Manusia dan Urgensi Ideologi
Manusia sangat memerlukan pemahaman tentang filsafat hidup dan tujuan penciptaan, karena bukan hanya dengannya ia akan berbuat dan berprilaku di dunia ini, melainkan akan menentukan kebahagiannya di alam akhirat nantinya. Namun sebagian pemikir yang semestinya menfokuskan pikiran-pikirannya untuk mengarahkan dan membantu umat manusia meraih tujuannya malah menjadi batu penghalang bagi kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki manusia.
Seringkali kita mendengar sebagian intelektual menyatakan bahwa dengan keberadaan krisis-krisis yang meliputi dunia sekarang ini tidak seharusnya kita habiskan waktu untuk menggali dan mengetahui filsafat penciptaan, manusia mestinya memusatkan segenap pemikirannya dalam bidang ekonomi dan sosial untuk mencari solusi yang terbaik bagi permasalahan kehidupan ini.
Para pendukung gagasan ini lalai atas suatu hakikat bahwa jika manusia tidak mengenal substansi filsafat penciptaannya sendiri, maka sangat banyak problematika yang mustahil dapat terpecahkan. Selain dari itu, manusia dipaksa oleh hati nuraninya sendiri untuk memahami tujuan penciptaan dan filsafat kehidupannya, karena tanpa itu ia tidak dapat menjani kehidupan di alam ini secara sempurna dan bahagia.
Kita mengetahui bahwa apabila manusia tidak memahami filsafat penciptaannya, maka mustahil ia memiliki suatu ideologi. Walaupun tidak semua ideologi bisa digolongkan sebagai filsafat penciptaan. Oleh karena itu, dengan memperhatikan dua premis di bawah ini manusia seharusnya mengetahui dan menghayati filsafat penciptaan:
Manusia niscaya memiliki ideologi dalam kehidupannya.
Tidak semua ideologi yang identik dengan filsafat penciptaan.
Pengertian ideologi
Ideologi adalah segala hal yang diposisikan sebagai pusat kecenderungan, landasan segala prilaku, dan tujuan semua perbuatan manusia serta dapat memberikan solusi dan pemecahan terhadap apa yang berhubungan dengan tealitas kehidupan manusia.
Kecenderungan kepada ideologi terdapat dalam diri manusia, dan pada kesempatan ini tidak dibahas bahwa apakah kecenderungan ini merupakan kecenderungan esensial atau aksidental? Dalam hal ini, hanya diisyaratkan bahwa kecenderungan ideologis hanya ditemukan dalam diri manusia dan binatang karena tidak memiliki kehendak dan pengetahuan tidak mempunyai kecenderungan seperti ini.
Ideologi adalah landasan gerak dan perbuatan manusia, dengan ungkapan lain ideologi merupakan bentuk pilihan dan puncak tujuan manusia. Setiap manusia akan menjalin komunikasi dan hubungan sosial kemasyarakatan berdasarkan landasan ideologi yang dianutnya. Kecenderungan kepada ideologi dari dimensi ini merupakan hal yang penting karena manusia akan berusaha dan terus bersabar atas segala penderitaan dan kesulitan yang dihadapinya untuk sampai pada tujuan dan cita-cita ideologisnya. Bahkan manusia rela mengorbankan jiwa dan harta bendanya untuk membumikan kecenderungan ideologisnya.
Salah kekhususan ideologi adalah bahwa manusia, sadar atau tak sadar, membandingkan segala fenomena dan perkara dengannya dan bahkan menjadikannya sebagai tolok ukur dalam menimbang dan mengkaji nilai-nilai yang berhubungan dengan realitas kehidupannya. Sebagai contoh, seseorang yang meletakkan ilmu sebagai nilai penting kehidupannya, maka manusia yang paling berharga adalah manusia yang paling banyak ilmu dan pengetahuannya, dalam hal ini tidak dibedakan bahwa ilmunya bermanfaat bagi kemanusiaan atau tidak. Atau seseorang yang menempatkan pelayanan terhadap orang lain sebagai ideologinya, dengan demikian ia akan menilai orang lain sesuai dengan kualitas pelayanannya kepada manusia, manusia yang paling terhormat dan berharga dalam pandangannya adalah orang yang khidmatnya pada manusia paling banyak dan berkualitas.
