Saisn modern memiliki krisis, juga para ilmuannya. Salah satu sumbernya adalah anggapan netralitas ilmu yang bermula ketika ilmu-ilmu islam yang diambil alih barat pada sekitar abad X hijrah dilepaskan dari konteksnya yaitu hikmat dan wahyu. Oleh karena itu sudah tiba masnya agar para ilmuan Muslim kembali menengok ke belakang sejenak, menyimak apa yang ditemukan kembali oleh Sayyed Hossen Nasr, seorang fisikawan Iran yang kemudian menjadi seorang sejarawan ilmu, dalam ilmu-ilmu tradisional Islam dalam konteks aslinya yaitu hikmat, yang dikenal dunia Barat sebagai filsafat tradisional Islam, yang mempunyai dimensi etis dan metafisi, serta wahyu yang berdimensi religius dalam suatu kesatupaduan. Banyak yang terungkap oleh Nasr, namun mungkin banyak yang kurang berkenan di hati kita. Yang jelas Buku ini menyadarkan kita mengenai apa yang harus dibenahi dalam menyerap Sains Barat yang mendominasi dunia sekarang ini.

Author

Editor

Interpreter

Common title

Number of volumes

Persian Title

Publish location

Publication year

Publish number

Publisher

Qr Code

Sect

Scholar

ISBN

Source

Translated

Is this post suggested?

View

Sains Dan Peradaban Di Dalam Islam

Filsuf Iran Seyyed Hossein Nasr diakui kepiawaiannya dalam pergulatan pemikiran sufisme. Sejak 1960-an, dari tangannya telah mengalir karya-karya besar dalam bahasa Inggris. Ia diakui sebagai salah seorang dari tiga begawan Islam -di samping Fazlur Rahman dan Ismail R. Faruki. Pemikiran- pemikirannya memukau pembaca Barat dan membuat mereka respek terhadap pemikiran Islam, yang sebelumnya dianggap tidak memiliki kontribusi besar dalam wacana pemikiran Barat.

Dalam "melawat" ke Barat, Nasr banyak mengintroduksi pemikiran- pemikiran Islam aliran Persia. Memang sejarah mencatat bahwa sebagian besar pemikiran Islam adalah produk Persia -mulai dari filsafat, kalam, tasawuf, hingga sains dan kesenian. Nasr juga membangkitkan kembali filsafat perenial (perennial philosophy) -filsafat yang mencari titik temu di tingkat transenden dari agama-agama yang ada.

Filsafat perenial itu sendiri sempat berabad-abad terkubur dalam museum perpustakaan. Setelah lama dilupakan, Aldous Huxley, filsuf mistik Timur, memperkenalkan kembali disiplin itu kepada masyarakat Barat lewat bukunya yang juga berjudul The Perennial Philosophy (1948). Namun kajian Nasr terasa lebih dari apa yang telah dicapai Huxley. Nasr memberikan muatan politis yang mendalam, sekaligus muatan Islam yang selama ini diabaikan oleh para ahli filsafat perenial.

Nasr sendiri aktif membangunkan kembali filsafat parenial ini sejak 1960-an, setelah sebelumnya tiga filsuf kawakan, yaitu Ananda Coomaraswamy, Rene Guenon, dan Frithjof Schuon, mencoba memasukkannya ke dalam diskursus filsafat Barat. Bahkan Nasr menyebut Frithjof Schuon, filsuf Prancis itu, sebagai guru terbesar filsafat perenial sepanjang abad ini. Wajar bila pada akhir 1980-an, ketika ulang tahun Schuon ke-85, Nasr bersemangat menyunting dua buku yang dipersembahkan kepada sang guru, yaitu The Essential Writing of Frithjof Schuon dan The Heart of Religion.

