Perempuan Ulama Dalam Panggung Sejarah (1)
Perempuan Ulama Dalam Panggung Sejarah (1)
Author :
KH Husein Muhammad
0 Vote
171 View
Saya selalu ingin menyanyikan puisi-puisi gubahan Raja Penyair Arab terkemuka : Ahmad Syauqi, ini. Inilah Utusan Tuhan Ia tak pernah mencatut hak-hak perempuanberiman Ilmu pengetahuan menjadi jalan hidupkeluarganya Mereka menjadi ahli hukum, aktivis politik, kebudayaan dan sastra Berkat putri-putri Nabi Gelombang pengetahuan menjulang ke puncaklangit Lihatlah, Sukainah Namanya menebar harum diseluruh pojok bumi Ia mengajarkan kata-kata Nabi Dan menafsirkan kitab suci Lihatlah Buku-buku dan kaligrafi yang indah Bercerita tentang ruang Perempuan-perempuan Islam yang gagah Baghdad adalah rumah perempuan-perempuan cerdas Padepokan perempuan-perempuan elok Yang mengaji huruf dan menulis sastra Damaskus zaman Umayyah adalah sang ibu bagi gadis-gadis cendekia Tempat pertemuanseribu perempuan piawai. Taman-taman Andalusia merekah bunga warna-warni Perempuan-perempuan cantik bernyanyi riang Dan gadis-gadis anggun membaca puisi Puisi-puisi di atas menggambarkan fenomena perempuan Islam dalam panggung sejarah Islam awal. Pusat-pusat peradaban Islam, paling tidak di tiga tempat : Damaskus, Baghdad dan Andalusia, memerlihatkan aktifitas, peran dan posisi kaum perempuan. Fakta-fakta sejarah dalam peradaban awal Islam ini menunjukkan dengan pasti betapa banyak perempuan yang menjadi ulama, cendikia dan intelektual, dengan beragam keahliandan dengan kapasitas intelektual yang relatif sama dengan bahkan sebagian mengungguli ulama laki-laki. Fakta ini dengan sendirinya telah menggugat anggapan banyak orang bahwa akal dan intelektualisme perempuan lebih rendah dari akal intelektualisme laki-laki. Islam memang hadir untuk membebaskan penindasan dan kebodohan menuju perwujudan kehidupan yang berkeadilan dan memajukan ilmu pengetahuan untuk semua manusia : laki-laki dan perempuan. Nama-nama perempuan ulama/intelektual/cendikia, perjalanan hidup dan karya-karya mereka terekam dalam banyak buku. Ibnu Hajar, ahli hadits terkemuka dalam bukunya : “Al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah”, menyebut 500 perempuan ahli hadits. Nama-nama mereka juga ditulis ahli sejumlah ulama : Imam Nawawi, dalam “Tahzib al-Asma wa al-Rijal”, Khalid al-Baghdadi dalam “Tarikh Baghdad”, Ibn Sa’d dalam “Al-Thabaqat”dan al-Sakhawi dalam “al-Dhaw al-Lami’ li Ahli al-Qarn al-Tasi’”dan lain-lain. Imam al-Dzahabi, ahli hadits masyhur, penulis buku “Mizan al-I’tidal”, menyebut 4000 Rijal Hadits, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ia selanjutnya mengatakan : “Ma ‘Alimtu min al-Nisa Man Uttuhimat wa La Man Turika Haditsuha” (Aku tidak mengetahui ada perempuan yang cacat dalam periwayatannya dan tidak dipakai haditsnya). Katanya lagi : “Tidak ada kabar yang menyebutkan bahwa riwayat seorang perempuan adalah dusta”. Belakangan Umar Ridha Kahalah menulis buku khusus tentang ulama-ulama Perempuan di dunia Islam dan Arab: “A’lam al-Nisa fi ‘Alamay al-‘Arab wa al-Islam”(Ulama Perempuan di Dunia Islam dan Arab). Buku ini yang terdiri dari 3 jilid/volume ukuran tebal ini merekam dengan indah nama-nama perempuan ulama berikut keahlian, aktifitas