Sebagian Dampak Buruk Melalaikan Khumus
Penggunaan harta yang terkena wajib khumus dan belum dibayarkan khumusnya, memiliki hukum gasab (yaitu haram dan akan menjadi tanggungan) kecuali dengan izin dari wali amr-khumusatau wakilnya, karena itu:
Selama seorang mukalaf belum membayarkan khumus hartanya, maka tidak ada kebolehan baginya untuk menggunakan hartanya dan jika dia tetap menggunakannya sebelum membayarkan khumusnya, maka dia bertanggung jawab atas sejumlah khumus tersebut. Sementara itu, bila dia menggunakan (harta yang belum dibayar khumusnya) untuk membeli barang atau tanah dan sepertinya, maka transaksi (jual beli) seukuran khumus bersifat fudhuliyah dan bergantung pada izin wali amr-khumus atau wakilnya, yang setelah mendapatkan izin, khumus barang atau tanah tersebut harus dihitung dengan harga saat akan dibayarkan. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 937, 976 dan 984)
Bila seseorang melakukan transaksi atau berkunjung ke rumah orang-orang yang tidak melaksanakan kewajiban berkhumus dan memakan makanan mereka serta mempergunakan harta bendanya, bila terdapat keyakinan terhadap keberadaan khumus pada harta benda yang dia ambil melalui jual beli dengan mereka atau yang dia pergunakan ketika berada bersama mereka, maka transaksi dalam seukuran khumus yang terdapat pada harta yang dia ambil melalui jual beli bersifat fudhuliyah dan membutuhkan izin dari wali amr-khumus atau wakilnya. Demikian juga tidak ada kebolehan baginya untuk menggunakan harta tersebut, kecuali jika meninggalkan pergaulan dengan mereka dan menghindari memakan makanan mereka atau menghindari penggunaan harta mereka akan menimbulkan kesulitan baginya, maka dalam keadaan ini diperbolehkan baginya untuk memanfaatkan hartanya, tetapi dia bertanggung jawab untuk membayar khumus yang terdapat dalam harta yang dia manfaatkan. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 931)
Bila diketahui bahwa pada harta yang hendak disumbangkan ke masjid oleh seseorang terdapat wajib khumus yang belum dibayarkan, maka tidak ada kebolehan untuk menerimanya dan seandainya telah terlanjur diterima maka pada harta yang berkaitan dengan bagian yang terkena wajib khumus harus merujuk pada wali amr-khumus atau wakilnya. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 932)
Jika seseorang melakukan kerja sama dengan orang-orang yang modalnya terkena wajib khumus tetapi belum dibayarkan, maka hartanya sejumlah khumus akan bersifat fudhuliyah, yang mengenai hal ini harus dengan merujuk kepada wali amr-khumus atau wakilnya. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 940)
Bila mayit mewasiatkan supaya sebagian dari hartanya digunakan untuk membayar khumus atau pewarisnya meyakini bahwa mayit memiliki utang khumus, selama wasiat mayit atau khumus yang berada dalam tanggungannya belum dibayarkan dari apa yang dia tinggalkan, maka tidak ada kebolehan untuk memanfaatkan apa yang dia tinggalkan. Pemanfaatan mereka terhadap harta tersebut sebelum melaksanakan wasiatnya atau sebelum membayarkan utangnya akan menyebabkan dalam sejumlah yang diwasiatkan atau dalam sejumlah utangnya berada dalam hukum gasab dan mereka juga bertanggung jawab terhadap pemanfaatan-pemanfaatan yang dilakukan sebelumnya. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 864)
Melakukan ibadah dengan harta yang belum dibayarkan khumusnya adalah batal. Karena itu, bila selama beberapa waktu lamanya, seseorang melakukan salatnya di atas sajadah atau dengan mengenakan baju yang dikenai wajib khumus, maka salat-salat yang dilakukannya hingga saat ini adalah batal kecuali jika dia jahil atau tidak mengetahui adanya wajib khumus dalam harta tersebut atau dia memiliki hukum penggunaan dalam harta tersebut. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 383) [Islamic-Sources/Icc-jakarta]