Ide-ide Nasr tentang filsafat perenial tersebar dalam berbagai makalah dan jurnal. Baru setelah memperoleh undangan untuk menulis dan mengajar pada program Gifford Lectures di Universitas Edinburgh pada 1981, ia menulis buku utuh yang menampung seluruh obsesinya sebagai pemikir Islam. Gifford Lectures adalah tempat riset bergengsi. Hanya para pemikir terkemuka yang diundang datang. Nasr adalah filsuf Timur pertama, juga muslim pertama, yang diundang dalam program Gifford Lectures. Karena itu ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
<div id="baca-juga">
<div class="baca-juga-wrap">

<strong>BACA JUGA</strong>
<ul>
 	<li><a href="https://www.cintabuku.id/2018/12/antara-tuhan-manusia-dan-alam-jembatan.html">Antara Tuhan, Manusia dan Alam: Jembatan Filosofis dan Religius Menuju Puncak Spiritual</a></li>
 	<li><a href="https://www.cintabuku.id/2017/10/jual-buku-islam-intelektual-teologi.html">Jual Buku Islam Intelektual: Teologi, Filsafat, dan Ma'rifat</a></li>
 	<li><a href="https://www.cintabuku.id/2015/12/jual-buku-islam-dan-nestapa-manusia.html">Jual Buku Islam dan Nestapa Manusia Modern</a></li>
</ul>
</div>
</div>
Dari risetnya atas karya para pakar yang menggalang kerja sama dengan Gifford Lectures, Nasr mendapatkan kesan bahwa para filsuf umumnya terjebak dalam perspektif Barat yang sekuler ketika hendak menguraikan masalah filsafat dan agama. Maka Nasr memperkenalkan kerangka berpikir dan gagasan-gagasan Timur lewat buku Pengetahuan dan Kesucian ini.

Istilah kesucian (atau Yang Suci, the Sacred), yang dipakai Nasr dalam buku ini, memang bisa membuat mereka yang terbiasa dengan filsafat agama ala Barat bisa kehilangan orientasi. Sebab biasanya pengetahuan selalu dianggap bersifat sekuler. Karena itu pendekatan atas filsafat agama selalu bersifat sekuler: berusaha menyajikan filsafat yang tough minded - objektif, rasional, dan menghindari bau mistik.

Nasr mencoba meyakinkan pembaca bahwa pada awalnya semua pengetahuan bersifat suci, membawa manusia pada kesadaran diri, dan mendorong ke arah kebahagiaan. Pengetahuan selalu menjadi jalan yang akan membawa manusia kepada "Realitas Ultim" -dalam agama disebut sebagai Tuhan. Pengetahuan tak pernah membawa manusia menjauh dari Tuhan, seperti realitas yang bisa ditemukan dalam filsafat agama dewasa ini, lewat pemikiran ateisme ataupun sekularisme.

Seluruh buku Pengetahuan dan Kesucian ini memaparkan wacana metafisik yang mempertemukan agama-agama dengan tradisi-tradisi spiritual yang otentik pada satu titik kesatuan transenden, yaitu Tuhan itu sendiri. Buku ini dimulai dengan cerita mengenai hilangnya sakralitas pengetahuan di Barat. Ini mengakibatkan, menurut istilah Nasr, hilangnya dasar-dasar transendental yang buntutnya mendorong terjadinya krisis kebudayaan.

Nasr melihat adanya penemuan kembali kesucian dan kebangkitan dari yang disebutnya "Tradisi Primordial" (The Rediscovery of Sacred: The Revival of Tradition). Fenomena yang diamati Nasr sebagai kebangkitan "Yang Suci" dalam kebudayaan manusia akhir- akhir ini memberikan secercah harapan, yang bisa menyelamatkan umat manusia dari kehancuran.

