Melacak Sastra Leluhur: “Sangkan Parane Dumadi” dari Perspektif Spiritual
Melacak Sastra Leluhur: “Sangkan Parane Dumadi” dari Perspektif Spiritual
0 Vote
71 View
Melacak Sastra Leluhur: “Sangkan Parane Dumadi” dari Perspektif Spiritual
Adakah arti, maksud dan makna dari sangkan parane dumadi yang diucapkan oleh leluhur tempo doeloe? Ya, sangkan parane dumadi itu bahasa Jawa, arti dalam bahasa Indonesia ialah “lepasnya ruh dari jasad”. Sedang arti Arabnya: Sakaratul Maut!
Mengurai topik ini relatif panjang, karena sebelum mencapai fase-fase “warna muka” tatkala seseorang menemui sakaratul maut (sangkan parane dumadi), maka alangkah baiknya jika dibahas perihal RASA dan RUH terlebih dahulu. Inilah penjelasan sederhananya.
Masih ingatkah sastra leluhur yang berbunyi: “wong urip iku bakale nemoni mati” (Orang hidup itu akan menemui kematian)? Ini jelas. Ternyata dasarnya adalah perkataan Tuhan: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan” (Al ‘Ankabuut: 57). Boleh ditarik hikmah disini bahwa local wisdom orang-orang tua dahulu kiranya berbasis agama, bukannya mengada-ada atau lahir atas gothak-gathuk kata dan logika semata. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan” (Al Anbiyaa’: 35).
Kata nemoni di atas, maksudnya adalah perjalanan menuju mati atau kematian. Tuhan berkata: “Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur) – (Ar Ruum: 19). Kelanjutan rujukan kata nemoni ialah “Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati (Al Mukminuun: 15).
Sekali lagi, luar biasa! Betapa ‘waskita’-nya para leluhur, bahwa setiap kata pun ternyata berbasis atas ayat-Nya, bukan sekedar otak-atik kata serta kalimat belaka. Hampir semua kata per kata memiliki rujukan dan makna.
Lazimnya sakaratul maut atau proses sebelum menjadi mayat —-kelak kita semua bakal menemui—- ada tiga fase, antara lain:
Fase Pertama disebut Turob (turobun) atau lempung (tanah).
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah (turob), kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak” (Ar Ruum: 20). “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (Al Hijr: 26).
Tahukah kamu sifat-sifat lempung yang dingin lagi berbau tanah? Maka orang yang akan nemoni mati, niscaya badannya dingin sekali, meskipun dalam kenyataan sehari-hari ada pula yang panas seperti tembikar. Inilah rujukannya: “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar” (Ar Rahmaan:14). Dengan demikian, ketika menemui suhu baik dingin maupun panas pada manusia tatkala mengalami sakaratul maut maka sejatinya itu merupakan salah satu tanda-tanda bahwa ia akan kembali (nemoni) kepada Zat Asal.
Fase Kedua adalah kembalinya sifat. Dikandung maksud adalah sifatnya kembali lagi sama sebagaimana penciptaan pertama berupa empat rasa.
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, ……” (Huud: 7). Selanjutnya dijelaskan pada bab Qisosul Anbiyaa’: Maksud enam masa = “6 hari” = 2 hari untuk menciptakan bumi langit, lalu 4 hari untuk menciptakan rasa.
Ya, rasa itu sendiri ada empat meliputi:
1. Syareat.
Syareat itu bahasa Arab, artinya “hukum”. Hukum itu duduknya di lidah. Maksudnya ialah berhentinya segala konsekuensi hukum bagi seseorang. Maka dalam sangkan parane dumadi akan ditandai lidahnya memendek (mengkeret), kecuali kasus kematian sebab gantung diri lidahnya cenderung menjulur dan tidak bergerak. Tidak bergerak diartikan suri atau mati suri.
2. Tarekat.
Seperti di atas, Tarekat itu juga bahasa Arab, arti Indonesianya adalah “jalan”. Maksudnya semua jalan telah tertutup bagi seseorang yang telah berjumpa dengan sakaratul maut yang ditandai dengan mengecilnya telinga. Si Mayat tidak bisa mendengar apapun, yang terdengar hanya bunyi telapak kaki!
“Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang (Ar Ruum: 52).
3. Hakekat.
Hakekat atau hakiki artinya “benar”. Hal ini dikandung maksud bahwa nafas dan detak jantungnya menghilang. Ditandai dengan hidungnya mengecil atau mengkeret (mingkup). Itu merupakan pertanda bahwa ia sudah dekat dengan kematian.
4. Makrifat.
Makrifat artinya “tahu” (mengetahui). Duduknya di mata. Maka dalam sakaratul maut ditandai dengan mata = tahu, mengetahui sesuatu bahwa sudah dekat dengan kematiannya. Entah membelalak, pupilnya mengecil dll.
Fase Ketiga adalah jisim latief. Itu juga bahasa Arab, arti Indonesianya adalah jasad halus. Bahasa Jawanya sukma. Di dalam sukma ada ruh, ruhul kudus (ruh yang suci)/ruh yang pertama atau pemberian pertama dari Tuhan. Sukma berhubungan erat dengan jasad, juga sangat dekat dengan ruh. Ruh itu sangat dekat Allah. Rujukannya adalah:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir” (Az Zumar: 42).