Urgensi ideologi dalam kehidupan individual dan sosial
Dalam pembahasan tentang ideologi, juga dikaji bahwa apakah keberadaan idealitas memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia ataukah tidak? Apakah manusia dapat menjalani kehidupannya tanpa menganut suatu ideologi? Apakah suatu ideologi hanya bermanfaat bagi kehidupan individual ataukah juga berfaedah untuk kehidupan bermasyarakat? Apakah faktor internal dan eksternal yang mendasari kemestiaan manusia untuk menganut suatu ideologi tertentu?
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa urgensi ideologi dalam kehidupan memiliki dua pengertian, yaitu bisa dipahami sebagai sebab yang memotivasi manusia untuk memiliki suatu ideologi dan juga bisa dijabarkan sebagai akibat dari kehidupan yang bertujuan. Contohnya, ketika kita menyatakan bahwa suatu kehidupan mustahil memiliki nilai tanpa keberadaan ideologi (urgensi ini digolongkan sebagai sebab dan dalil atas kemestian ideologi dalam kehidupan), atau dikatakan bahwa apabila seseorang memiliki ideologi dalam kehidupannya, maka pasti kehidupannya bermakna dan bertujuan serta tidak bisa terjebak dalam nihilisme pemikiran dan perbuatan, dengan demikian ia mendapatkan nilai-nilai baru yang lebih tinggi dan lebih sempurna daripada nilai-nilai yang dijalaninya secara rutinitas, seperti makan, tidur, dan pakaian.
1. Nilai kehidupan terletak dalam berideologi
Kehidupan manusia tanpa ideologi akan kehilangan makna dan nilai. Mayoritas umat manusia yang terperangkap dalam nihilisme dan menganggap bahwa hidup ini tidak mempunyai tujuan karena mereka belum mendapatkan suatu penjelasan rasional dari tujuan kehidupan.
Seorang yang tidak memiliki ideologi yang rasional ia pasti akan merasakan beban yang sangat berat dalam menjalani kehidupan ini. Manusia yang tidak mempunyai tujuan dalam kehidupannya seperti seorang yang akan tenggelam di tengah gelombang laut yang besar dan telah putus asa dengan keselamatannya. Sebuah ideologi dapat memberikan harapan kepada manusia dan dengan harapan manusia bisa mendapatkan motivasi dalam kehidupan.
Dengan demikian ia bisa menjalani kehidupan ini dengan pandangan dunia yang baru sehingga tak terjebak lagi dengan kenikmatan-kenikmatan lahiriah dan bahkan penderitaan yang dialaminya dipandang sebagai bentuk pelatihan bagi kesempurnaan dan kemapanan dirinya sendiri. Ia memandang hidup ini dengan perspektif positif, semua perkara yang terjadi di dunia ini diterima sebagai suatu kemestian hidup yang mengandung hikmah untuk kebaikan dan kesempurnaan manusia itu sendiri. Dengan ideologi manusia dapat berkhidmat lebih besar kepada kemanusiaan.
Hanya dengan ideologi manusia memperoleh nilai-nilai yang lebih tinggi dari sekedar makan, tidur, pakaian dan bersenang-senang.
Hanya dengan ideologi manusia dapat meyakini bahwa kehidupan ini bukan kumpulan dari pengulangan-pengulangan yang mengantarkan manusia kepada kekosongan, ketiadaan, kefanaan, dan nihilisme. Dan hanya dengan ideologi detik-detik kehidupan manusia menjadi bernilai dan dapat memanfaatkan secara benar kesempatan hidupnya di dunia.
Kita banyak menyaksikan orang-orang yang dengan kesabaran yang tinggi menjalani kehidupannya yang serba sulit dan penuh penderitaan yang jika kita analisa, maka kita akan dapatkan bahwa landasan dan napas segala perbuatan baik, pikiran positif, dan apresiasi yang tinggi terhadap kehidupan ini tidak lain adalah tujuan dan ideologi itu sendiri. Berbeda dengan sekelompok manusia yang tidak mempunyai tujuan dan ideologi, ketika ia berhadapan dengan persoalan dan penderitaan hidup yang sekalipun kecil ia akan cepat putus asa dan tidak bersabar, terkadang bunuh diri merupakan jalan keluar yang praktis baginya.