Dengan bersemangat dan piawai, tapi dengan bahasa sederhana, Nasr menguraikan tema-tema keabadian manusia, alam semesta, perbedaan dunia abadi dan dunia temporal, dan tentang kesucian. Uraian Nasr dalam seluruh bab terasa profetis, dan membawa misi dakwah yang sarat wacana langit. Kiranya kita perlu memberi acungan jempol dan salut atas usaha penerjemah yang menghadirkan buku yang telah lama ditunggu oleh peminat studi agama-agama ini. Ada baiknya jika dalam penerbitan yang akan datang betul-betul diperhatikan kualitas penyuntingan. Salah satu kelebihan karya-karya Nasr adalah bahasanya yang lugas dan enak dibaca. Namun membaca terjemahan ini terkesan agak meletihkan.

Source Address

Pengetahuan dan Kesucian

Sungguh Allah dan para Malaikat-Nya bersalawat atas NAbi, HAi orang-orang yang beriman! Bersalawatlah atasnya. Dan berilah salam kepadanya dengan sehormat-hormat salam.

Betapa mulianya Nabi Muhammad dibandingkan dengan nabi-nabi yang lainnya. Betapa istimewanya beliau, sehingga Allah dan para malaikat-Nya pun bersalawat atas NAbi. Apa keistimewaan Nabi Muhammad? Anda akan bisa mendapatkan jawabannya dalam buku ini.

Muhammad Hamba Allah

"Kegiatan intelektual Islam telah mati". Inilah tudingan yang sering diulang-ulang kalangan orientalis. Dampak yang terjadi bukan saja menimbulkan gelombang keawaman di kalangan umat Islam, tetapi juga inferioritas cendikiawan Muslim kontemporer, yang dengan pisau analisa serta metodologi "yang baru," mencoba meletakkan iman, trasendensi dan spiritualitas Islam bersifat hipotetik.

Tetapi benarkah intelektual Islam telah mandeg (stagnan) begitu lama. Benarkah pintu ijtihad telah tertutup? Benarkah filsafat Islam telalh mati, karena hantaman al-Ghazali melalu Tahafut al-Falasifah dan emninggalnya Ibnu Rusyd, yang dianggap sebaga pelopor rasionalisme Islam dan juga Barat? Sayeed Hossein Nasr bersama William C. Chittik, membuktikan bahwa gerakan Islam Intelektual adalah "musim semi" bagi perkem bangan dan kemajuan peradaban dunia.

Islam Intelektual: Teologi, Filsafat & Ma'rifat

Secara berangsur-angsur, kekayaan yang terkandung di dalam Islam dan kebudayaannya semakin banyak menarik perhatian kaum pria dan wanita Barat, ketika perkembangan westernisasi itu sendiri sedang mengancam benteng pertahanan Islam. Karena situasi yang paradoks ini maka prinsip-prinsip Islam perlu ditegaskan kembali dan ajaran-ajarannya diuraikan kembali di dalam cabang-cabang tradisi yang bersumber kepada al-Quran. Itulah yang harus kita lakukan jika kita hendak memperkenalkan ajaran-ajaran Islam baik kepada manusia Barat yang sedang mencari jalan keluar dari kekacaubalauan karena ia telah diperosokkan oleh modernisasi, maupun kepada manusia Muslim modern yang ingin menemukan cara untuk melawan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi kebudayaan Islam itu.

Buku ini merupakan langkah yang bersahaja ke arah tujuan tersebut. Dalam buku ini, dikemukakan masalah-masalah penting yang dihadapi oleh manusia-manusia modern baik di Barat maupun di Timur, untuk membahas cara-cara mempelajari warisan intelektual dan spiritual Islam. Juga dipaparkan cara-cara penerapan ajaran-ajaran Islam tersebut untuk mencari jalan keluar dari kedukaan manusia modern, baik yang di Timur maupun di Barat.

&nbsp;

Islam dan Nestapa Manusia Modern

<strong>Nama Lengkap:</strong>

Sayid Husain Nasr

<strong>Riwayat:</strong>

Adalah seorang filsuf, penulis dan dosen di Universitas George Washington, Amerika. Nasr mempunyai peran besar dalam penyebaran Syi'ah di Barat.

