Mensyukuri Nikmat Pernikahan
[Poin selanjutnya adalah] pernikahan merupakan nikmat besar ilahi. Mengingat setiap nikmat itu harus disyukuri, maka cara mensyukuri nikmat pernikahan adalah menjaga kekokohan ikatan pernikahan. Jangan biarkan kejadian-kejadian buruk, perasaan tersinggung, mencari kelemahan tidak pada tempatnya, percekcokan sia-sia dan mengada-adakan pengeluaran yang merugikan bisa menggoyahkan ikatan dan lembaga rumah tangga yang dibangun dengan akad nikah ini. (19/3/1382) Dengan kata akad yang kami bacakan ini -yang merupakan perkara konsensus- maka terwujudlah hubungan kesepakatan antara kalian berdua. Pengantin wanita dan pria harus bersungguh-sungguh menjaga hal ini. (20/4/1370)
Maksud semua orang juga demikian bahwa tahapan ini merupakan tahapan kehidupan manusia yang paling penting. Hendaknya diselenggarakan dengan cara yang baik, sehat dan membahagiakan keduanya. Kalian sendiri harus membantu agar diselenggarakan demikian. Oleh karena itu, segala sesuatu yang melemahkan fondasi rumah tangga, maka kalian harus menganggapnya sebagai sesuatu yang terlarang. Mengeluh tidak pada tempatnya, banyaknya tuntutan dan menaati tradisi yang tidak pada tempatnya akan menyebabkan rusaknya kesenangan dan keakraban rumah tangga. Kesenangan dan keakraban ini tidak akan terwujud dengan uang, perintah dan semacamnya. (28/6/1381) Jangan sampai lembaga rumah tangga ini goyah karena keluhan, perasaan tersinggung, banyaknya permintaan dan tuntutan, tidak adanya kasih sayang dan terkadang dengan campur tangan orang lain dan semacamnya. Yang penting adalah baik pengantin wanita maupun pria harus berusaha menjaga hubungan pernikahan ini.
Bagaimana caranya kalian bisa menjaga hubungan ini? Tentu saja orang yang berakal, cerdas, penuh perasaan dan hati nurani yang jujur akan menemukan jalannya. Hubungan ini akan terjaga dengan kepercayaan dan kasih sayang timbal balik. Istri jangan sampai melakukan pemaksaan terhadap suami. Suami juga jangan sampai melakukan pemaksaan terhadap istri dan jangan sampai banyak permintaan, keduanya harus akrab seperti dua orang teman dan seperti dua orang partner supaya lembaga rumah tangga ini terjaga. (20/4/1370) Bila taklif dan kewajiban yang ada dilakukan dengan baik, maka akad nikah ini akan berkah dan semakin berkah insyaallah. Semuanya tergantung pada kalian sendiri.
Suami dan Istri Saling Melengkapi
Salah satu yang menyebabkan akad pernikahan menjadi penuh berkah adalah suami-istri harus merasa bahwa dalam tahapan kehidupan baru ini, masing-masing memiliki kewajiban terkait pada pasangannya dan wajib melaksanakannya. Masuklah ke dalam tahapan baru kehidupan kalian dengan perasaan ini. Karena dalam kehidupan rumah tangga, suami-istri masing-masing menjadi pelengkap bagi yang lainnya. Masing-masing dari keduanya tidak akan sempurna tanpa yang lainnya. Juga jangan beranggapan bahwa yang satu asli dan yang lainnya cabang. Suami misalnya; sebagai yang asli dan istri sebagai cabangnya. Atau berdasarkan selera lainnya istri sebagai yang asli dan suami sebagai cabang dan pengikutnya. Tidak. Masing-masing dari keduanya bukan asli sehingga yang lainnya sebagai cabangnya. Masing-masing dari keduanya juga bukan cabang bagi yang lainnya. Gabungan dari keduanya ini sama dan sejajar adalah asli. Keduanya saling membutuhkan. Bukan kebutuhan seksual dan syahwat saja. Bahkan kalian berdua saling membutuhkan dari sisi akhlak, agama dan untuk meneruskan keturunan. Istri sebagai sumber ketenangan suami. Suami sebagai sumber ketenangan istri. Masing-masing tidak boleh merasa punya jasa atas yang lainnya. Tidak. Tidak satu pun dari keduanya boleh merasa punya jasa atas yang lainnya. Keduanya adalah sepasang. Bila salah satunya tidak ada, maka tidak akan sempurna. Suami-istri adalah sepasang. Yakni, gabungan yang bila bagian yang satunya tidak ada, maka bagian yang satu tidak sempurna. Inilah makna sepasang. Masuklah pada kehidupan baru dengan semangat ini. (14/2/1362)
Kalian lihat apa yang dikatakan oleh ayat mulia ini terkait suami dan istri -khususnya dalam rumah tangga-, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri." (mengisyaratkan ayat 21, surat Rum) yakni salah satu di antara tanda kekuasaan Allah adalah telah ditetapkan pasangan hidup untuk kalian dari jenis kalian sendiri. Ditetapkan wanita untuk pria dan pria untuk wanita. Dari kalian sendiri, "Min Anfusikum". Bukan dari jenis yang berbeda. Bukan dua derajat yang berbeda. Semuanya adalah satu hakikat. Satu esensi dan satu zat. Tentunya pada sebagian karakter memiliki perbedaan. Karena kewajiban mereka ada dua. Kemudian berfirman, "Litaskunu Ilaiha" yakni sepasang dan dua jenis dalam tabiat manusia untuk tujuan yang besar. Tujuan itu adalah ketenangan dan ketenteraman. Supaya kalian menemukan ketenangan di sisi lawan jenis kalian di dalam rumah tangga -pria di sisi wanita, wanita di sisi pria-. Bagi seorang pria; masuk ke dalam rumah, mendapatkan lingkungan yang aman dalam rumah, istri penyayang, mencintai dan bisa dipercaya di sampingnya juga merupakan perantara ketenangan. Bagi seorang wanita, memiliki suami dan sandaran yang dicintainya dan baginya bak benteng yang kokoh -karena dari sisi jasmani pria lebih kuat dari wanita- merupakan sebuah kebahagiaan; sumber ketenangan dan kebahagiaan. Rumah tanggalah yang memenuhi hal ini bagi keduanya. Untuk mendapatkan ketenangan, seorang pria memerlukan istri dalam lingkungan rumah tangga. Wanita juga demikian, untuk mendapatkan ketenangan ia memerlukan suami dalam lingkungan rumah tangga, "Litaskunu Ilaiha" untuk mendapatkan ketenangan, keduanya saling memerlukan. [islamic-sources/IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati]
Sumber: Khanevadeh; Be Sabke Sakht Yek Jalaseh Motavval Motavva Dar Mahzar-e Magham Moazzam Rahbari