2. Cinta kesempurnaan memaksa manusia berideologi
Kecenderungan kepada kesempurnaan adalah salah satu faktor internal yang memotivasi manusia berideologi. Setiap manusia cinta kepada kesempurnaan dan senantiasa berupaya untuk mengantarkan dirinya kepada kesempurnaan dengan segenap kemampuannya. Asa dan harapan manusia pada keadaan hidup yang lebih baik merupakan bukti nyata kecenderungan manusia pada kesempurnaan. Keinginan dan kecenderungan ini merupakan sesuatu yang esensial dalam diri manusia, kecenderungan ini mustahil dipisahkan dari wujud manusia.
Segala upaya manusia disepanjang hidupnya disamping karena kecintaan kepada dirinya sendiri juga dimotivasi oleh kecenderungan esensialnya kepada kesempurnaan dan kebahagiaan. Sebagai contoh, seorang siswa yang belajar di sekolah dasar ingin cepat menyelesaikan pelajarannya dan melanjutkan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi hingga ke universitas, kecenderungannya belajar yang lebih tinggi ini tiada lain karena keinginannya untuk menyempurna dalam keilmuan. Atau seorang pedagang yang sangat giat dalam usaha perdagangan, ia berusaha sedemikian rupa agar bisa memperbaiki kondisi kehidupnya menjadi lebih baik, lebih makmur, dan lebih sempurna dari sisi materi.
Perlu ditekankan di sini bahwa pertama, setiap individu manusia mempunyai kecenderungan pada kesempurnaan yang berbeda, seperti kesempurnaan yang diinginkan oleh pedagang akan berbeda dengan kesempurnaan yang dikehendaki oleh seorang siswa atau intelektual. Dalam hal ini, memang sangat bergantung kepada pengajaran dan pendidikan, pandangan dunia, lingkungan sosial, dan tingkat keilmuan, kecerdasan dan spiritual. Kedua, terdapat beberapa faktor dan sebab sebagai penghalang manusia dalam mencapai kesempurnaan, seperti seorang mahasiswa yang ingin melanjutkan kuliah kejenjang doctoral, tapi karena kendala keuangan akhirnya ia tak bisa meraih cita-citanya.
Kecenderungan kepada kesempurnaan memaksa manusia untuk menentukan suatu bentuk kesempurnaan, kesempurnaan ini tidak lain adalah ideologi seseorang yang dengannya ia menjalani kehidupan dan senantiasa berupaya mencapai kesempurnaan yang dikehendakinya. Setiap individu masing-masing memiliki ideologi, terkadang ideologi seseorang adalah kekayaan materi, kekuasaan, ilmu, kecintaan, dan pelayanan kepada sesama manusia. Tak diragukan bahwa pemihakan seseorang terhadap suatu ideologi tertentu dikarenakan manusia ingin mengantarkan dirinya kepada kesempurnaan. Dari sinilah sehingga kita katakan bahwa kecenderungan manusia kepada kesempurnaan mendorong dan memotivasinya untuk memilih salah satu ideologi.
3. Ideologi, motivator manusia
Ideologi sebagai faktor penggerak seluruh potensi yang dimiliki manusia. Manusia mempunyai bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang tak terbatas dan untuk mengaktualkan potensi-potensi tersebut membutuhkan sebuah penggerak. Penggerak ini memberikan motivasi dan kekuatan inspirasi sedemikian kepada manusia sehingga seluruh potensinya menjadi aktual dan wujudnya menjadi sempurna.
Begitu banyak manusia karena mengadopsi suatu ideologi yang keliru pada akhirnya mengalami kegagalan dalam menjalani kehidupan dan umurnya menjadi sia-sia yang selayaknya ia manfaatkan untuk mengaktualkan potensi-potensinya dan menyempurnakan wujudnya. Orang-orang seperti ini apabila menemukan suatu ideologi yang benar maka mereka tidak mungkin mengalami kegagalan dan terjebak dalam rutinitas kehidupan tanpa makna.