dan peran mereka, berdasarkan urutan abjad. Ia mengatakan : وقد حاولت جهد استطاعتى فى البحث والتفتيش عن اكبر عدد يمكننى جمعه من شهيرات النسآء اللاتى خلدن فى مجتمعى العرب والاسلام أثرا بارزا فى العلم والحضارة والادب والفن والسياسة والدهاء والنفوذ والسلطان والبر والاحسان و الدين والصلاح والزهد والورع الخ. مما يميط اللثام عن الادوار المختلفة التى قضتها المرأة فى تاريخ العرب والاسلام. “Aku telah bekerja sungguh-sungguh mencari dan meneliti sebanyak mungkin tokoh-tokoh perempuan terkenal dan tercatat dalam sejarah Arab dan Islam. Mereka mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan,sastra, seni, dan politik dan kepemimpinan social. Mereka juga terkenal tentang kecerdasan, kebaikan, ketakwaan, kezuhudan dan kebersihan diri Mereka memainkan peran yang beragam dalam perjalanan sejarah Islam dan Arab ”. Ignaz Goldziher, intelektual, peneliti dan orientalis masyhur menyebut paling tidak 15 % ulama ahli hadits adalah perempuan. Harap dicatat bahwa dalam konteks Islam awal, makna “ilmu pengetahuan”, tidak terbatas hanya menunjuk pada ilmu pengetahuan keagamaan atau “al-Ulum al-Diniyyah”, melainkan semua disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran (al-thibb), fisika (fiziya), matematika (al-riyadhiyat), astronomi (al-falak) dan sastra (al-Adab). Jumlah ulama perempuan yang lebih sedikit dari ulama laki-laki bukanlah sesuatu yang essensial. Satu atau dua orang perempuan ulama saja sebenarnya sudah cukup untuk membuktikan bahwa perempuan tersebut memiliki potensi dan kwalitas intelektual dan moral yang tidak selalu lebih rendah atau lebih lemah dari kaum laki-laki. Ini merupakan konstruksi social, kebudayaan dan politik. Soalnya adalah terletak kepada apakah orang, masyarakat, budaya, politik, instrumen-instrumen hukum, pandangan agama dan kebijakan lain memberi ruang dan akses yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Para ulama perempuan tersebut telah mengambil peran-perannya sebagai tokoh agama, tokoh ilmu pengetahuan, tokoh politik dan tokoh dengan moralitas yang terpuji. Aktifitas mereka tidak hanya dari dan dalam ruang domestik (rumah) melainkan juga dalam ruang publik politik dalam arti yang lebih luas. Mereka bekerjasama dengan ulama laki-laki membangun peradaban Islam. Adalah menarik bahwa kehadiran tubuh mereka di ruang publik bersama kaum laki-laki tidak pernah dipersoalkan.Umm Darda al-Shughra, seorang perempuan ulama terkemuka. Popularitasnya menandingi ulama besar Al-Hasan Bashri dan Ibnu Sirin. Setiap hari ada diamenyampaikan kuliah kepada para ulama laki-laki dan perempuan di dalam masjid Jami’ Damaskus. Dia juga berdiskusi dan memberikan fatwa keagamaana di sana. Penulis kitab “Mu’jam al-Syuyukh”, Abd al-Aziz bin Umar bin Fahd, menyebut 1100 ulama yang memiliki “pesantren” atau “majlis ilmi”. Di antaranya ada 130 perempuan ulama. Sukainah bint al-Husain, cicit Nabi adalah tokoh perempuan ulama terkemuka pada zamannya. Pemikirannya cemerlang, budipekertinya indah. Ia sering memberikan kuliah umum di hadapan public laki-laki dan perempuan, termasuk para ulama, di masjid Umawi. Ia dikenal juga sebagai tokoh kebudayaan. Rumahnya dijadikan sebagai pusat aktifitas para budayawan dan para penyair.