Sebagai contoh penggambaran bahwa sukma sangat dekat dengan jasad (anggota badan), ketika mimpi berkelahi maka jasad pun mengikuti. Contoh lain kedekatan sukma dengan ruh (jiwa) manakala mimpi bertemu dengan ruh-ruh pendahulu, lalu kita memaknai sebagai “petunjuk”, misalnya mimpi gigi rontok, tak lama kemudian ada yang meninggal dan lainnya. Sedangkan contoh ruhul kudus sangat dekat dengan Allah, inilah mimpi yg benar. Dan itupun berulang. Ingat kisah Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih Ismail, ia mimpi berulang-ulang dan sama. Juga ketika Nabi Muhammad bermimpi mau menyerang Roma, itu ternyata benar adanya!
Apakah ini yang disebut makrifat (tahu) sejati? Entahlah. Tapi orang-rang Jawa menamai sebagai “waskita”. Maksudnya tahu (mengetahui) duluan sebelum suatu kejadian datang. Hendaklah setiap kamu mengetahui, apa yang harus dikerjakan hari esok!
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al Hasyr: 18).
Itulah uraian sekilas lagi sederhana perihal fase-fase warna muka, ruh dan rasa yang seringkali kita abaikan dalam proses nemoni mati, atau sakaratul maut. Masih terkait judul catatan sederhana ini, menguak ujaran leluhur soal sangkan panane dumadi ternyata masih terdapat episode yang tidak kalah menarik dari uraian di atas, yaitu episode tatkala manusia hendak dicabut nyawanya oleh malaikat Izroil.
Setidaknya ada lima pertanyaan dari Izroil sebelum ia mencabut nyawa manusia, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertanyaan Pertama. “Hay, ini hari berpisah, siap atau tidak?”. Seandainya seseorang tidak siap menghadapi kematian akan terlihat matanya melotot. Rujukannya adalah: “Dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (QS. Ibrahim: 42);
Pertanyaan Kedua. “Hari ini berpisah antara kawin dan zinah”. Maka kalau sering berzinah mukanya bakal terlihat hitam. Dasarnya jelas, yakni: “Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahanam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?” (Az Zumar: 60).
“Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih” (Az Zukhruf: 17).
Pertanyaan Ketiga: “Hay, hari ini perpisahan antara anak dan istri, sudah siapkah?”. Apabila seseorang berat meninggalkan anak istri mukanya akan terlihat biru. Rujukannya juga jelas dan tegas: “(yaitu) di hari (yang di waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram (Thaahaa: 102).
Pertanyaan Keempat: “Ini hari perpisahan, siapa yang bisa menolong kamu? Buktikan!”. Dan kalau tidak bisa membuktikan matanya merah. Pijakannya terang dan gamblang: “ .. pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu” (Ali Imron: 106).
Pertanyaan Terakhir (Kelima). “Hay, hari ini hari perpisahan, apakah kamu tahu tempatnya? Modal apa kamu di alam barzah? Amalmu”. Maka jika amalnya kosong Si Fulan bakal menjerit. Sebagaimana bunyi ayat-Nya: “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang shaleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolongpun. (Faathir: 37).
Setelah melemparkan kelima pertanyaan di atas, maka Izroil pun mencabut nyawa manusia, maka inilah yang disebut sangkan parane dumadi, atau lepasnya ruh dari jasad. Namanya almarhum. Dan setiap jiwa yang sudah menemui maut, niscaya akan menembus alam kubur. Pertanyaannya, bagaimana kalau kalau dimumi (diawetkan)?
Kubur itu bahasa Arab, arti Indonesianya adalah alam yang luas. Dan pada alam luas disana, ada namanya “alam misal” (perumpamaan). Itu disediakan bagi orang-orang meninggal dunia tetapi sebenarnya belum waktunya. Seperti mati tabrakan, gantung diri, dibunuh dll. Di tempat misal tersebut, mereka masih diberi rezeki sama sebagaimana hidup di dunia dan berjalan-jalan di antara manusia.
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan” (Al An’aam: 122).
Bagi orang-orang yang Jihad (bersemangat) menemui Tuhannya, mereka itu masih dalam keadaan hidup. Akan menembus alam Jabarut (alam yang gagah = kesendirian). Disana juga diberi rejeki.
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki” (Ali Imran: 169)
Adapula yang dapat menembus alam malakut (alam cahaya). Apabila anda bisa bersahabat dengan para makluk di alam malakut, maka mereka bisa hadir di dunia sebagai penolong. Contohnya kisah Nabi Ibrohim, Luth, Muhammad, dll. Rujukannya adalah:
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Al Anfaal: 9);
“Ingatlah, ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” (Ali Imran :124);
“Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda” (Ali Imran :125).
Mungkin atas permintaan, jadi siapa saja yang mampu menembus alam malakut. Disana tidak ada hijab. Maka manusia akan memiliki kemampuan “luar biasa”. Konon bisa segala bahasa, mengerti ilmu apa saja, dan lainnya. Logikanya, malaikat memang tidak menemui kesulitan bahasa jika bertanya kepada orang (saat sakaratul maut) dari berbagai bangsa? Itu salah satu indikasi sederhananya.
[Islamic-sources/AhmadYanuanasamanto]