Pembinaan Pemuda; Investasi Bangsa

Pembinaan Pemuda; Investasi Bangsa

Bangsa kita yang multietnis dan multikultural sangat membutuhkan sikap setiap individu dan kelompok untuk mampu meredam perbedaan menjadi suatu kebersamaan tanpa melunturkan akidah yang tumbuh dalam iman setiap insan. Sikap ini merupakan keutamaan yang wajib diimplementasikan dalam kehidupan sebagai bangsa. Cita-cita dan idea inilah yang mendasari tercetusnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Dalam janji setia yang dideklarasikan oleh perwakilan seluruh pemuda Indonesia saat itu, disepakati untuk berbangsa satu, bertumpah darah satu, dan berbahasa satu: Indonesia. Semangat nasionalisme dalam kurun waktu sepuluh windu (80 tahun) mengalami pasang surut. Interaksi global yang mengeksploitasi berbagai ideologi dan kultur manca negara, hampir tidak pernah rehat, merongrong kedigdayaan Sumpah Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Akan tetapi bangsa kita masih teguh untuk senantiasa melakukan reaktualisasi semangat Sumpah Pemuda dengan berbagai makna, namun tegas tujuannya yakni bertekad menjaga integritas, martabat dan jati diri bangsa di tengah interaksi global. Sumpah Pemuda telah memberikan semangat dan motivasi baru bagi berbagai generasi kita untuk menjadikan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Maka perlu setiap saat kita mengingatkan betapa dalam makna yang yang terkandung, khususnya terkait peranan generasi muda dalam menyongsong globalisasi segala dimensi dengan era keterbukaan yang tanpa batas. Rekontruksi dan reaktualisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam Sumpah Pemuda, memang sudah selayaknya bahkan menjadi keharusan. Dengan demikian, berarti kalangan generasi masa kini perlu menggali kembali karakter semangat nasionalisme yang dimiliki kalangan pemuda yang menggagas Sumpah Pemuda untuk meraih kemerdekaan. Potensi Pemuda  di Daerah-daerah Hampir di seluruh daerah, tokoh-tokoh muda bermunculan. Mereka menggembol  jutaan semangat dan tekad untuk mengabdikan diri bagi masyarakat, rakyat dan bangsa Indonesia. Di setiap daerah, lebih dari 80% anggota legeslatif menyandang predikat pemuda baik secara fakta fisik maupun semangat dan usianya. Sementara di jajaran birokrat serta kalangan pendidikan pun tidak kurang dari 80% ternyata adalah para muda usia. Mereka adalah tokoh-tokoh muda yang mampu eksis dan mengaktualisasikan kinerja di tengah persaingan yang makin tidak terbatas. Elemen pemuda di luar sistem pemerintahan, yakni yang hidup dan berkirprah dalam keseharian masyarakat awam, dalam lembaga-lembaga  swasta,  juga menunjukkan regenerasi yang makin berkualitas. Berbagai aktivitas, kreativitas dan produktivitas mereka ejawantahkan dalam karya-karya positif, untuk disajikan bagi kemaslahatan lingkungan dan kesejahteraan sesama. Bahkan dengan tanpa mengenal rasa takut, bila mereka menyaksikan kebijakan yang tidak pro-rakyat atau tindakan yang mengancam kelestarian lingkungan, pemuda-pemuda ini dengan segera menentangnya! Potensi pemuda di daerah harus diakui, tiada pernah terhenti. Setiap generasi akan selalu silih berganti. Dan mereka terlahir dari semua etnis, kultur dan keyakinan. Namun harus digaris bawahi, bahwa mereka sebagian besar terlahir dari keluarga yang memiliki taraf sosial ekonomi yang  memerlukan dukungan pihak ketiga. Secara finansial, seharusnya untuk menunjang aktivitas dan prouktivitas mereka, serta mengarahkan agar dinamika mereka tidak diwarnai kedaerahan, etnis dan kultural, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah senantiasa menggelontorkan budget APBN/APBD yang lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Lunturnya Nilai-nilai Persatuan dan Kesatuan Bangsa yang besar merupakan bangsa yang mengenal dan tidak melupakan sejarah. Kalangan generasi masa kini perlu menggali kembali karakter semangat nasionalisme yang dimiliki kalangan pemuda yang menggagas Sumpah Pemuda untuk meraih kemerdekaan dalam sebuah semangat persatuan dan kesatuan. Pemuda tidak boleh melupakan sejarah agar dapat menjadi pelajaran di masa mendatang. Dan sekali lagi, peran aktif dari pemerintah menjadi faktor prima untuk memacu dan memicu mereka. Arwah para pahlawan Kemerdekaan tentunya merasa gelisah dengan kondisi yang berkembang dewasa ini, apabila menyaksikan mulai lunturnya nilai-nilai semangat persatuan dan kesatuan yang menjjurus hilangnya nasionalisme di kalangan generasi muda. Dikhawatirkan melunturnya rasa nasionalisme itu akan menyebabkan kalangan generasi muda tidak lagi menghargai jasa pahlawan, bahkan nilai kebangsaan dan kemerdekaan bangsa. Indikasi ke arah itu mulai terlihat dari berkurangnya masyarakat yang bersedia mengibarkan Sang Saka Dwi Warna dalam peringatan hari-hari besar nasional utamanya menjelang dan saat HUT Kemerdekaan RI yang diperingati setiap 17 Agustus. Sementara perseteruan antar etnis dan kultur masyarakat menggejala, meluncur tajam mengarah pada perselisihan yang mungkin bisa berujung penolakan terhadap NKRI. Oleh sebab itu, perlu adanya langkah-langkah yang positif, kebijakan yang produktif dan efektif untuk menanggulangi berbagai kemungkinan tersebut. Solusi untuk tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaan dan tradisi daerah, adalah salah satu keputusan yang sangat tepat. Sebab, tidak bisa dipungkiri sama sekali bahwa Pancasila dan rumusan Proklamasi 17 Agustus 1945, merupakan kesepakatan bangsa kita yang lahir dari sana. Pembinaan pemuda sejak usia belasan harus dioptimalkan dengan mengabaikan kalkulasi budget. Upaya mengimplementasikan nilai-nilai budaya dan tradisi dalam gegap gempitanya kiprah pemuda, wajib senantiasa dibarengi dengan genderang mempertahankan berbagai dimensi dan variasi kesenian, kebudayaan, dan nilai-nilai normatif serta obyek-obyek wisata tradisi yang selama ini telah membesarkan nenek moyang kita. Dukungan dana hibah yang bersumber dari APBN maupun APBD sungguh-sungguh digelontorkan pada setiap SKPD tanpa filter yang “neko-neko”. Penggelontoran dana untuk menggalakkan obyek wisata budaya dan sejarah di daerah-daerah bisa langsung menjadi income. Berbeda dengan pembinaan generasi muda baik langsung maupun melalui upaya  melestarikan kesenian, kebudayaan dan nilai-nilai tradisional, bukanlah kegiatan yang seketika bisa dinikmati buahnya. Melainkan sebuah investasi masa depan yang berujung kemegahan, kemuliaan dan kedigdayaan bangsa dan negara.[islamic-sources/Maulanusantara/makmun]