Sebagai contoh, apabila seseorang meletakkan ilmu sebagai idealitasnya, walaupun idealitas ilmu tidak luput dari kekurangan, maka idealitasnya ini cukup menggerakkan ia untuk berjalan mengaktualkan potensi keilmuannya sehingga menjadi seorang ilmuwan yang sempurna. Lantas bagaimana dengan manusia yang menemukan idealitas hidup hakiki (baca: filsafat penciptaan) dan menjadikannya sebagai pola kehidupan dalam mengarahkan segenap kemampuannya di jalan aktualisasi potensi dan penyempurnaan diri.
Konklusinya, pilihan ideologi bisa mengaktualkan potensi-potensi yang merupakan bahan dasar bagi kesempurnaan wujud manusia.
4. Ideologi, Tolok Ukur Kesempurnaan
Kehidupan manusia berdasarkan mekanisme internal wujudnya sendiri mengarah kepada kesempurnaan. Dalam esensi kehidupan ada gerak dan proses, gerakan ini mengarah kepada kesempurnaan.
Apabila manusia memiliki ideologi dan tujuan hidup yang benar dan rasional, maka kehidupan manusia niscaya akan sampai pada arah dan tujuan hakiki. Pemihakan manusia terhadap ideologi yang benar akan memudahkan manusia menentukan mana jalan hidup yang benar karena ideologi sebagai tolok ukur dan petunjuk kebenaran. Disamping itu, ideologi juga menunjukkan tujuan dan jalan hidup yang sempurna.
Ideologi bagi manusia sebagai alat banding yang bisa digunakan untuk menyingkap rahasia diri sendiri dan mengkaji ulang jalan hidup yang sementara dijalani. Dengan ideologi kita dapat menentukan titik kekeliruan dan kelemahan jalan hidup manusia, atau menentukan sisi kesalahan implementasi,
aplikasi, titik kegagalan, titik kesempurnaan, faktor penyebab kegagalan dan keberhasilan, aspek positif perbuatan dan aspek negatif prilaku, dan kesempurnaan tujuan hidup manusia.
Dalam banyangan ideologi manusia mampu mengetahui dimensi kekurangan-kekurangannya serta bagaimana menyempurnakannya.
5. Ideologi Merupakan Pengontrol Jiwa
Salah satu fenomena penting yang terdapat dalam jiwa manusia adalah kecenderungan mengambil keuntungan dan manfaat. Berpijak pada kecenderungan ini, manusia senantiasa mencari keuntungan dan manfaat bagi dirinya sendiri dan terkadang untuk mewujudkan realitas kecenderungan itu tak segan-segan merampas hak-hak orang lain dan dengan serakahnya mengambil harta orang lain tanpa perasaan malu.
Kecenderungan manusia ini yang hadir dalam bentuk dan sifat yang beraneka ragam, menjadi titik perhatian dan bahan pembicaraan kaum psikolog dan mereka menamakan fenomena kejiwaan tersebut dengan istilah yang beragam. Freud, psikolog barat terkenal, menamai fenomena itu dengan “aku” atau “ia” dan beranggapan bahwa “aku” ini berpijak pada kenikmatan dan kesenangan, ini berarti bahwa apa saja yang menyebabkan terwujudnya kesenangan dan kenikmatan untuk manusia maka akan membangkitkan kecenderungan egonya kemudian menarik “aku” ke arah kesenangan tersebut. Psikolog lain menyebut fenomena itu dengan “saya ingin” dan berkeyakinan bahwa keinginan-keinginan atau “saya ingin”manusia mempunyai daya tarik yang tidak terbatas. Dalam Islam fenomena ini disebut dengan “menyembah diri”.
Seluruh hukum, undang, dan peraturan tentang hak-hak dan kewajiban manusia yang tercipta dilatar belakangi untuk mengontrol dan mengatur keinginan-keinginan jiwa yang tak berhingga itu supaya terwujud hubungan sosial kemasyarakatan yang adil dan beradab.
Untuk mengatur kecenderungan manusia yang tak terbatas ini, sebagian menyatakan bahwa dengan perantaraan ilmu kecenderungan itu dapat terkontrol, yang lain beranggapan bahwa dengan etika dan akhlak hal tersebut bisa dikendalikan, dan sebagian berkesimpulan bahwa kecenderungan dan keinginan itu harus dimatikan karena tidak ada metode lagi yang efektif dapat mengendalikan dan mengaturnya.
