Kebijakan Impor Pangan Hilangkan Kemandirian Rakyat

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengomentari soal kebijakan pangan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah. Samad pun menegaskan, KPK akan memberantas korupsi di sektor ini. Samad menilai, kebijakan impor pangan secara serampangan dan hanya merugikan negara. Menurutnya, kebijakan impor pangan membuat rakyat kehilangan kemandirian dan terus menerus bergantung pada kepentingan asing. Di saat yang sama, kebijakan impor pangan juga membuat miskin petani Indonesia dan hanya menguntungkan para pengusaha importir hitam di sejumlah kementerian terkait. "Produksi pangan kita berlimpah, tapi pemerintah membuka impor. Dengan begitu banyak yang diuntungkan pengusaha hitam. Sedangkan petani kita mati, marhaen mati," kata Samad yang langsung disambut pekik merdeka peserta Rakernas PDIP di Bilangan Ancol, Jakarta, Sabtu (7/9) seperti dilaporkan ROL. Menurut Samad, ada banyak produk pangan pokok yang bisa diproduksi sendiri di dalam negeri. Dia mencontohkan, soal produksi daging sapi dalam negeri. Berdasarkan penelitian KPK, sentra-sentra penghasil daging sapi di Bali, Surabaya, dan NTT cukup mampu memenuhi kebutuhan daging sapi nasional. Akan tetapi, ujarnya, ternyata ada sejumlah oknum yang sengaja menyelundupkan daging sapi itu keluar negeri melalui Kalimatan supaya menciptakan kesan seolah-olah Indonesia kekurangan produksi daging sapi. "Akhirnya kita impor dan ketergantungan kita pada negara luar terjadi," katanya. Berkaca dari semacam itu Samad menyatakan, KPK tengah fokus memberantas korupsi di sektor ketahanan pangan. Dia menyatakan sektor ketahanan pangan harus dibenahi karena di sektor inilah 70 persen masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya. "Kaum marhaen ada disektor ini. Kalau kita tidak memperbaiki sektor pangan jangan bermimpi kita bisa swasembada pangan," katanya. Ketua KPK prihatin dengan berbagai regulasi pangan yang dikeluarkan pemerintah. Menurutnya, banyak dari regulasi itu yang membuat masyarakat Indonesia semakin miskin. "Rakyat Indonesia dibohongi terus," kata Samad dihadapan ribuan peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-III PDI Perjuangan di bilang Ancol itu. Samad mengatakan, filosofi dasar impor harus bertumpu pada ketidakmampuan dalam negeri memproduksi kebutuhan dalam negeri. Selama kebutuhan dalam negeri bisa diproduksi sendiri impor tidak perlu dilakukan. Namun yang terjadi sekarang tidak demikian. Menurutnya, pemerintah seolah-olah sengaja membuat produksi dalam negeri tidak maksimal agar bisa terus menerus menerapkan kebijakan impor. "Kita dibilang kekurangan pangan gula, cabe, daging. Bohong itu semua!," KPK dan Penegak Hukum Diminta Selidiki Kejahatan Ekonomi Naiknya harga kedelai akibat dolar naik yang membuat perajin tempe menjerit, terjadi berulang setiap tahun. Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengendus ada unsur kejahatan ekonomi yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Oleh karena itu, Ia meminta aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan KPK menyelidiki masalah ini. ''Ini kejahatan ekonomi, aparat hukum, KPK, kejaksaan harus masuk. Karena, ada oknum yang terlibat pada masalah ini,'' ujar Firman pada acara diskusi tentang kedelai bertema "Lunglai karena Kedelai", Sabtu (7/9) seperti dikutip ROL. Menurut Firman, kalau menggunakan aturan terkait perdagangan kartel, sanksi bagi pengusaha mungkin tidak akan terlalu berat. Namun, kalau diproses secara pidana, terkait tindak pidana kejahatan ekonomi, maka sanksinya akan lebih berat. ''Bisa masuk di situ (kejahatan ekonomi). Asal, saya harap aparat penegak hukumnya tidak terkontiminasi,'' katanya. Menurut Firman, aparat penegak hukum harus bisa mengungkap perusahaan