tarikh Bagdad, jil.4, hal.148-150. 164 QS. az-Zumar: 9. 165 Ibnu Nadim, al-Fihris, hal.255-256. Naskah ini juga membuktikan bahwa orang-orang Ahlulkitab mempunyai andil besar dalam menyebarkan fenomena ekstrimisme di antara kaum Muslim. 166 Syahrestani, al-Milal wa an-Nihal, jil.1, hal.168. 167 Al-Milal wa an-Nihal, jil.1, hal.159. 168 Wasâ’il asy-Syî’ah, jil.27, hal.13, dari 157 Sahih Bukhari, jil.1, hal.169. Sahih Muslim, bab shalat al-‘Idain, jil.2, hal.607; Musnad Ahmad, jil.6, hal.38. 158 Al-Imam ash-Shâdiq wa al-Madzâhib al-Arba’ah, jil.2, hal.122. 159 Bashâ’ir ad-Darajât, hal.172; Bihâr al-Anwâr, jil.26, hal.123; Itsbât al-Hudât, jil.5, hal.175. 160 Mîzân al-I’tidâl, jil.1, hal.399; Lisân al-Mîzân, jil.2, hal.105. 161 Amâli al-Murtadha, jil.1, hal.284. 162 Fajr al-Islam, hal.295. 163 Tarikh Bagdad, jil.4, hal.148-150. 164 QS. az-Zumar: 9. 165 Ibnu Nadim, al-Fihris, hal.255-256. Naskah ini juga membuktikan bahwa orang-orang Ahlulkitab mempunyai andil besar dalam menyebarkan fenomena ekstrimisme di antara kaum Muslim. 166 Syahrestani, al-Milal wa an-Nihal, jil.1, hal.168.