Etika, karena pada satu sisi tidak ada jaminan berlaku pada jiwa secara efektif dan sisi yang lain, etika itu sendiri hanyalah peraturan dan hukum yang berada di luar jiwa karena itu tidak mempunyai daya kontrol yang tetap dan esensial pada kecenderungan jiwa manusia. Hal ini juga berlaku pada hukum-hukum sosial, dimana hukum seperti ini tidak langsung berhubungan dengan substansi dan esensi jiwa.
Ideologi dalam hal ini merupakan jalan efektif dan fundamental untuk mengendalikan dan mengatur kecenderungan jiwa manusia, karena sesuai dengan akal dan tidak mengabaikan hukum etika dan undang-undang sosial kemasyarakatan. Ideologi menarik manusia ke dalam dirinya sendiri sehingga bisa melihat hakikatnya yang terdalam, dengan demikian manusia dapat memandang sisi-sisi kehidupannya yang substansial dan meletakkannya pada dimensi yang lebih primer serta mendahulukannya di atas kecenderungan jiwa yang negatif. Hal ini menyebabkan kecenderungan jiwa yang tak terbatas bisa dikontrol.
Berpihak pada ideologi hakiki menyebabkan manusia mengenal kedudukan dirinya yang sentral di alam eksistensial ini, pengenalan ini membuat manusia tidak mengarahkan lagi kekuatan pikiran dan jiwa demi melayani kecenderungan dan keinginannya yang tak terbatas itu. Dengan ideologi hakiki manusia dapat lepas dari pengaruh hawa nafsu dan suci dari keinginan jiwa yang negatif sehingga dapat memusatkan pikiran demi menggali dan memahami lebih banyak ideloginya sendiri.
Kemampuan dan daya kendali atas kecenderungan jiwa yang tak terbatas hanya dimiliki oleh suatu ideologi yang hakiki, bukan semua ideologi yang dianut secara faktual oleh manusia. Misalnya, seseorang yang meletakkan kekayaan, kekuasaan, atau ketenaran sebagai suatu ideologinya, maka hal ini bukan hanya dengan ideologi itu ia tidak bisa mengontrol dan mengendalikan hawa nafsunya bahkan semakin dengan ideologi itu hawa nafsunya semakin berkembang dan aktif.
6. Ideologi, Mewujudkan Keseimbangan Sosial
Membicarakan keseimbangan – apalagi keseimbangan sosial – akan mengarahkan pikiran kita pada keseimbangan ekonomi, karena kita sering menggunakan tolok ukur keseimbangan suatu masyarakat berdasarkan nilai perdagangan, nilai produksi, ekspor, dan impor. Jadi ketika ideologi diketengahkan sebagai faktor yang dapat menciptakan suatu keseimbangan sosial sebagian orang tidak mempercayainya.
Dalam hal ini, bukan kita memungkiri keseimbangan ekonomi suatu masyarakat, karena tidak satupun manusia berakal meragukan kemestian memperhatikan masalah-masalah ekonomi suatu negara. Substansi pembicaraan kita di sini adalah keseimbangan ekonomi dan masalah-masalah ekonomi suatu masyarakat adalah alat dan bukanlah tujuan. Peradaban dan budaya suatu masyarakat dikatakan tinggi dan cemerlang ketika memiliki ideologi. Yakni setiap individu masyarakat berusaha mengarahkan masyarakatnya demi mencapai tujuan ideologi yang menjadi panutan mereka.
Masyarakat yang tanpa ideologi akan kehilangan nilai karena mereka tak mengetahui apa keingingan hakiki mereka dan kemana mereka akan pergi. Peradaban masyarakat ini, cepat atau lambat akan mengalami kejatuhan dan kehancuran. Begitu banyak peradaban yang secara lahiriah sangat maju, tapi kalau dilihat secara internal sedang mengalami benturan dan ketidakharmonisan serta secara perlahan-lahan dan berevolusi menuju kehancuran, hal ini karena ideologi yang benar tidak bisa teraplikasi pada seluruh segmen masyarakat, mereka tidak mengetahui keinginan hakiki dan juga tidak memahami tujuan hidup yang mesti mereka capai.