besar mana yang terkait dengan masalah tata niaga kedelai ini. Karena, kemungkinan besar ada kongkalikong, koalisi berjamaah yang melibatkan oknum. Selama ini, yang menguasai perdagangan kedelai di Indonesia ada enam perusahaan. ''Bisa saja ada oknum.Kan kalau membina petani, pejabat tidak dapat apa pun. Kalau kebijakan, malam hari teken bisa dapat,'' katanya. Firman mengatakan, dari hasil perhitungannya, carut-marut perdagangan kedelai yang terjadi pada 2012 menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 400 miliar. Tahun inipun akan ada kerugian negara lagi tapi nilainya harus dihitung dulu. Pemerintah Diminta Jangan Terus Impor Kedelai Badan Pusat Statistik (BPS) menyarankan agar pemerintah bisa membuat kebijakan agar Indonesia bisa kembali swasembada kedelai. Sehingga harga kedelai tidak melonjak seperti saat ini. Kepala BPS Suryamin mengatakan, harga kedelai ini memang melonjak karena beberapa sebab mulai dari tanah yang tidak cocok ditanami varietas kedelai, hingga minat petani kedelai yang turun karena ketidakcocokan antara biaya produksi dan harga jual. "Memang untuk menekan harga kedelai ini, untuk sementara pemerintah melakukan impor. Tapi jangan terus-terusan impor karena biar suplai kedelai dalam negeri meningkat," kata Suryamin saat Workshop Media di Hotel Mirah Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/9/2013) seperti dilaporkan Kompas. Sekadar catatan, kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 2,3 juta ton per tahun. Sementara kapasitas produksi dalam negeri sendiri hanya 700.000-800.000 ton kedelai per tahun. Otomatis, sisanya harus dipenuhi dari impor. Kendati demikian, BPS juga tidak bisa menyalahkan petani apabila tidak mau menanam kedelai karena produktivitasnya kecil, hingga ketiadaan keuntungan dalam menanam jenis bahan baku untuk tahu dan tempe tersebut. "Soal minat petani, mereka tentu melihat menguntungkan atau tidak. Kalau tidak menguntungkan, mendingan beralih ke tanaman lain yang menguntungkan," tambahnya. Sehingga dalam kondisi seperti ini perlu kebijakan radikal dari pemerintah untuk terus meningkatkan swasembada pangan kedelai dan mulai mengurangi ketergantungan impornya. Di sisi lain, varietas kedelai yang bagus bisa dicari untuk lahan yang sesuai dengan kondisi di tanah air. Sementara itu, pengrajin tahu tempe meminta masyarakat untuk paham kondisi tata niaga kedelai. Dengan demikian, masyarakat konsumen bisa memaklumi aksi mogok produksi yang rencananya akan digelar Senin (9/9/2013) hingga Rabu (11/9/2013). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tangal 5 September lalu berjanji akan menyelidiki penyebab harga kedelai masih tinggi. Sebagaimana diketahui, pemerintah memiliki banyak versi yang menjadi penyebab melonjaknya harga komoditas itu. Selain pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, melonjaknya harga kedelai adalah kurangnya pasokan. Namun, dari versi pengimpor, data yang dilaporkan ke Kementerian Perdagangan, termasuk juga barang yang masih dalam proses pengiriman, tidak sama dengan kondisi riil. "Mengenai stok yang tidak sama, antara di Kemendag dan yang dilaporkan, ini perlu didalami," kata komisioner KPPU, Munrohim Misanam, di kantornya di Jakarta, Kamis (5/9/2013). Munrohim mengatakan, pihaknya akan melakukan investigasi atas perbedaan data tersebut. Yang jelas, lanjut dia, ada ketidakpastian kebijakan yang terlalu lama sehingga berpengaruh terhadap pasokan. KPPU juga menyatakan bahwa perbedaan data yang mengarah ke dugaan kartel tersebut baru sebatas indikasi. Jika memang terbukti, maka baru bisa disebut ada permainan kartel. "Jumlah yang dilaporkan dan yang ada di Kemendag tidak sama. Ini kan sudah tanda tanya. Perlu didalami lagi ya kan," pungkas Munrohim. (Islamic-source/IRIB Indonesia)