Ayahnya Sayid Waliyullah seorang dokter. Ibunya Dhiya' Asyraf merupakan cucu dari Syaikh Fadhlullah Nuri. Keluarganya adalah keluarga yang berpendidikan.

<strong>Pendidikan dan Keilmuan:</strong>

Pendidikan sekolah dasarnya di selesaikan di Iran. Ketika berumur dua belas tahun, Husain Nasr dikirim ke Amerika untuk melanjutkan pendidikannya.

Nasr masuk Universitas terkenal di Amerika, MIT (Massachusetts Institute of Technology). Ia merupakan warga Iran pertama yang diterima di program pasca sarjana Universitas tersebut. Ia mengambil jurusan fisika.

Tahun ke dua di universitas tersebut, Nasr merasa Fisika tidak mampu menjawab keingintahuannya tentang filsafat. Akhirnya ia beralih ke studi disiplin lain dan menghabiskan banyak unit di humaniora; Secara khusus, unit diajarkan oleh Profesor Giorgio Santilana, seorang filsuf Italia dan sejarawan sains. Ia  memperkenalkan Nasr kepada Rene Guenon. Karya-karya Guenon memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan pemikiran Nasr.

Setelah lulus dari Massachusetts Institute of Technology, ia mendaftar di kursus pendidikan tinggi geologi dan geofisika di Universitas Harvard. Selain itu, ia mengambil kursus kristalografi kuno, oseanografi, dan paleontologi. Setelah memperoleh gelar master di bidang geologi dan geofisika pada tahun 1956, ia mengejar gelar doktor dalam sejarah sains dan pengetahuan di Universitas Harvard. Ia menyelesaikan disertasi doktoralnya di bawah bimbingan tiga pembimbing: Bernard Cohen, Hamilton Gabe, dan Harry Wolfson.

Selama bertahun-tahun di Harvard, Nasr melakukan perjalanan ke Eropa, di mana ia bertemu dengan penulis tradisional terbesar dan perwakilan "Kebijaksanaan Abadi", Fridtjof Schwann dan Titus Burkhart, yang sangat memengaruhi kehidupan spiritual dan intelektualnya. Dia juga melakukan perjalanan ke Maroko, yang sangat penting secara spiritual baginya, sehingga dia berkenalan dengan tasawuf seperti yang diajarkan dan dialami oleh mistikus lama Maroko, Syekh Ahmad al-Alawi (syekh besar Aljazair dari suku Shazliya). Ia menganggap dirinya sangat dipengaruhi oleh karya-karya dan Altaf yang dikeluarkan oleh Syekh Al-Alawi.

Ia menerima gelar Ph.D. di Harvard pada usia 25 tahun, yang diterbitkan pada tahun 1964 oleh Harvard University Press dengan judul Pemikiran Islam tentang Alam. Ia pernah ditawari jabatan asisten profesor di Massachusetts Institute of Technology, tetapi dia memutuskan untuk kembali ke Iran.

Setelah kembali ke Iran, Nasr menjadi asisten profesor filsafat dan sejarah sains di Fakultas Sastra dan Humaniora, Universitas Teheran.

Setelah kembali ke Iran pada tahun 1958, ia kembali menghadiri pertemuan para profesor filsafat dan tasawuf Islam selama 20 tahun, yang berlangsung tiga hari seminggu di Sekolah Sepahsalar di Teheran, serta di rumah-rumah pribadi di Teheran, Qom dan Qazvin. Di antara profesor tersebut adalah: Sayid Muhammad Kadzim Asar, Sayid Muhammad Husain Thabathabai dan Sayid Abulhasan Rafi'I Qazwini .

<strong>Karya-karya:</strong>

Diantara karya-karyanya: <em>Pandangan Pemikir Islam tentang Alam, Sejarah FIlsafat Islam, Ilmu dalam Perspektif Islam, Syahabuddin Yahya Suhrawardi, Ilmu dan Peradaban dalam Islam.</em>

Born

Death

Hossein Nasr

Hossein Nasr

Born:

Hossein Nasr

Author Books