Gerak suatu masyarakat menuju kesempurnaan bersandar pada ideologi. Sangat disayangkan sebagian besar sosiolog dalam kajiannya terhadap kondisi sosial masyarakat tidak memperhatikan dimensi yang mendasar ini bahwa sejauh mana ideologi berperan dan mesti dianut oleh masyarakat. Kaum sosiolog ini hanyalah berusaha menyelesaikan permasalahan masyarakat secara permukaan dan bahkan menjadikan kecenderungan alami masyarakat itu sebagai tolok ukur yang prinsipil, mereka memandang bahwa paham sosialisme sebagai way of live bagi kemajuan infrastruktur dan suprastruktur suatu masyarakat. Sosiolog tidak menyelami hakikat eksistensial manusia kemudian menawarkan obat penyembuh bagi segala penyakit kronis yang diderita manusia.
7. Ideologi dan Kedudukan Manusia di Alam Semesta
Pengetahuan manusia akan kedudukannya di alam eksistensial ini merupakan suatu perkara yang paling urgen dan prinsipil. Manusia senantiasa ingin mengetahui apa posisi dan kedudukannya di alam semesta ini, dari mana mereka datang, kemana mereka akan pergi, kenapa hidup di dunia ini, dan mengapa mesti meninggalkan dunia ini. Jawaban dari soal-soal ini merupakan kebutuhan substansial manusia.
Untuk memahami semua perkara di atas, manusia memerlukan pandangan dunia dan ideologi yang benar. Tidak semua ideologi yang berserakan di dunia ini mampu memberikan solusi yang fundamental atas keseluruhan persoalan yang dihadapi manusia, dengan demikian selayaknya manusia bersungguh-sungguh mengkaji ideologi-ideologi yang ada ini dan memilih salah satu di antaranya yang paling rasional, komprehensif, aplikatif, proporsional, dan esensial bagi wujudnya.
8. Ideologi dan Persatuan Bangsa-Bangsa
Tak diragukan bahwa penderitaan dan kemalangan akan meliputi dunia ini apabila tidak terwujud persatuan di antara bangsa-bangsa. Persatuan ini, bukan hanya dibutuhkan di antara bangsa-bangsa yang ada, tapi juga diperlukan di antara individu-individu dalam masyarakat atau di antara individu-individu dalam suatu kelompok. Tan-persatuan ini mustahil semua persoalan hidup dapat diselesaikan, karena tanpa perwujudan persatuan setiap individu akan melakukan kecenderungan dan keinginan jiwanya tanpa memperhatikan apakah kecenderungan mereka ini tidak membuat penderitaan dan kezaliman bagi orang lain.
Permasalahan di sini adalah bagaimana mewujudkan persatuan di antara individu-individu dan bangsa-bangsa? Sebagian menyatakan bahwa tanah, darah, bahasa, dan suku merupakan faktor-faktor pemersatu manusia. Faktor-faktor ini tidaklah benar, dan alasan yang kuat menolak unsur-unsur ini tidak lain adalah pengalaman manusia itu sendiri yang terjadi pada setiap zaman.
Kelompok masyarakat yang hidup dalam lingkungan bahasa, suku, tempat, dan kebangsaan yang sama tak mampu menyambung tali persatuan hakiki di antara mereka, dan bahkan kita menyaksikan sendiri bagaimana bangsa-bangsa yang memiliki bahasa yang sama saling berperang dan menjajah satu sama lain. Dengan demikian, satu-satunya faktor yang dapat menyatukan individu-individu, suku-suku, dan bangsa-bangsa adalah ideologi.
Individu-individu masyarakat yang meyakini ideologi yang hakiki pasti mengarah kepada kesempurnaan, karena ideologi ini disamping melahirkan persatuan juga terwujud keharmonisan dan kerja sama.
Berdasarkan perspektif di atas, ideologi mampu menggantikan faktor suku, bahasa dan kebangsaan, karena ideologi mempengaruhi substansi kejiwaan setiap individu-individu lantas menarik mereka ke arah persatuan. Tapi ideologi sangatlah tidak efektif dan tidak aplikatif dengan fenomena-fenomena yang bersifat lahiriah belaka dimana tidak berhubungan dengan hal-hal yang esensial dan fenomena internal dari kejiwaan manusia.[Islamic-Sources/Maulanusantara]